Rabu, 29 September 2010

Asuhan Keperawatan Pada Klien Ny. K dengan Post Appendiktomy

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kuadran kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya.

Apendisitis merupakan penyakit bedah mayor yang paling sering terjadi. Walaupun apendisitis dapat terjadi pada setiap usia, namun paling sering terjadi pada remaja dan dewasa muda (Price, Sylvia Anderson, 2006).

Apendisitis akut adalah akut abdomen yang memerlukan pembedahan segera. Menurut data yang diperoleh dari Ruang Cendana I Rumah Sakit Kepolisian Pusat Raden Said Sukanto Jakarta diperoleh data bahwa dari bulan Agustus 2009 sampai dengan Januari 2010, menunjukkan jumlah pasien yang dirawat 429 kasus. 86 diantaranya adalah kasus apendiksitis. Dari perbandingan diatas terdapat 20,05 % kasus apendiks yang ada di ruang Cendana I dan menempati urutan kelima setelah DHF.

Peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks) ini, apabila hal ini tidak mendapatkan tindakan, dapat mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah dan terjadi perforasi atau menginfeksi organ abdomen lainnya (peritonitis) yang dapat menyebabkan kematian akibat syok sepsis.

Peran perawat dalam memberi askep pada klien post appendictomy yaitu melalui upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Upaya promotif meliputi pemberian pendidikan kesehatan tentang penyakit apendisitis, upaya preventif yaitu mencegah infeksi pada luka post op dengan cara perawatan luka dengan teknik aseptik dan antiseptik, upaya kuratif meliputi pemberian pengobatan dan menganjurkan klien untuk mematuhi terapi, serta upaya rehabilitatif meliputi perawatan luka di rumah dan menganjurkan klien meneruskan terapi yang telah diberikan.

teknik aseptik dan antiseptik, upaya kuratif meliputi pemberian pengobatan dan menganjurkan klien untuk mematuhi terapi, serta upaya rehabilitatif meliputi perawatan luka di rumah dan menganjurkan klien meneruskan terapi yang telah diberikan.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan post appendiktomi dengan pendekatan proses keperawatan?

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan pengalaman secara nyata dalam memberikan asuhan keperawatan klien Post Appendiktomi.

2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada klien Post Appendiktomi.
b. Mampu menentukan masalah keperawatan pada klien Post Appendiktomi.
c. Mampu merencanakan asuhan keperawatan pada klien Post Appendiktomi.
d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien Post Appendiktomi.
e. Mampu melaksanakan evaluasi keperawatan pada klien Post Appendiktomi.
f. Mampu mengidentifikasi kesenjangan antara teori dan praktek.
g. Mampu mengidentifikasi faktor-faktor pendukung, penghambat serta mencari solusi/ alternatif pemecahan masalah.
h. Mampu mendokumentasikan semua kegiatan keperawatan dalam bentuk narasi.

C. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode :
1. Deskriptif
a. Studi kasus, yang meliputi observasi, partsipasi dengan cara melakukan pengamatan secara langsung dan tidak langsung kepada klien dengan cara wawancara dengan keluarga, melihat catatan medis, melihat catatan keperawatan dan informasi dari rekan satu profesi maupun dari tim lain.
b. Studi dokumentasi yaitu menggunakan format pengkajian untuk melakukan pemeriksaan.
2. Studi literatur yaitu dengan membaca dan mempelajari buku kepustakaan yang berkaitan dengan Post Appendiktomi untuk mendapatkan dasar-dasar ilmiah yang berhubungan dengan isi makalah ini.

D. Ruang Lingkup
Dalam penulisan makalah ini, penulis membatasi pada Asuhan Keperawatan pada klien Ny. K dengan Post Appendiktomi di Ruang Cendana I Rumah Sakit Kepolisian Pusat Raden Said Sukanto Jakarta, yang dilakukan selama 3 hari yaitu pada tanggal 14 Juli 2010 sampai 16 Juli 2010.

E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini disusun menjadi lima bab yang terdiri dari: Bab I Pendahuluan, terdiri dari latar belakang , tujuan penulisan, ruang lingkup penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Teori, terdiri dari pengertian, etiologi, patofisiologi, proses penyakit manifestasi klinik, komplikasi, penatalaksaan medis, pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan, evaluasi keperawatan. Bab III Tinjauan Kasus, terdiri dari pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi keperawatan. Bab IV Pembahasan, terdiri dari pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi keperawatan. Bab V Penutup, terdiri dari kesimpulan dan saran.

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Apendiks adalah ujung seperti jari-jari kecil panjangnya kira-kira 10 cm (4 inci) melekat pada sekum tepat dibawah katup eleosekal. Apendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan lumennya kecil, apendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi (apendisitis). (Brunner and suddarth, 2002).

Appendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Namun pada bayi, appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden appendisitis pada usia tersebut. (Arif Muttaqin, Kumala Sari, 2009)

Apendisitis merupakan inflamasi apendiks, suatu bagian seperti kantung yang non fungsional dan terletak di bagian inferior sekum. Penyebab paling umum dari apendisitis adalah obstruksi lumen oleh feses, yang akhirnya merusak suplai darah dan merobek mukosa yang menyebabkan inflamasi. Komplikasi utama berhubungan dengan apendisitis adalah peritonitis, yang dapat terjadi bila apendiks ruptur (Ester, Monica, 2002).

Appendectomy adalah pengangkatan apendiks terinflamasi dapat dilakukan oleh pasien rawat jalan dengan menggunakan pendekatan endoskopi, namun karena adanya perlengketan multipel, posisi retriperitoneal dari apendiks, atau robek perlu dilakukan prosedur pembukaan (tradisional) (Marilynn E Doenges, 2002).



B. Etiologi
Apendisitis merupakan infeksi bakteri. Faktor pencetusnya yaitu sumbatan pada lumen disebabkan oleh fekalit, hipertrofi limfoid, barium kering, biji atau cacing usus. Penyebab lain yang diduga menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. Histolytica. (Syamsuhidayat, et.al, 2002)

C. Patofisiologi
1. Proses Penyakit
Obstruksi apendiks itu menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa terbendung, makin lama mukus yang terbendung makin banyak dan menekan dinding appendiks oedem serta merangsang tunika serosa dan peritonium viseral. Oleh karena itu persarafan appendiks sama dengan usus yaitu torakal X maka rangsangan itu dirasakan sebagai rasa sakit disekitar umblikus.

Mukus yang terkumpul itu lalu terinfeksi oleh bakteri menjadi nanah, kemudian timbul gangguan aliran vena, sedangkan arteri belum terganggu, peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritonium parietal setempat, sehingga menimbulkan rasa sakit dikanan bawah, keadaan ini disebut dengan appendisitis supuratif akut.

Bila kemudian aliran arteri terganggu maka timbul alergen dan ini disebut dengan appendisitis gangrenosa. Bila dinding apendiks yang telah akut itu pecah, dinamakan appendisitis perforasi.

Bila omentum usus yang berdekatan dapat mengelilingi apendiks yang meradang atau perforasi akan timbul suatu masa lokal, keadaan ini disebut sebagai appendisitis abses. Pada anak – anak karena omentum masih pendek dan tipis, apendiks yang relatif lebih panjang , dinding apendiks yang lebih tipis dan daya tahan tubuh yang masih kurang, demikian juga pada orang tua karena telah ada gangguan pembuluh darah, maka perforasi terjadi lebih cepat. Bila appendisitis infiltrat ini menyembuh dan kemudian gejalanya hilang timbul dikemudian hari maka terjadi appendisitis kronis. (Syamsuhidayat, et.al, 2002)
2. Manifestasi Klinis
Pada kasus apendisitis akut klasik, gejala awal adalah nyeri atau rasa tidak enak di sekitar umbilikus. Gejala ini umunya berlangsung lebih dari satu atau dua hari. Dalam beberapa jam nyeri bergeser ke kuadran kanan bawah dengan disertai oleh anoreksia, mual, dan muntah. Dapat juga terjadi nyeri tekan di sekitar titik Mc Burney. Kemudian, dapat timbul spasme otot dan nyeri tekan lepas. Biasanya ditemukan demam ringan dan leukositosis sedang (Price, Sylvia Anderson, 2006).

Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah, dan hilangnya nafsu makan. Nyeri tekan lokal pada titik Mc Burney bila dilakukan tekanan. Nyeri tekan lepas (hasil atau intensifikasi nyeri bila tekanan dilepaskan) mungkin dijumpai. Derajat nyeri tekan, spasme otot, dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnta infeksi dan lokasi appendiks. Bila appendiks melingkar di belakang sekum, nyeri tekan dapat terasa di daerah lumbal. Nyeri pada defekasi menunjukkan ujung appendiks berada dekat rektum. Nyeri pada saat berkemih menunjukkan bahwa appendiks dekat dengan kandung kemih atau ureter.

Gambaran klinik apendisitis:
a. Tanda awal
Nyeri mulai di episgastrium atau regiomilikus disertai mual dan anoreksia.
b. Nyeri rangsang peritonium tidak langsung
Nyeri rangsang peritonium tidak langsung meliputi nyeri kanan bawah pada tekanan kiri (Rovsing), nyeri tekanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan (Blumberg), nyeri tekanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas dalam berjalan, batuk, atau mengedan. (Brunner dan Suddarth, 2002)

3. Komplikasi
Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks, yang dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah 10% sampai 32%. Insiden lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Peforasi secara umum terjadi 24 jam setelah nyeri (gejala-gejalanya termasuk demam, penampilan toksik dan nyeri berlanjut). (Syamsuhidayat, et.al, 2002)

D. Penatalaksanaan Medis
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan cairan intravena diberikan sampai pembedahan dilakukan. Analgesik dapa diberikan setelah diagnosa ditegakkan.

Apendiktomi ( pembedahan untuk mengangkat apendiks ) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi,yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif. (Syamsuhidayat, et.al, 2002)

E. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian yang dapat dilakukan pada post appendictomi menurut Marilynn E. Doenges meliputi:
1. Identitas Pasien
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor register.
2. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Kesehatan saat ini : keluhan nyeri pada luka post operasi apendiktomi, mual muntah, peningkatan suhu tubuh, peningkatan leukosit.
b. Riwayat Kesehatan masa lalu
3. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem kardiovaskuler
Untuk mengetahui tanda-tanda vital, ada tidaknya distensi vena jugularis, pucat, edema, dan kelainan bunyi jantung. Takikardi dapat ditemukan pada pasien yang dilakukan appendiktomi karena sirkulasi darah yang tidak teratur.
b. Sistem hematologi
Untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi dan pendarahan, mimisan splenomegali.

c. Sistem gastrointestinal
Distensi abdomen dan penurunan atau tidak adanya bising usus dapat terjadi pada pasien post appendiktomi karena pasien dalam efek anastesi sehingga aliran vena dan gerakan peristaltik usus menjadi menurun. Dehidrasi disebabkan karena pembatasan pemberian cairan dalam hal ini pasien dalam keadaan puasa, pasien mendapatkan cairan hanya melalui pemasangan infus. Mual dan muntah terjadi karena mucus yang diproduksi mukosa terus menerus dan meningkatkan tekanan gastrointesnital sehingga terjadi distensi abdomen yang menimbulkan rasa mual.
d. Sistem urogenital
Ada tidaknya ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit pinggang.
e. Sistem musculoskeletal
Untuk mengetahui ada tidaknya kesulitan dalam pergerakkan, sakit pada tulang, sendi dan terdapat fraktur atau tidak. Kelemahan pada saat beraktivitas dapat terjadi karena pasien dalam menjalankan operasi mendapatkan anastesi.
f. Sistem Persyarafan
Nyeri pada luka insisi pembedahan.
g. Sistem kekebalan tubuh
Untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran kelenjar getah bening.
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan darah rutin, untuk mengetahui adanya peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi.
b. Pemeriksaan foto abdomen, untuk mengetahui adanya komplikasi pasca pembedahan.

F. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menguraikan respon aktual atau potensial klien terhadap masalah kesehatan yang perawat mempunyai izin dan berkompeten untuk mengatasinya. Respon atual dan potensial klien didapatkan dari data dasar pengkajian, tinjauan literatur yang berkaitan, catatan medis klien masa lalu, dan konsultasi dengan professional lain.

Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada pasien post appendictomi menurut Marilynn E. Doenges adalah sebagai berikut:
1. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan insisi bedah, prosedur invasif.
2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan pasca operasi (contoh puasa).
3. Nyeri (akut) berhubungan dengan adanya insisi bedah.
4. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.

G. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa 1
Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan insisi bedah, prosedur invasif.
Tujua : Infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil : Meningkatkan penyembuhan luka, bebas infeksi/ inflamasi (Rubor, Kalor, Dolor, Tumor, Fungsiolesa), drainase purulen dan demam.
Rencana Tindakan
a. Observasi tanda-tanda vital
Rasional : Untuk mengetahui adanya tanda infeksi seperti peningkatan suhu.
b. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik dan antiseptik.
Rasional : Menurunkan resiko penyebaran bakteri.
c. Kaji keadaan luka dan tanda-tanda infeksi
Rasional : Untuk memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi.
d. Kolaborasi dalam pemberian antibiotik sesuai indikasi
Rasional : Mencegah atau menurunkan jumlah organisme yang dapat menyebabkan infeksi.

Diagnosa 2
Resiko tinggi terjadinya kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan pasca operasi (contoh puasa)
Tujuan : Mempertahankan keseimbangan cairan
Kriteria hasil : Kelembaban membran mukosa, turgor kulit dan pengisian kapiler, baik, tanda-tanda vital stabil dan secara individual haluaran urine adekuat.
Rencana tindakan
a. Observasi tanda-tanda vital
Rasional : Tanda yang membantu mengidentifikasi fluktasi volume intravaskuler.
b. Lihat membran mukosa, kaji turgor kulit dan pengisian kapiler
Rasional : Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler.
c. Awasi pengeluaran dan pemasukan, catat warna dan konsistensi urine
Rasional : Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan berat jenis diduga dehidrasi/ kebutuhan peningkatan cairan.
d. Auskultasi bising usus
Rasional : Indikator kembalinya peristaltik, kesiapan untuk pemasukan peroral.
e. Kolaborasi dalam pemberian cairan intravena dan elektrolit
Rasional : Peritonium bereaksi terhadap iritasi/ infeksi dengan menghasilkan sejumlah besar cairan yang dapat menurunkan volume sirkulasi darah mengakibatkan hipovolemia. Dehidrasi dan dapat terjadi keseimbangan elektrolit.

Diagnosa 3
Nyeri (akut) berhubungan dengan adanya insisi beda.
Tujuan : Nyeri berkurang/ hilang
Kriteria hasil : Nyeri hilang/ terkontrol, pasien tampak rileks, mampu tidur/istirahat dengan tepat.
Rencana tindakan
a. Observasi tanda-tanda vital
Rasional : Untuk mengetahui keadaan klien, adanya takikardi, sesak nafas atau hipertensi.
b. Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya (skala 0-10)
Rasional : Berguna untuk keefektifan obat dan kemajuan penyembuhan

c. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
Rasional : Oksigen yang masuk dengan konsentrasi tinggi dapat beredar ke pembuluh darah sehingga merelaksasi daerah yang nyeri.
d. Berikan posisi yang nyaman
Rasional : Agar klien merasa nyaman dan nyeri berkurang.
e. Lakukan perawatan luka setiap hari dengan teknik aseptik dan antiseptik
Rasional : Bila luka bersih akan mempercepat penyatuan jaringan yang terputus sehingga menurangi rasa nyeri.
f. Kolaborasi dalam pemberian analgetik sesuai dengan indikasi
Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri.

Diagnosa 4
Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit, pengobatan dan potensi komplikasi
Kriteria hasil : Berpartisipasi dalam pengobatan
Rencana tindakan
a. Kaji pengetahuan klien tentang perawatan luka post operasi.
Rasional: untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien.
b. Beri penkes tentang cara perawatan luka post operasi
Rasional: agar klien mengerti tentang cara perawatan luka yang benar.
c. Evaluasi pemahaman klien tentang materi yang diberikan
Rasional: melihat sejauh mana klien memahami informasi yang telah diberikan.

H. Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan keperawatan merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan, dimana rencana perawatan dilaksanakan pada tahap ini perawat siap untuk menjelaskan dan melaksanakan intervensi dan aktifitas yang telah dicatat dalam rencana keperawatan klien, agar implementasi perencanaan ini tepat waktu dan efektif terhadap biaya, perlu mengidentifikasi prioritas perawatan klien. Kemudian bila telah dilaksanakan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi dan mendokumentasikannya informasi ini kepada penyediaan perawatan kesehatan keluarga. ( Doenges, 2002; hal. 105 )

Pelaksanaan keperawatan merupakan tindakan keperawatan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan pada rencana tindakan keperawatan yang telah disusun. Prinsip dalam memberikan tindakan kepeerawatan menggunakan komunikasi terapeutik serta penjelasan setiap tindakan yang diberikan pada pasien. Pendekatan yang digunakan adalah independen, dependen dan interdependen.
1. Secara mandiri (independen)
Adalah tindakan yang diprakarsai sendiri oleh perawat untuk membantu pasien dalam mengatasi masalahnya atau menanggapi rekasi karena adanya stressor (penyakit), misalnya :
a. Membantu klien dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
b. Melakukan perawatan kulit untuk mencegah dekubitus.
c. Memberikan dorongan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya secara wajar.
d. Menciptakan lingkungan terapeutik.
2. Saling ketergantungan /kolaborasi (interdependen)
Adalah tindakan keperawatan atas dasar kerjasama sesame tim perawatan atau kesehatan lainnya seperti dokter, fisioterapi, analisis kesehatan, dll.
3. Rujukan / ketergantungan
Adalah tindakan keperawatan atas dasar rujukan dari profesi lain diantaranya dokter, psikologis, psikiater, ahli gizi, fisioterapi, dsb. Pada penatalaksanaannya tindakan keperawatan dilakukan secara :
a. Langsung : ditangani sendiri oleh perawat
b. Delegasi : diserahkan kepada orang lain/perawat lain yang dapat dipercaya.
Apabila tujuan, hasil dan intervensi telah diidentifikasi, perawat siap untuk melakukan aktivitas pencatatan pada rencana perawatan klien. Dalam mengaplikasikan rencana kedalam tindakan dan penggunaan biaya secara efektif serta pemberian perawatan tersebut. Dalam menentukan prioritas saat ini, perawat meninjau ulang sumber – sumber sambil berkonsultasi dan mempertimbangkan keinginan klien. (Doengoes E. Marillyn, “Rencana Askep”, hal. 21)

I. Evaluasi Keperawatan
Meskipun proses keperawatan mempunyai tahap-tahap, namun evaluasi berlangsung terus menerus sepanjang pelaksanaan proses keperawatan. Tahap evaluasi merupakan perbandingan yang sistematik dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.

Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Langkah dari evaluasi proses keperawatan adalah mengukur respon klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien kearah pencapaian tujuan. Perawat mengevaluasi apakah perilaku atau respon klien mencerminkan suatu kemunduran atau kemajuan dalam diagnosa keperawatan atau pemeliharaan status yang sehat. Selama evaluasi, perawat memutuskan apakah langkah proses keperawatan sebelumnya telah efektif dengan menelaah respon klien dan membandingkannya dengan perilaku yang disebutkan dalam hasil yang diharapkan.

Sejalan dengan yang telah dievaluasi pada tujuan, penyesuaian terhadap rencana asuhan dibuat sesuai dengan keperluan. Jika tujuan terpenuhi dengan baik, perawat menghentikan rencana asuhan tersebut dan mendokumentasikan analisa masalah teratasi. Tujuan yang tidak terpenuhi dan tujuan yang sebagian terpenuhi mengharuskan perawat untuk melanjutkan rencana atau memodifikasi rencana asuhan keperawatan.

Tujuan dari evaluasi antara lain:
1. Untuk menentukan perkembangan kesehatan klien.
2. Untuk menilai efektifitas, efisiensi, dan produktifitas dari tindakan keperawatan yang telah diberikan.
3. Untuk menilai pelaksanaan asuhan keperawatan.
4. Mendapatkan umpan balik.
5. Sebagai tanggung jawab dan tanggung gugat dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan.
Perawat menggunakan berbagai kemampuan dalam memutuskan efektif atau tidaknya pelayanan keperawatan yang diberikan. Untuk memutuskan hal tersebut dalam melakukan evaluasi seorang perawat harus mempunyai pengetahuan tentang standar pelayanan, respon klien yang normal, dan konsep model teori keperawatan.
Dalam melakukan proses evaluasi, ada beberapa kegiatan yang harus diikuti oleh perawat, antara lain: mengkaji ulang tujuan klien dan kriteria hasil yang telah ditetapkan, mengumpulkan data yang berhubungan dengan hasil yang diharapkan, mengukur pencapaian tujuan, mencatat keputusan atau hasil pengukuran pencapaian tujuan, dan melakukan revisi atau modifikasi terhadap rencana keperawatan bila perlu. Evaluasi terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Evaluasi struktur. Evaluasi struktur difokuskan pada kelengkapan tata cara atau keadaan sekeliling tempat pelayanan keperawatan diberikan. Aspek lingkungan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi dalam pemberian pelayanan. Persediaan perlengkapan, fasilitas fisik, rasio perawat-klien, dukungan administrasi, pemeliharaan dan pengembangan kompetensi staf keperawatan dalam area yang diinginkan.
2. Evaluasi proses. Evaluasi proses berfokus pada penampilan kerja perawat dan apakah perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan merasa cocok, tanpa tekanan, dan sesuai wewenang. Area yang menjadi perhatian pada evaluasi proses mencakup jenis informasi yang didapat pada saat wawancara dan pemeriksaan fisik, validasi dari perumusan diagnosa keperawatan, dan kemampuan teknikal perawat.
3. Evaluasi hasil. Evaluasi hasil berfokus pada respons dan fungsi klien. Respons perilaku klien merupakan pengaruh dari intervensi keperawatan dan akan terlihat pada pencapaian tujuan dan kriteria hasil.
Adapun ukuran pencapaian tujuan pada tahap evaluasi meliputi:
1. Masalah teratasi; jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.
2. Masalah sebagian teratasi;jika klien menunjukkan perubahan sebahagian dari kriteria hasil yang telah ditetapkan.
3. Masalah tidak teratasi; jika klien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan sama sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan dan atau bahkan timbul masalah/diagnosa keperawatan baru.
Untuk penentuan masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak teratasi adalah dengan cara membandingkan antara SOAP dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan. Subjektif adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah tindakan diberikan. Objektif adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan. Analisis adalah membandingkan antara informasi subjektif dan objektif dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak teratasi. Planning adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan hasil analisa.
Adapun evaluasi keperawatan yang dapat dicapai pada klien post appendiktomi adalah :
1. Tidak terjadi infeksi dan menunjukkan proses penyembuhan luka yang optimal.
2. Mempertahankan keseimbangan cairan.
3. Nyeri dapat berkurang/hilang.
4. Menyatakan pemahaman, proses penyakit, pengobatan, dan potensi komplikasi.
BAB III
TINJAUAN KASUS

Dalam bab ini penulis akan menguraikan tentang Asuhan Keperawatan pada klien Ny. K dengan diagnosa Post Appendiktomi di Ruang Cendana I Rumah Sakit Pusat Kepolisian Raden Said Sukanto. Saat pengambilan kasus ini klien sedang dalam keadaan Post operasi hari pertama dan studi kasus ini diambil 3 hari mulai dari tanggal 14 Juli 2010 sampai dengan tanggal 16 Juli 2010.

Berikut adalah asuhan keperawatan yang penulis lakukan sesuai dengan tahap-tahap proses keperawatan yang meliputi tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencaaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan, dan evaluasi keperawatan.

A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan data klien. Dalam pengkajian penulis mendapatkan data dari klien, perawat ruangan, catatan medis, dan tim medis lainnya dengan melakukan wawancara dan observasi kesehatan. Adapun hal dari pengkajian adalah sebagai berikut :
1. Identitas Klien
Klien adalah seorang wanita berinisial Ny. K berusia 67 tahun, status perkawinan adalah menikah, berasal dari suku Jawa dengan alamat Komplek ex yon angkub Rt 12 Rw 02 Kramat Jati Jakarta Timur. Klien beragama islam. Klien bekerja sebagai ibu rumah tangga. Klien di rawat di Rumah Sakit Pusat Kepolisian Raden Said Sukanto Jakarta di Ruang Cendana I pada tanggal 10 Juli 2010 dengan nomor register 53 06 79 dan diagnosa medis Appendisitis.

2. Resume
Klien tiba di ruang Cendana I Rumah Sakit Pusat Kepolisian Raden Said Sukanto Jakarta pada tanggal 10 Juli 2010 pukul 09.42 WIB. Klien merupakan seorang wanita berinisial Ny. K berusia 67 tahun dengan diagnosa medis pre appendiktomy.

Klien mengatakan nyeri pada perut kanan bawah sejak 4 hari yang lalu. Nyeri yang dirasakan klien adalah hilang timbul. Keadaan umum baik, kesadaran composmentis. Observasi tanda-tanda vital tekanan darah 140/90 mmHg nadi 76 x/menit pernafasan 20 x/menit suhu 36⁰C.

Klien direncanakan untuk operasi pada tanggal 14 Juli 2010. Persiapan yang dilakukan sebelum operasi adalah : melakukan pemeriksaan laboratorium hematologi dan pemeriksaan rongent foto thorax, mencukur bulu kemaluan/pubis, inform concent, mengajarkan teknik distraksi dan relaksasi, serta puasa sampai selesai dilakukan tindakan operasi dan bising usus positif.

Masalah keperawatan yang timbul adalah gangguan rasa nyaman nyeri, cemas, dan kurang pengetahuan. Tindakan keperawatan yang telah dilakukan adalah melakukan observasi tanda-tanda vital, mengajarka teknik distraksi dan relaksasi, melakukan pemeriksaan laboratorium, dan melakukan kolaborasi dalam pemberian obat-obatan dan penatalaksanaan tindakan operatif. Evaluasi secara umum dilakukan adalah masalah keperawatan pre appendiktomi teratasi. Rencana selanjutnya adalah tindakan keperawatan post appendiktomi di lanjutkan di ruangan Cendana I.

3. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan utama : Klien mengeluh nyeri pada luka post appendiktomy, kualitas nyeri seperti berdenyut, intensitas terus menerus, karakteristik nyeri setempat, nyeri timbul pada saat klien melakukan pergerakan atau perubahan posisi dan akan berkurang jika klien beristirahat, klien mengeluh kakinya tidak dapat digerakkan, klien mengatakan belum makan atau minum.
b. Riwayat kesehatan masa lalu
Klien mengatakan sebelumnya tidak pernah di rawat di rumah sakit, klien mengatakan tidak mempunyai riwayat alergi obat, makanan, binatang, maupun lingkungan. Klien tidak mempunyai riwayat pemakaian obat.

c. Riwayat kesehatan keluarga







Keterangan :
= meninggal
= perempuan
= laki-laki
= klien
= hubungan pernikahan
= hubungan persaudaraan
Dari genogram dan riwayat kesehatan keluarga dapat disimpulkan bahwa klien tidak mempunyai riwayat penyakit yang dapat menjadi faktor resiko terjadinya appendiksitis.
d. Riwayat psikososial dan spiritual
Klien mengatakan orang paling dekat dengan dirinya selama di rumah sakit adalah anak-anaknya, interaksi dalam keluarga baik, pola komunikasi klien dalam keluarga baik, pembuat keputusan adalah dirinya sendiri, kegiatan kemasyarakatan yang diikuti adalah mengaji.

Dampak penyakit klien terhadap keluarga adalah keluarga menjadi khawatir terhadap kondisi klien, masalah yang mempengaruhi klien saat ini adalah aktivitas klien terbatas. Hal yang sangat dipikirkan saat ini adalah klien ingin cepat sembuh dari sakitnya. Harapan setelah menjalani perawatan adalah klien dapat melakukan aktivitas seperti semula. Perubahan yang dirasakan setelah jatuh sakit adalah klien mengalami keterbatasan dalam beraktivitas. Klien tidak mempunyai nilai-nilai yang bertentangan dengan kesehatan, saat ini aktivitas keagamaan yang dilakukan adalah berdoa. Kondisi lingkungan rumah baik, ventilasi baik, tidak berada di daerah industri (pabrik) dan tidak di pinggir jalan raya. dan tidak mempengaruhi kesehatan saat ini.

e. Pola kebiasaan sehari-hari sebelum sakit
1) Pola nutrisi
Klien tidak ada masalah dengan pola makan. Frekunsi makan 3x/hari, nafsu makan baik, jumlah yang dihabiskan adalah 1 porsi, tidak ada makanan yang membuat alergi atau makanan yang tidak di sukai serta tidak ada makanan pantangan, diit makan di rumah yaitu makan biasa. Tidak ada penggunaan obat-obatan sebelum makan, dan tidak ada penggunaan alat bantu NGT.

2) Pola eliminasi
Klien buang air kecil (BAK) sebanyak 6-7 x/hari, warna kuning jernih, tidak ada keluhan saat BAK, tidak ada penggunaan alat bantu kateter. Klien buang air besar (BAB) 1 x/hari dengan waktu yg tidak tentu, berwarna kuning kecokelatan, bau khas feses, konsistensi padat, klien tidak pernah menggunaan obat-obatan laksatif.

3) Pola personal hygiene
Klien mandi 2 x/hari dengan menggunakan sabun mandi pada waktu pagi dan sore hari, oral hygiene (sikat gigi) 2x/hari dengan menggunakan pasta gigi pada waktu pagi dan sore hari, mencuci rambut 3x/minggu dengan menggunakan shampoo.

4) Pola istirahat dan tidur
Klien tidur siang + 2 jam / hari, tidur malam + 7 jam / hari, klien biasa berdoa sebelum tidur.

5) Pola aktivitas dan latihan
Klien bekerja dari pagi sampai sore, klien tidak pernah berolahraga dan tidak ada keluhan dalam beraktivitas.

6) Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan
Klien mengatakan tidak mempunyai kebiasaan merokok dan minum - minuman keras / NAPZA.

f. Pola kebiasaan di rumah sakit
1) Pola nutrisi
Pada saat pengkajian klien masih dalam keadaan puasa sampai bising usus positif. Diit makan yang diberikan adalah bertahap sampai bising usus positif. Tidak ada keluhan mual ataupun muntah, tidak ada penggunaan obat-obatan sebelum makan dan tidak ada penggunaan NGT.

2) Pola eliminasi
Klien buang air kecil (BAK) sebanyak 6-7 x/hari, warna kuning jernih, tidak ada keluhan saat BAK, tidak ada penggunaan alat bantu kateter. Klien mengatakan belum BAB +1 hari setelah operasi.

3) Pola personal higiene
Klien mandi 1x/hari pada pagi hari, oral hygine dilakukan pada pagi hari.

4) Pola istirahat dan tidur
Klien tidur + 10 jam /hari, tidur siang 3 jam /hari, tidur malam 7 jam /hari, klien mempunyai kebiasaan berdoa sebelum tidur.

5) Pola aktivitas dan latihan
Klien tidak dapat beraktivitas secara mandiri, aktivitas klien di bantu oleh keluarga. Klien mengatakan nyeri pada luka post op jika melakukan pergerakan. Klien juga mengatakan kakinya tidak dapat digerakkan.

4. Pengkajian Fisik
a. Pemeriksaan fisik umum
Berat badan sebelum sakit 60 kg, berat badan setelah sakit 60 kg, tinggi badan 155 cm, tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 80x /menit, frekuensi nafas 20x /menit, suhu tubuh 360C

b. Sistem Penglihatan
Sisi mata tampak simetris baik kiri maupun kanan, kelopak mata normal, pergerakan bola mata normal, konjungtiva merah muda, kornea normal tidak keruh/berkabut dan tidak terdapat perdarahan, sklera anikterik, pupil isokor, otot-otot mata tidak ada kelainan, fungsi penglihatan baik, tidak terdapat tanda-tanda radang, klien menggunakan kacamata, tidak memakai lensa kontak, reaksi terhadap cahaya baik.

c. Sistem Pendengaran
Daun telinga normal, kondisi telinga tengah normal, tidak terlihat adanya cairan yang keluar dari telinga dan tidak ada perasaan penuh pada telinga, klien tidak mengalami tinnitus, fungsi pendengaran baik, klien tidak menggunakan alat bantu pendengaran.

d. Sistem Wicara
Klien tidak mengalami gangguan wicara, klien dapat mengucapkan kata-kata dengan jelas.

e. Sistem Pernapasan
Pada jalan napas bersih, tidak ada sesak dan klien tidak menggunakan alat bantu pernapasan, frekuensi nafas 20x /menit, irama nafas teratur, jenis pernafasan spontan, klien tidak batuk dan tidak terdapat sputum, suara nafas normal/vesikuler, dan tidak ada nyeri saat bernafas.

f. Sistem Kardiovaskuler
Nadi 80x /menit, irama teratur dengan denyut kuat, tekanan darah 130/90 mmHg, tidak terjadi distensi vena jugularis baik kanan maupun kiri, temperatur kulit hangat, warna kulit kemerahan, pengisian kapiler 2 detik, tidak terdapat edema, kecepatan denyut apical 84 x/menit, irama teratur, tidak terdengar adanya kelainan pada bunyi jantung dan tidak sakit dada.

g. Sistem Hematologi
Klien tidak terlihat pucat dan tidak ada perdarahan.

h. Sistem Saraf Pusat
Klien mengatakan tidak pusing, tingkat kesadaran composmentis, GCS E4 M6 V5, tidak terjadi tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial (seperti muntah proyektil, nyeri kepala hebat, papil edema), klien tidak mengalami gangguan sistem persarafan.

i. Sistem Pencernaan
Klien tidak menggunakan gigi palsu, tidak terdapat carries, tidak tampak stomatitis, lidah tidak kotor, salifa normal, klien mengatakan tidak nyeri perut, bising usus belum ada karena masih dalam pengaruh anastesi, klien tidak megalami diare dan konstipasi, tidak teraba pembesaran hepar, dan abdomen tidak kembung.

j. Sistem Endokrin
Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid, nafas tidak berbau keton, tidak terdapat luka ganggren.

k. Sistem Urogenital
Intake 1890 cc, output 1700 cc dan balance cairan 190 cc, tidak ada perubahan pola kemih, BAK warna kuning jernih, tidak terdapat distensi kandung kemih, dan tidak ada keluhan sakit pinggang.
l. Sistem Integumen
Turgor kulit baik, temperatur kulit hangat, warna kulit kemerahan, keadaan kulit baik, terdapat insisi operasi lokasi di perut kanan bawah dengan panjang luka ± 5 cm, kondisi luka tertutup kassa steril. Tidak ada perdarahan pada luka dan tidak ada pembengkakan. Tidak ada kelainan kulit, klien terpasang infus IVFD RL 20 tetes/menit kondisi baik, tetesan lancar, tidak ada tanda-tanda infeksi, keadaan rambut : tekstur rambut baik dan bersih.

m. Sistem Musculoskeletal
Klien mengalami kesulitan dalam pergerakan karena jika melakukan pergerakan akan terasa nyeri pada luka post appendiktomi, tidak terdapat fraktur, tidak ada kelainan struktur tulang belakang. Kekuatan otot tidak di kaji dikarenakan untuk menghindari terjadinya injuri (klien post appendiktomi hari ke 1).

5. Data tambahan (pemahaman tentang penyakit)
Klien dan keluarga mengerti tentang penyakitnya yaitu klien dapat menyebutkan penyebab, tanda dan gejala yang timbul, persiapan yang harus dilakukan sebelum operasi, dan alasan mengapa harus dilakukan tindakan pembedahan, tindakan yang dilakukan setelah post operasi (tidak boleh angkat kepala selama 24 jam, puasa sampai bising usus baik/ada, tidak beraktivitas sampai kekuatan tonus otot baik)

6. Data penunjang
Data penunjang yang terdapat pada klien yaitu hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 14 Juli 2010 :
Hemoglobin 11,3 gr/dl (L : 13-16 gr/dl, P : 12-14 gr/dl), Leukosit 4.000/ul (5000-10.000/ul), Hematokrit 35 % (L : 40-48 %, P : 37-43 %), Trombosit 194.000/ul (150.000-450.000/ul), GDS 94 mg/dl (<200 mg/dl)



7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis yang terdapat pada klien yaitu : IVFD RL 20 tetes/menit, Injeksi Kedacillin 3 x 1gr/IV, Injeksi Lactor 3 x 30mg/IV, injeksi Transamin 3 x 1 amp/IV, injeksi Ranitidine 3 x 25mg/IV, Metronidazole drip 3 x 500mg, dan diit makan bertahap sampai bising usus positif dan normal.

8. Data Fokus
Data fokus terdiri dari data subyektif dan data obyektif. Data fokus yang terdapat pada klien adalah sebagai berikut :
a. Data Subyektif
Klien mengeluh nyeri pada luka post appendiktomi, kualitas nyeri seperti berdenyut, intensitas terus menerus, karakteristik nyeri setempat, nyeri timbul pada saat klien melakukan pergerakan atau perubahan posisi dan akan berkurang jika klien beristirahat, klien mengeluh kakinya tidak dapat digerakkan. Klien mengatakan belum makan dan minum.

b. Data Obyektif
Keadaan umum sakit sedang, kesadaran composmentis, hasil observasi tanda-tanda vital Td : 130/90 mmHg, Nd : 80 x/menit, Rr : 20 x/menit, Sh : 360C. Terlihat luka post op dengan panjang + 5 cm di perut kanan bawah, luka bersih tertutup kassa steril, tidak ada perdarahan, tidak ada pembengkakan. Skala nyeri 5. Intake 1890 cc, output 1700 cc, balance 180 cc. mukosa bibir lembab, turgor kulit baik. Bising usus lemah, 2x/menit. Mobilisasi bedrest dalam 24 jam. Klien terpasang infus IVFD RL 20 tetes/menit di tangan sebelah kiri sejak tanggal 10 Juli 2010, tidak ada tanda-tanda infeksi seperti kalor, rubor, dolor, tumor, fungsiolesa. Makan atau minum bertahap sampai bising usus positif, rangsangan sensori (+), rangsangan motorik (-).




9. Analisa Data
Berdasarkan data yang terkumpul pada tanggal 14 Juli 2010 maka penulis mengelompokkan analisa data sebagai berikut :
No Data Masalah Etiologi
1. Data Subyektif
a. Klien mengeluh nyeri pada luka post appendiktomi, kualitas nyeri seperti berdenyut, intensitas terus menerus, karakteristik nyeri setempat, nyeri timbul pada saat klien melakukan pergerakan atau perubahan posisi dan akan berkurang jika klien beristirahat.
Data Obyektif
a. keadaan umum sakit sedang
b. kes composmentis
c. observasi tanda-tanda vital Td : 130/90 mmHg, Nd : 80 x/menit, Rr : 20 x/menit, Sh : 360C
d. terlihat luka post op di perut kanan bawah dengan panjang + 5 cm
e. skala nyeri 5 Gangguan rasa nyaman nyeri Terputusnya kontinuitas jaringan
2. Data Subyektif : ------
Data Obyektif
a. Tampak terpasang IVFD RL 20 tetes/menit di tangan sebelah kiri sejak tanggal 10 Juli 2010.
b. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 14 Juli 2010 Leukosit 4.000/ul Resiko terjadinya infeksi Masuknya mikroorganisme pathogen akibat tindakan invasive (pemasangan infus)
3 Data Subyektif
a. Klien mengatakan belum makan dan minum.
Data Obyektif
a. Bising usus lemah, 2 x/menit.
b. Diit makan dan minum bertahap sampai bising usus baik. Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Pembatasan masukan oral
4. Data Subyektif
a. Klien mengatakan kakinya tidak dapat digerakan
Data Obyektif
a. Mobilisasi bedrest dalam 24 jam
b. Tampak aktivitas di bantu oleh keluarga
c. Rangsangan sensori (+), rangsangan motorik (-)
d. Klien post appendiktomi hari ke 1. Intoleransi aktivitas Efek anestesi

B. Diagnosa Keperawatan
Setelah data terkumpul dan di analisa, maka dapat dirumuskan beberapa diagnosa keperawatan, adapun diagnosa keperawatan tersebut disusun berdasarkan hirarki maslows adalah sebagai berikut :
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.
2. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan masunya mikroorganisme pathogen akibat tindakan invasive (pemasangan infus).
3. Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pembatasan masukan oral.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan efek anestesi.

C. Perencanaan, Pelaksanaan, dan Evaluasi Keperawatan
Diagnosa 1
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan ditandai dengan
Data Subyektif : Klien mengeluh nyeri pada luka post appendiktomi, kualitas nyeri seperti berdenyut, intensitas terus menerus, karakteristik nyeri setempat, nyeri timbul pada saat klien melakukan pergerakan atau perubahan posisi dan akan berkurang jika klien beristirahat.
Data Obyektif : Keadaan umum sakit sedang, kesadaran composmentis, hasil observasi tanda-tanda vital Td : 130/90 mmHg, Nd : 80 x/menit, Rr : 20 x/menit, Sh : 360C. Terlihat luka post op di perut kanan bawah dengan panjang + 5 cm. Skala nyeri 5
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan gangguan rasa nyaman nyeri teratasi/berkurang
Kriteria hasil : Klien melaporkan rasa nyeri yang berkurang, tanda-tanda vital dalam batas normal (Td : 120/80 mmHg, Nd : 80-100 x/menit, Rr : 18-24 x/menit, Sh : 36-370C), tampak ekspresi wajah rileks, skala nyeri 0-1.
Rencana tindakan
Mandiri
Observasi tanda-tanda vital, kaji skala nyeri, kaji lokasi, durasi, kualitas, intensitas, dan karakteristik nyeri, anjurkan untuk melakukan teknik manajemen nyeri, anjurkan untuk mengalihkan perhatian nyeri dengan cara melakukan hal-hal yang menyenangkan (menonton tv, mendengarkan radio, membaca), observasi keadaan luka, lakukan perawatan luka teknik aseptic dan antiseptic.
Kolaborasi
Beri terapi sesuai program (Injeksi Lactor 3 x 30mg/IV) pada pukul 02.00 WIB, 10.00 WIB, dan 18.00 WIB.


Pelaksanaan Keperawatan
Tanggal 14 Juli 2010
Pukul 17.00 WIB melakukan observasi tanda-tanda vital, hasil : tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36⁰C. (Alif Disiska). Pukul 17.20 WIB mengkaji keluhan nyeri, hasil : klien mengeluh nyeri pada luka post appendiktomy, kualitas nyeri seperti berdenyut, intensitas terus menerus, karakteristik nyeri setempat, nyeri timbul pada saat klien melakukan pergerakan atau perubahan posisi dan akan berkurang jika klien beristirahat. (Alif Disiska). Pukul 17.30 WIB menganjurkan teknik relaksasi untuk mengurangi nyeri, hasil : klien mengerti dan akan melakukannya. (Alif Disiska). Pukul 18.00 WIB memberikan terapi parenteral Injeksi Lactor 30 mg/IV, hasil : obat masuk sesuai program melalui pembuluh darah vena. (Alif Disiska).

Evaluasi Keperawatan
Tanggal 15 Juli 2010 Pukul 07.00 WIB
Evaluasi keperawatan secara subyektif , klien mengatakan nyeri pada daerah post operasi, intensitas nyeri terus menerus, kualitas nyeri sedang, karakteristik nyeri berdenyut, klien mengatakan nyeri baru hilang jika klien beristirahat. Secara obyektif yaitu observasi tanda-tanda vital tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36⁰C. Skala nyeri 4. Tampak luka post appendiktomy di perut kanan bawah, kondisi luka tertutup kassa steril. Masalah keperawatan belum teratasi, tujuan keperawatan belum tercapai. Tindakan keperawatan dilanjutkan dengan rencana tindakan secara mandiri yaitu observasi tanda-tanda vital, kaji skala nyeri, kaji lokasi, durasi, intensitas, kualitas, dan karakteristik nyeri, anjurkan teknik manajemen nyeri, observasi keadaan luka, lakukan perawatan luka dengan teknik aseptic dan atiseptik. Rencana tindakan kolaborasi beri obat sesuai program (Injeksi Lactor 3 x 30mg/IV) pada pukul 02.00 WIB, 10.00 WIB, dan 18.00 WIB.

Pelaksanaan Keperawatan
Tanggal 15 Juli 2010
Pukul 02.00 WIB memberikan terapi parenteral Injeksi Lactor 30mg/IV, hasil : obat masuk sesuai program melalui pembuluh darah vena. (Perawat dinas malam). Pukul 07.00 WIB melakukan observasi tanda-tanda vital, hasil : tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36⁰C. (Perawat dinas malam). Pukul 10.00 WIB memberikan terapi parenteral Injeksi Lactor 30mg/IV, hasil : obat masuk sesuai program melalui pembuluh darah vena. (Alif Disiska). Pukul 12.00 WIB melakukan observasi tanda-tanda vital, hasil : tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36⁰C. (Alif Disiska). Pukul 17.00 WIB melakukan observasi tanda-tanda vital, hasil : tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 78 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36⁰C. (Perawat dinas sore). Pukul 18.00 WIB memberikan terapi parenteral Injeksi Lactor 30mg/IV, hasil : obat masuk sesuai program melalui pembuluh darah vena. (Perawat dinas sore).

Evaluasi Keperawatan
Tanggal 16 Juli 2010 Pukul 07.00 WIB
Evaluasi keperawatan secara subyektif , klien mengatakan nyeri pada daerah post operasi, intensitas nyeri terus menerus, kualitas nyeri sedang, karakteristik nyeri berdenyut, klien mengatakan nyeri baru hilang jika klien beristirahat dan jika diberi obat analgetik. Secara obyektif, observasi tanda-tanda vital tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36⁰C, skala nyeri 3, tampak luka post appendiktomi di perut kanan bawah, kondisi luka tertutup kassa steril. Masalah keperawatan belum teratasi, tujuan keperawatan belum tercapai. Tindakan keperawatan dilanjutkan dengan rencana tindakan mandiri observasi tanda-tanda vital, kaji skala nyeri, kaji lokasi, durasi, intensitas, kualitas, dan karakteristik nyeri, observasi keadaan luka, lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik dan antiseptik, serta rencana tindakan kolaborasi beri obat sesuai program (Injeksi Lactor 3 x 30mg/IV) pada pukul 02.00 WIB, 10.00 WIB, dan 18.00 WIB.

Pelaksanaan Keperawatan
Tanggal 16 Juni 2010
Pukul 02.00 WIB memberikan terapi parenteral Injeksi Lactor 30mg/IV, hasil : obat masuk sesuai program melalui pembuluh darah vena. (Perawat dinas malam). Pukul 07.00 melakukan observasi tanda-tanda vital, hasil tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36⁰C. (Perawat dinas malam). Pukul 09.00 WIB melakukan perawatan luka post op dan mengobservasi keadaan luka, hasil : klien merasa nyaman dan keadaan luka baik. (Alif Disiska). Pukul 10.00 WIB memberikan terapi parenteral Injeksi Lactor 30mg/IV, hasil : obat masuk sesuai program melalui pembuluh darah vena. (Alif Disiska). Pukul 12.00 melakukan observasi tanda-tanda vital, hasil tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36⁰C. (Alif Disiska). Pukul 13.00 WIB mengkaji keluhan nyeri, hasil : klien mengatakan nyeri pada luka post op sudah berkurang, skala nyeri 1. (Alif Disiska). Pukul 17.00 melakukan observasi tanda-tanda vital, hasil tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36⁰C. (Perawat dinas sore). Pukul 18.00 WIB memberikan terapi parenteral Injeksi Lactor 30mg/IV, hasil : obat masuk sesuai program melalui pembuluh darah vena. (Perawat dinas sore).

Evaluasi Keperawatan
Tanggal 17 Juli 2010
Evaluasi keperawatan secara subyektif , klien mengatakan nyeri pada luka post op sudah berkurang. Secara obyektif , observasi tanda-tanda vital, hasil tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 74 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36⁰C, skala nyeri 1. Masalah keperawatan teratasi, tujuan telah tercapai. Tindakan keperawatan dihentikan.

Diagnosa 2
Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan masuknya mikroorganisme pathogen akibat tindakan invasive (pemasangan infus) ditandai dengan
Data Subyektif : ---
Data Obyektif : Tampak terpasang IVFD RL 20 tetes/menit di tangan sebelah kiri sejak tanggal 10 Juli 2010, hasil pemeriksaan laboatorium tanggal 14 Juli 2010 Leukosit : 4.000/ul.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5 x 24 jam diharapkan resiko terjadinya infeksi teratasi.
Kriteria hasil : Tidak ada tanda-tanda infeksi (kalor, dolor, tumor, rubor, dan fungsiolesa), tanda-tanda vital dalam batas normal (Td : 120/80 mmHg, Nd : 80-100 x/menit, Rr : 18-24 x/menit, Sh : 36-370C), hasil pemeriksaan laboratorium leukosit dalam batas normal ( 5.000-10.000/ul).
Rencana tindakan
Mandiri
Observasi tanda-tanda vital, kaji tanda-tanda infeksi (kalor, dolor, tumor, rubor, dan fungsiolesa), lakukan perawatan infus tiap hari, ganti lokasi penusukan infus tiap 3 x 24 jam.
Kolaborasi
Beri terapi sesuai program (injeksi Kedacillin 3 x 1gr/IV) pada pukul 02.00 WIB, 10.00 WIB, dan 18.00 WIB.

Pelaksanaan Keperawatan
Tanggal 14 Juli 2010
Pukul 17.00 WIB melakukan observasi tanda-tanda vital, hasil : tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36⁰C. (Alif Disiska). Pukul 18.00 WIB memberikan terapi parenteral injeksi Kedacillin 1gr/IV. Hasil : obat masuk sesuai program melalui pembuluh darah vena. (Alif Disiska). Pukul 19.00 WIB melakukan perawatan infus. Hasil : infus terpasang dengan baik, tetasan lancar, dan menetes sesuai program. (Alif Disiska). Pukul 19.10 WIB mengkaji tanda-tanda infeksi (kalor, dolor, tumor, rubor, dan fungsiolesa). Hasil : tidak ada tanda-tanda infeksi (kalor, dolor, tumor, rubor, dan fungsiolesa). (Alif Disiska).

Evaluasi Keperawatan
Tangal 15 Juli 2010 Pukul 07.00 WIB
Evaluasi keperawatan secara subyektif , tidak ada. Secara obyektif yaitu observasi tanda-tanda vital, tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36⁰C. Tampak terpasang infuse IVFD RL 20 tetes/menit di tangan sebelah kiri. Infus terpasang dengan baik, tetesan lancar, dan menetes sesuai program. tidak ada tanda-tanda infeksi (kalor, dolor, tumor, rubor, dan fungsiolesa). Masalah keperawatan belum teratasi, tujuan belum tercapai. Tindakan keperawatan dilanjutkan dengan rencana tindakan mandiri observasi tanda-tanda vital, kaji tanda-tanda infeksi (kalor, dolor, tumor, rubor, dan fungsiolesa), lakukan perawatan infus tiap hari, dan ganti lokasi penusukan infuse tiap 3 x 24 jam. Rencana tindakan kolaborasi, beri terapi sesuai program (injeksi Kedacillin 3 x 1gr/IV) pada pukul 02.00 WIB, 10.00 WIB, dan 18.00 WIB.

Pelaksanaan Keperawatan
Tanggal 15 Juli 2010
Pukul 01.00 WIB melakukan perawatan infus : mengganti cairan infus IVFD RL 20 tetes/menit, hasil : tetesan infus lancar, menetes sesuai program 20 tetes/menit. (Perawat dinas malam). Pukul 02.00 WIB memberikan terapi parenteral injeksi Kedacillin 1gr/IV. Hasil : obat masuk sesuai dengan program melalui pembuluh darah vena. (Perawat dinas malam). Pukul 07.00 WIB melakukan observasi tanda-tanda vital, hasil : tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36⁰C. (Perawat dinas malam). Pukul 09.00 WIB melakukan perawatan infus : mengganti cairan infus IVFD RL 30 tetes/menit, hasil : tetesan infus lancar, menetes sesuai program. (Alif Disiska). Pukul 10.00 WIB memberikan terapi parenteral injeksi Kedacillin 1gr/IV. Hasil : obat masuk sesuai dengan program melalui pembuluh darah vena. (Alif Disiska). Pukul 11.30 WIB melakukan observasi tanda-tanda vital, hasil : tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36⁰C. (Alif Disiska). Pukul 14.00 WIB melakukan perawatan infus. Hasil : infus terpasang dengan baik, tetesan lancar, dan menetes sesuai program. (Alif Disiska). Pukul 17.00 WIB melakukan observasi tanda-tanda vital, hasil : tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36⁰C. (Perawat dinas sore). Pukul 17.30 WIB melakukan perawatan infus : mengganti cairan infus IVFD RL 30 tetes/menit, hasil : tetesan infus lancar, menetes sesuai program. (Perawat dinas sore). Pukul 18.00 WIB memberikan terapi parenteral injeksi Kedacillin 1gr/IV. Hasil : obat masuk sesuai dengan program melalui pembuluh darah vena.(Perawat dinas sore).

Evaluasi Keperawatan
Tangal 16 Juli 2010 Pukul 07.00 WIB
Evaluasi secara subyektif, tidak ada. Secara obyektif , observasi tanda-tanda vital, hasil tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36⁰C, Tampak terpasang infuse IVFD RL 20 tetes/menit di tangan sebelah kiri. Infuse terpasang dengan baik, tetesan lancar, dan menetes seuai program. tidak ada tanda-tanda infeksi (kalor, dolor, tumor, rubor, dan fungsiolesa). Masalah keperawatan belum teratasi, tujuan belum tercapai. Tindakan keperawatan dilanjutkan dengan rencana tindakan mandiri observasi tanda-tanda vital, kaji tanda-tanda infeksi (kalor, dolor, tumor, rubor, dan fungsiolesa), lakukan perawatan infuse tiap hari, ganti lokasi penusukan infuse tiap 3 x 24 jam. Rencana tindakan kolaborasi, beri terapi sesuai program (injeksi Kedacillin 3 x 1gr/IV) pada pukul 02.00 WIB, 10.00 WIB, dan 18.00 WIB.

Pelaksanaan Keperawatan
Tanggal 16 Juli 2010
Pukul 02.00 WIB memberikan terapi parenteral Injeksi Kedacillin 1gr/IV, hasil : obat masuk sesuai program melalui pembuluh darah vena.(Peawat dinas malam). Pukul 07.00 melakukan observasi tanda-tanda vital, hasil tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36⁰C. (Perawat dinas malam). Pukul 09.00 WIB melakukan perawatan infus : mengganti cairan infus IVFD RL 30 tetes/menit, hasil : tetesan infus lancar, menetes sesuai program. (Alif Disiska). Pukul 10.00 WIB memberikan terapi parenteral Injeksi Kedacillin 1gr/IV, hasil : obat masuk sesuai program melalui pembuluh darah vena. (Alif Disiska). Pukul 11.30 WIB melakukan observasi tanda-tanda vital, hasil : tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36⁰C. (Alif Disiska). Pukul 13.00 WIB melakukan perawatan infuse. Hasil : infuse terpasang dengan baik, tetesan lancar, dan menetes sesuai program (20 tetes/menit). (Alif Disiska). Pukul 16.00 WIB melakukan perawatan infus : mengganti cairan infus IVFD RL 30 tetes/menit, hasil : tetesan infus lancar, menetes sesuai program. (Perawat dinas sore). Pukul 17.00 WIB melakukan observasi tanda-tanda vital, hasil : tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36⁰C. (Perawat dinas sore). Pukul 18.00 WIB memberikan terapi parenteral Injeksi Kedacillin 1gr/IV, hasil : obat masuk sesuai program melalui pembuluh darah vena. (Perawat dinas sore).


Evaluasi Keperawatan
Tanggal 17 Juli 2010 Pukul 07.00 WIB
Evaluasi keperawatan secara subyektif, tidak ada. Secara obyektif , observasi tanda-tanda vital, hasil tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 74 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36⁰C, tampak terpasang infuse IVFD RL 20 tetes/menit di tangan sebelah kiri, tetesan lancar, dan menetes seuai program. Masalah keperawatan belum teratasi, tujuan belum tercapai. Tindakan keperawatan dilanjutkan dengan rencana tindakan mandiri observasi tanda-tanda vital, kaji tanda-tanda infeksi (kalor, dolor, tumor, rubor, dan fungsiolesa), lakukan perawatan infuse tiap hari, ganti lokasi penusukan infuse tiap 3 x 24 jam. Rencana tindakan kolaborasi, beri terapi sesuai program (injeksi Kedacillin 3 x 1gr/IV) pada pukul 02.00 WIB, 10.00 WIB, dan 18.00 WIB.

Diagnosa 3
Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pembatasan masukan oral ditandai dengan :
Data Subyektif : Klien mengatakan belum makan dan minum.
Data Obyektif : Bising usus lemah, 2x/menit, diit makan dan minum bertahap sampai bising usus baik.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak terjadi.
Kriteria Hasil : Klien dapat makan dan minum sesuai dengan kebutuhan, bising usus baik 6-12x.menit.
Rencana Tindakan
Mandiri
Kaji sejauh mana ketidakadekuatan nutrisi klien, perkirakan / hitung pemasukan kalori, anjurkan kebersihan oral sebelum makan, tawarkan minum saat makan bila toleran, libatkan pasien dalam perencanaan, beri makanan yang bervariasi, auskultasi bising usus.
Kolaborasi
Beri diit sesuai program {makan bertahap mulai dari makan cair, makan lunak(bubur saring dan bubur kasar), makan biasa} dan beri terapi sesuai program (Injeksi Ranitidine 3 x 25mg/IV) pada pukul 02.00 WIB, 10.00 WIB, dan 18.00 WIB

Pelaksanaan Keperawatan
Tanggal 14 Juli 2010
Pukul 18.00 WIB memberikan terapi parenteral (injeksi Ranitidine 3 x 25mg/IV). Hasil : obat masuk sesuai program melalui pembuluh darah vena.(Alif Disika). Pukul 19.00 WIB melakukan auskultasi bising usus. Hasil : bising usus lemah, 2 x/menit. (Alif Disiska)

Evaluasi Keperawatan
Tanggal 15 Juli 2010 Pukul 07.00 WIB
Evaluasi keperawatan secara subyektif yaitu klien mengatakan sudah minum sedikit. Secara obyektif bising usus lemah, 3 x/menit. Masalah keperawatan belum teratasi, tujuan keperawatan belum tercapai. Tindakan keperawatan dilanjutkan dengan rencana tindakan mandiri kaji sejauh mana ketidakadekuatan nutrisi klien, perkirakan / hitung pemasukan kalori, jaga komentar tentang nafsu makan sampai minimal, anjurkan kebersihan oral sebelum makan, auskultasi bising usus dan rencana tindakan kolaborasi yaitu berikan diit makan bertahap sesuai dengan kemampuan, beri terapi sesuai program (Injeksi Ranitidine 3 x 25mg/IV) pada pukul 02.00 WIB, 10.00 WIB, dan 18.00 WIB.

Pelaksanaan Keperawatan
Tanggal 15 Juli 2010
Pukul 02.00 WIB memberikan terapi parenteral (injeksi Ranitidine 3 x 25mg/IV). Hasil : obat masuk sesuai program melalui pembuluh darah vena. (Perawat dinas malam). Pukul 07.00 WIB melakukan auskultasi bising usus. Hasil : bising usus 3 x/menit. (Perawat dinas malam). Pukul 10.00 WIB memberikan terapi parenteral (injeksi Ranitidine 3 x 25mg/IV). Hasil : obat masuk sesuai program melalui pembuluh darah vena. (Alif Disiska). Pukul 12.00 WIB memberikan diit makan cair 250 cc. Hasil : klien makan habis 240 cc. (Alif Disiska). Pukul 16.00 WIB melakukan auskultasi bising usus. Hasil : bising usus 5x/menit. (Perawat dinas sore). Pukul 17.00 WIB memberikan diit makan lunak. Hasil : klien makan habis ½ porsi. (Perawat dinas sore). Pukul 18.00 WIB memberikan terapi parenteral (injeksi Ranitidine 3 x 25mg/IV). Hasil : obat masuk sesuai program melalui pembuluh darah vena. (Perawat dinas sore).

Evaluasi Keperawatan
Tanggal 16 Juli 2010 Pukul 07.00 WIB
Evaluasi keperawatan secara subyektif yaitu klien mengatakan sudah makan habis 1 porsi. Secara obyektif bising usus 7x/menit, diit makan lunak. Masalah keperawatan belum teratasi, tujuan keperawatan belum tercapai. Tindakan keperawatan dilanjutkan dengan rencana tindakan mandiri Kaji sejauh mana ketidakadekuatan nutrisi klien, perkirakan / hitung pemasukan kalori, jaga komentar tentang nafsu makan sampai minimal, anjurkan kebersihan oral sebelum makan, tawarkan minum saat makan bila toleran, libatkan pasien dalam perencanaan, beri makanan yang bervariasi, auskultasi bising usus. Rencana tindakan kolaborasi beri diit sesuai program {makan bertahap mulai dari makan cair, makan lunak(bubur saring dan bubur kasar), makan biasa} dan beri terapi sesuai program (Injeksi Ranitidine 3 x 25mg/IV) pada pukul 02.00 WIB, 10.00 WIB, dan 18.00 WIB.

Pelaksanaan Keperawatan
Tanggal 16 Juli 2010
Pukul 02.00 WIB memberikan terapi parenteral (injeksi Ranitidine 3 x 25mg/IV). Hasil : obat masuk sesuai program melalui pembuluh darah vena. (Perawat dinas malam). Pukul 06.00 WIB memberikan diit makan lunak, hasil : kliem makan habis 1 porsi. (Perawat dinas malam). Pukul 07.00 WIB melakukan auskultasi bising usus. Hasil : bising usus 10 x/menit. (Perawat dinas malam). Pukul 10.00 WIB memberikan terapi parenteral (injeksi Ranitidine 3 x 25mg/IV). Hasil : obat masuk sesuai program melalui pembuluh darah vena. (Alif Disiska). Pukul 12.00 WIB memberikan diit sesuai. Hasil : klien makan habis 1 porsi. (Alif Disiska). Pukul 17.00 WIB memberikan diit sesuai. Hasil : klien makan habis 1 porsi. (Perawat dinas sore). Pukul 18.00 WIB memberikan terapi parenteral (injeksi Ranitidine 3 x 25mg/IV). Hasil : obat masuk sesuai program melalui pembuluh darah vena. (Perawata dinas sore).

Evaluasi Keperawatan
Tanggal 17 Juli 2010 Pukul 07.00 WIB
Evaluasi keperawatan secara subyektif yaitu klien mengatakan sudah makan habis 1 porsi. Secara obyektif bising usus 10x/menit, diit makan biasa. Masalah keperawatan teratasi, tujuan keperawatan tercapai. Tindakan keperawatan dihentikan.

Diagnosa 4
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan efek anestesi ditandai dengan
Data Subyektif : Klien mengeluh kedua kakinya tidak dapat digerakkan.
Data Obyektif : Keadaan umum sakit sedang, kesadaran composmentis, tampak aktivitas dibantu oleh keluarga, mobilisasi bedrest dalam 24 jam, respon sensori (+), respon motorik (-), klien hari ke 1 post appendiktomi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan kebutuhan aktivitas terpenuhi.
Kriteria hasil : Respon sensori (+), respon motorik (+), klien dapat beraktivitas dengan bantuan minimal/mandiri, mobilisasi pasca operasi baik.
Rencana tindakan
Observasi tanda-tanda vital, kaji keadaan umum dan tingkat kesadaran, kaji respon motorik dan sensorik pasca operasi, bantu klien dalam beraktivitas, ajarkan mobilisasi bertahap pasca operasi, dekatkan alat-alat yang dibutuhkan oleh klien, kaji tingkat kekuatan otot.

Pelaksanaan Keperawatan
Tanggal 14 Juli 2010
Pukul 17.00 WIB melakukan observasi tanda-tanda vital, hasil : tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36⁰C. (Alif Disiska). Pukul 17.10 WIB mengkaji respon motorik dan respon sensorik, hasil respon motorik (-), respon sensori (+). (Alif Disiska).


Evaluasi Keperawatan
Tanggal 15 Juli 2010 Pukul 07.00 WIB
Evaluasi keperawatan secara subyektif, klien mengatakan kakinya sudah dapat digerakkan. Secara obyektif, observasi tanda-tanda vital, hasil : tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36⁰C. Tampak aktivitas dibantu oleh keluarga, respon sensori (+) respon motorik (+). Masalah keperawatan teratasi. Tindakan keperawatan dihentikan.

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan membandingkan dan menganalisa antara teori dengan kasus yang telah dibahas pada bab III mengenai asuhan keperawatan pada klien Ny. K dengan Post Appendiktomi.

Adapun yang akan dibahas dalam bab ini meliputi kesamaan, kesenjangan antara teori dan kasus yang ditemukan pada klien Ny. K dengan Post Appendiktomi serta faktor penghambat dan pendukung dalam asuhan keperawatan pada klien Ny. K dengan diagnosa medis Post Appendiktomi diruang Cendana I Rumah Sakit Pusat Kepolisian Raden Said Sukanto Jakarta yang dilakukuan selama dua hari dari tanggal 14 Juli 2010 sampai 16 Juli 2010.

A. Pengkajian Keperawatan
Proses pengumpulan data dilaksanakan pada tanggal 14 Juli 2010. Pada tahap pengkajian penulis mengumpulkan data dasar melalui wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dan catatan medis pasien.

Pengkajian menurut rencana asuhan keperawatan Marylinn E. doenges yaitu kelemahan saat beraktivitas, takikardi, distensi abdomen, penurunan atau tidak ada bising usus, dehidrasi, nyeri pada luka insisi pembedahan, konstipasi, mual dan muntah. Sedangkan data yang ada pada teori tetapi tidak ada pada kasus adalah takikardi karena menurut teori takikardi dikarenakan sirkulasi darah yang tidak teratur sedangkan Ny. K dengan post op pada hari pertama tidak ditemukan takikardi. Hal ini dilihat dari data yang diperoleh dari pengkajian, tanda-tanda vital dalam batas normal yaitu TD : 130/90mmHg, N : 80x/menit, Rr : 20x/menit, Sh : 36⁰C. Tidak ada penurunan bising usus, pada Ny. K ditemukan adanya bising usus yang lemah yaitu 3 x/menit. Dehidrasi tidak terjadi karena tidak ditemukannya data yang menunjukkan Ny. K mengalami dehidrasi, Mual muntah juga tidak ditemukan karena tidak terjadi distensi abdomen, menurut teori adanya mual disebabkan karena mucus yang diproduksi mukosa terus-menerus dan meningkatkan gastrointestinal sehingga terjadi distensi abdomen sehingga menimbulkan rasa mual.

meningkatkan gastrointestinal sehingga terjadi distensi abdomen sehingga menimbulkan rasa mual. Pada pemeriksaan penunjang/diagnostik yaitu pemeriksaan foto abdomen dan pemeriksaan laboratorium (leukosit) tidak dilakukan karena pada pemeriksaan klinik tidak ditemukan adanya tanda-tanda terjadinya komplikasi pasca pembedahan dan tidak ditemukannya tanda-tanda infeksi pasca pembedahan.

Faktor pendukung yaitu pada pengkajian keperawatan klien terlihat kooperatif sedangkan faktor penghambat yaitu data-data yang ada pada status klien kurang lengkap. Pemecahan masalahnya yaitu dengan cara bertanya kembali kepada klien ataupun keluarga klien serta pada perawat yang bertanggung jawab di ruangan tersebut.

B. Diagnosa Keperawatan
Pada diagnosa keperawatan pada klien dengan post appendiktomi di dalam teori terdapat 4 diagnosa keperawatan. Pada kasus Ny. K dengan post appendiktomi terdapat 4 diagnosa keperawatan. Adapun diagnosa yang muncul pada teori tetapi tidak muncul pada kasus adalah
1. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan pasca operasi. Diagnosa ini tidak muncul karena pada Ny. K tidak di temukan data yang menunjukkan bahwa Ny. K mengalami dehidrasi yaitu mukosa bibir pasien lembab, turgor kulit baik, tanda-tanda vital dalam batas normal yaitu TD : 130/90 mmHg, N : 80 x/menit, Rr : 20 x/menit dan Sh : 36⁰C.
2. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) berhubungan dengan kurangnya informasi. Diagnosa ini tidak muncul karena pada saat pengkajian ditemukan data bahwa klien mengerti tentang penyakitnya yaitu klien dapat menyebutkan penyebab, tanda dan gejala yang timbul, persiapan yang dilakukan sebelum operasi, dan alasan mengapa harus dilakukan tindakan pembedahan, serta tindakan yang harus dilakukan post operasi (tidak mengangkat kepala atau tirah baring selama 24 jam dan puasa sampai dengan bising usus ada dan baik).


Sedangkan ada dua diagnosa yang tidak ada di teori tetapi muncul pada kasus yaitu
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan efek anestesi. Diagnosa ini muncul dikarenakan klien post appendiktomy hari pertama. Selain itu, pada saat dilakukan pengkajian ditemukan data Ny. K mengatakan tidak dapat menggerakkan kakinya dan belum ada respon motorik. Tirah baring selama 24 jam merupakan suatu intervensi dimana klien dibatasi untuk tetap berada di tempat tidur guna mencapai tujuan terapeutik yaitu untuk mengurangi nyeri pasca operasi dan mengembalikan kekuatan otot dari efek anestesi.
2. Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan pembatasan masukan oral. Diagnosa ini muncul karena klien post appendiktomi hari pertama masih dalam kondisi puasa dan diit makan yang diberikan yaitu makan dan minum bertahap sampai bising usus baik. Selain itu, pada klien post appendiktomi peristaltik usus belum normal, sehingga asam lambung/ getah lambung tidak disekresikan. Sekresi getah lambung akan kembali jika dirangsang dengan makanan (asupan nutrisi secara bertahap) sehingga akan meningkatkan fungsi lambung dan peristaltik usus.

Pada tahap ini yang menjadi faktor pendukung yaitu berdasarkan hasil analisa data ditemukannya data-data yang mengacu pada diagnosa keperawatan yang muncul.

Selain itu faktor penghambat yang muncul yaitu ada beberapa data atau informasi yang kurang lengkap pada saat pengkajian sehingga penulis sedikit kesulitan dalam menegakkan diagnosa. Tetapi dengan cara mengkaji ulang dan mengumpulkan informasi lebih lengkap lagi maka diagnosa pun dapat ditegakkan.

C. Perencanaan Keperawatan
Pada tahap perencanaan keperawatanterdapat perbedaan antara teori dan kasus. Dimana pada teori tidak dicantumkan waktu karena tidak dapat diidentifikasi, sedangkan pada kasus waktu dibutuhkan untuk program tercapainya tujuan keperawatan. Diagnosa keperawatan disusun berdasarkan hirarki Maslows.

Pada penentuan prioritas ditemukan kesenjangan dimana pada teori diagnosa gangguan rasa nyaman nyeri merupakan diagnosa ketiga, tetapi pada kasus menjadi diagnosa prioritas. Rencana tersebut menjadi prioritas karena pada klien Ny. K post operasi hari ke-1 masih merasakan nyeri pada luka insisi pembedahan dengan skala nyeri 5 (sedang). Selain itu, nyeri merupakan sensori subyektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan bagi pasien berkaitan dengan kerusakan jaringan. Sehingga nyeri dapat merupakan faktor utama yang menghambat kemampuan dan keinginan individu untuk pulih dari suatu penyakit.
Sedangkan pada diagnosa terjadinya infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, Diagnosa ini menjadi diagnosa kedua dikarenakan jika resiko infeksi ini tidak diatasi maka dapat menyebabkan terjadinya infeksi yang juga dapat berakibat menghambat proses penyembuhan luka pada klien.

Diagnosa resiko gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pembatasan masukan oral. Diagnosa ini menjadi diagnosa ketiga bila intake berkurang maka kebutuhan nutrisi tidak terpenuhi, sementara fungsi umum dari nutrisi sebagai sumber energi, memelihara jaringan tubuh, mengganti sel tubuh yang rusak, mempertahankan vitalitas tubuh sehingga apabila kebutuhan nutrisi tidak terpenuhi dapat mempengaruhi proses penyembuhan.

Diagnosa intoleransi aktivitas berhubungan dengan efek anestesi menjadi diagnosa keempat, hal ini karena klien masih dapat beraktivitas walaupun terbatas. Selain itu juga, tampak klien selalu didampingi oleh keluarganya sehingga kebutuhan sehari-hari klien dapat terpenuhi.

Faktor pendukung yang penulis dapatkan pada penyusunan perencanaan adalah adanya bantuan dari perawat senior dan kawan-kawan mahasiswa dalam membuat rencana keperawatan. Faktor penghambat yang ditemukan adalah penulis tidak mengalami kesulitan dalam menyusun rencana keperawatan.


D. Pelaksanaan Keperawatan
Dalam tahap pelaksanaan, tindakan keperawatan dilakukan sesuai dengan rencana yang telah dibuat dan semua tindakan yang dilakukan pada klien didokumentasikan ke dalam catatan keperawatan.

Dalam diagnosa pertama yaitu gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan, penulis tidak melaksanakan menganjurkan klien untuk mengalihkan perhatian nyeri ke hal-hal yang menyenagkan. Hal ini dikarenakan nyeri sudah dapat teratasi sedikit dengan bantuan teknik manajemen nyeri yang sebelumnya telah diajarkan oleh perawat kepada klien sebelum klien dilakukan operasi.

Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan sesuai dengan rencana yang telah dibuat. Untuk diagnosa yang pertama yaitu gangguan rasa nyaman nyeri tindakan keperawatan yang dilakukan adalah mengkaji lokasi dan karakteristik nyeri, yaitu nyeri perut kanan bawah dengan skala nyeri 5, mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam, memberikan posisi nyaman sehingga klien lebih rileks dan nyaman, melakukan perawatan luka post op dan melakukan observasi keadaan luka, serta memberikan terapi parenteral injeksi Lactor 3 x 30 mg/IV.

Untuk diagnosa yang kedua yaitu resiko terjadinya infeksi tindakan keperawatan yang dilaksanakan adalah mengobservasi tanda-tanda vital, melakukan perawatan infuse setiap hari, dan memberikan terapi parenteral injeksi Kedacillin 3 x 1gr/IV. Adapun tindakan keperawatan yang tidak dapat dilakukan adalah mengganti lokasi penusukan infus, karena kondisi daerah pemasangan infus tidak ada tanda-tanda infeksi, infus menetes dengan lancar, dan kondisi terpasang dengan baik di dalam pembuluh darah vena. Melakukan kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium (leukosit) juga tidak dapat dilaksanakan karena tidak ditemukan tanda-tanda infeksi.

Diagnosa resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan pembatasan masukan oral dan diagnosa intoleransi aktivitas semua rencana tindakan dapat direalisasikan secara nyata sesuai dengan rencana tindakan yang telah dibuat pada perencanaan keperawatan.

Faktor pendukung yang penulis dapatkan adalah keluarga yang sangat kooperatif dan mau bekerja sama saat dilakukan tindakan keperawatan. Tidak banyak mengalami kesulitan karena sikap kooperatif klien dan keluarga serta bimbingan dari perawat ruangan sehingga tindakan keperawatan dapat terlaksana dengan baik.

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam penulisan proses kepeawatan, pada evaluasi ini penulis menilai sejauh mana tujuan keperawatan dapat dicapai dari 3 diagnosa pada kasus Ny. K. Setelah dievaluasi ada 3 diagnosa yang teratasi yaitu:
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhuubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan. Diagnosa ini telah teratasi, hal tersebut dapat terlihat pada klien yang tampak lebih rileks, dan didapatkan skala nyeri berkurang yaitu yang awalnya skala nyeri 5 menjadi 1.
2. Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pembatasan masukan oral. Disgnosa ini telah teratasi karena klien dapat memenuhi kebutuhsn nutrisinya dengan baik sesuai diit yang diberikan.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan efek anestesi, diagnosa ini telah teratasi karena pada hari kedua asuhan keperawatan klien mengatakan sudah dapat menggerakkan kedua kakinya.

Sedangkan diagnosa keperawatan yang belum teratasi adalah resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan prosedur invasif. Diagnosa ini belum teratasi, karena pada tanggal 17 Juli 2010 klien masih terpasang infus IVFD RL 20 tetes/menit ditangan kiri.

Faktor pendukung yang penulis temukan saat melakukan evaluasi keperawatan adalah adanya bantuan dari perawat ruangan dan rekan mahasiswa dalam memberikan askep pada klien, serta dengan adanya informasi dari tenaga medis lainnya, juga adanya kriteria hasil yang sudah penulis buat sebelumnya sehingga dapat di jadikan pedoman dalam menentukan apakah tujuan tercapai atau belum.

Faktor penghambat yang penulis temukan adalah adanya keterbatasan waktu dalam melaksanakan tindakan keperawatan. Alternatif pemecahan masalah yang penulis lakukan adalah dengan mengkonfirmasikan/mendelegasikan perencanaan keperawatan kepada perawat di ruangan untuk melanjutkan sehingga evaluasi dapat dilakukan secara tuntas.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengkajian pada Ny. K dengan diagnosa post appendiktomi, diperoleh data bahwa Klien mengeluh nyeri pada luka post appendiktomi, kualitas nyeri seperti berdenyut, intensitas terus menerus, karakteristik nyeri setempat, nyeri timbul pada saat klien melakukan pergerakan atau perubahan posisi dan akan berkurang jika klien beristirahat atau diberikan obat analgetik, klien mengeluh kakinya tidak dapat digerakkan, klien mengatakan belum makan maupun minum.

Pada diagnosa keperawatan yang muncul pada teori dengan klien post appendiktomi adalah empat diagnosa, dua diagnosa keperawatan tidak terdapat dalam kasus. Hal ini dikarenakan tidak ada data yang menunjang untuk menegakkan diagnosa keperawatan tersebut. Adapun diagnosa yang muncul pada kasus adalah gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan, resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan masuknya mikroorganisme pathogen akibat tindakan invasif (pemasangan infus), resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pembatasan masukan oral, dan intoleransi aktivitas berhubungan dengan efek anestesi.

Pada tahap perencanaan, rencana keperawatan disusun sesuai dengan masalah keperawatan. Dalam memprioritaskan masalah keperawatan dilihat dari kebutuhan dan kondisi klien pada saat pengkajian.

Pada tahap pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana keperawatan yang telah dibuat dan didokumentasikan pada catatan keperawatan. Namun ada beberapa pelaksanaan tindakan keperawatan yang tidak dilakukan sesuai dengan teori yang telah dibuat. Pada diagnosa pertama, penulis tidak mengajurkan klien untuk mengalihkan perhatian nyeri ke hal-hal yang menyenangkan.

Pada tahap evaluasi yang di lakukan pada tanggal 17 Juli 2010 dari empat diagnosa keperawatan yang ada tujuan belum tercapai dan masalah keperawatan belum teratasi semua. Adapun diagnose yang belum teratasi adalah resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan masuknya mikroorganisme pathogen karena tindakan invasive (pemasangan infus). Diagnosa gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan dan intoleransi aktivitas berhubungan dengan efek anestesi dapat dievaluasi secara tuntas.

mengajurkan klien untuk mengalihkan perhatian nyeri ke hal-hal yang menyenangkan. Pada diagnosa ke dua, penulis tidak melakukan pemeriksaan laboratorium (leukosit) dan tidak melakukan penggantian lokasi penusukan infus.
Pada tahap evaluasi yang di lakukan pada tanggal 17 Juli 2010 dari empat diagnosa keperawatan yang ada tujuan belum tercapai dan masalah keperawatan teratasi semua. Adapun diagnosa yang belum teratasi adalah resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan masuknya mikroorganisme pathogen karena tindakan invasive (pemasangan infus). Diagnosa gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan, resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pembatasan masukan oral, dan intoleransi aktivitas berhubungan dengan efek anestesi dapat dievaluasi secara tuntas.
B. Saran
1. Untuk Klien dan Keluarga
Diharapkan untuk selalu menjaga kebersihan luka dengan melakukan perawatan luka di rumah dan mematuhi jadwal kontrol yang telah ditetapkan oleh dokter.

2. Untuk rekan-rekan mahasiswa
a. Diharapkan dalam melakukan pengkajian keperawatan dengan klien post appendiktomy agar mengkaji secara menyeluruh dan disesuaikan dengan teori yang ada.
b. Diharapkan agar lebih memahami dan mempelajari lebih dalam ilmu keperawatan medical bedah khususnya tentang asuhan keperawatan pada klien dengan post appendiktomi dan juga untuk meningkatkan kepercayaan diri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar