Rabu, 29 September 2010

KONSEP DASAR GERONTIK

KONSEP DASAR GERONTIK
PENGERTIAN
Berbagai istilah berkembang terkait dengan lanjut usia yaitu gerontology, geriatric, dan keperawatan gerontik. Gerontology berasal dari kata geros dan logos yang artinya ilmu yang mempelajari secara khusus mengenai factor-faktor yang menyangkut usia lanjut.
Geriatric nursing adalah spesialisasi keperawatan lanjut usia yang dapat menjalankan perannya pada tiap tatanan pelayanan dengan menggunakan pengetahuan, keahlian, dan keterampilan merawat untuk meningkatn fungsi optimal lanjut usia secara komprehensif. (Wahyudi Nugroho. Keperawatan Gerontik Edisi 2)

TUJUAN GERIATRI
1. Mempertahankan derajat kesehatan para lanjut usia pada taraf setingi-tinginya sehingga terhindar dari segala penyakit dan gangguan.
2. Memelihara kondisi kesehatan dengan aktivitas fisik dan mental.
3. Merangsang para petugas kesehatan untuk dapat mengenal dan menegakkan diagnose yang tepat dan dini bila mereka menjimpai kelainan tertentu.
4. Mencari upaya semaksimal mungkin, agar para lanjut usia menderita suatu penyakit masih dapat mempertahankan kebebasan semaksimal mungkin tanpa perlu suatu pertolongan.

PROSES AGING
FISIOLOGI AGING PADA MANUSIA
Para ahli berspekulasi apabila penyebab kematian umur lanjut usia sperti jantung, kanker, dan stroke dapat dieliminasi, maka harapan hidup bertambah hanya 5 sampai 10 tahun. Sehingga menghambat aging dan kematian. Oleh karena harapan hidup makin lama, maka makin tua penyakit yang biasa diderita pada orang yang hidup lebih tua. Itulah sebabnya pengetahuan mengenai penyakit orang tua (Gerontologi) harus dikenal dan dipelajari.
Bagian dari proses aging yaitu nekrobiosis (kematian sel dalam makhluk yang masih hidup). Nekrosis sel intinya dapat mengalami kariopignotik, karioeksis, dan kariolisis. Ketika dimulai proses perubahan nekrobiosis herediter, maka proses tersebut sebagai primary aging, biological aging, atau senescence. Sedangkan perubahan yang terjadi akibat penyakit atau kecelakaan disebut secondary aging atau senility. Sebenarnya yang disebut aging adalah kemampuan adaptasi menurun akibat bertambahnya umur.





HIPOTESA AGING
1. Free Radikal Damage
Katabolisme di dalam mitokondria menghasilkan superoksid radical yang secara normal diubah menjadi hydrogen peroksida oleh enzim superokside dismutase. Hydrogen peroksida yang potensial berbahaya di deactivated dalam periksisome dalam sitoplasma sel oleh enzim katalase menjadi H2O dan O2.
Pada sel yang mengalami aging produksi OOD dan Oatalase tidak terjadi secara cepat sehingga terjadi akululasi superokside radikal dan hydrogen peroksida terakumulasi dan timbul aksi radikal yang berbahaya, menyerang fosfolipid unsaturated membrane organel yang menghasilkan lipofusin yang tersimpan dalam lisosom.
Lingkungan di dunia saat ini banyak mengandung radikal bebas yang menyebabkan percepatan proses aging. Dikenal 5 macam radikal bebas yaitu superokside, hidroksil, peroksinitrit, singlet oxygen, dan peroksil.
2. Mutasi DNA
Mutasi DNA dapat menimbulkan produksi enzim superokside dismutase dan katalase terganggu karena potensi repar DNA berkurang dengan bertambahnya individu.
3. Jumlah Ekstra DNA
4. Waktu Genetik
5. Pembatasan Pembelahan Sel
6. Beban Pada Sel
7. Autoimmunity
8. Penebalan Collagen
9. Glukosilasi
10. Ketidakseimbangan hormonal
11. Teori Kumulatif

KONSEP DASAR GERONTIK

KONSEP DASAR GERONTIK
PENGERTIAN
Berbagai istilah berkembang terkait dengan lanjut usia yaitu gerontology, geriatric, dan keperawatan gerontik. Gerontology berasal dari kata geros dan logos yang artinya ilmu yang mempelajari secara khusus mengenai factor-faktor yang menyangkut usia lanjut.
Geriatric nursing adalah spesialisasi keperawatan lanjut usia yang dapat menjalankan perannya pada tiap tatanan pelayanan dengan menggunakan pengetahuan, keahlian, dan keterampilan merawat untuk meningkatn fungsi optimal lanjut usia secara komprehensif. (Wahyudi Nugroho. Keperawatan Gerontik Edisi 2)

TUJUAN GERIATRI
1. Mempertahankan derajat kesehatan para lanjut usia pada taraf setingi-tinginya sehingga terhindar dari segala penyakit dan gangguan.
2. Memelihara kondisi kesehatan dengan aktivitas fisik dan mental.
3. Merangsang para petugas kesehatan untuk dapat mengenal dan menegakkan diagnose yang tepat dan dini bila mereka menjimpai kelainan tertentu.
4. Mencari upaya semaksimal mungkin, agar para lanjut usia menderita suatu penyakit masih dapat mempertahankan kebebasan semaksimal mungkin tanpa perlu suatu pertolongan.

PROSES AGING
FISIOLOGI AGING PADA MANUSIA
Para ahli berspekulasi apabila penyebab kematian umur lanjut usia sperti jantung, kanker, dan stroke dapat dieliminasi, maka harapan hidup bertambah hanya 5 sampai 10 tahun. Sehingga menghambat aging dan kematian. Oleh karena harapan hidup makin lama, maka makin tua penyakit yang biasa diderita pada orang yang hidup lebih tua. Itulah sebabnya pengetahuan mengenai penyakit orang tua (Gerontologi) harus dikenal dan dipelajari.
Bagian dari proses aging yaitu nekrobiosis (kematian sel dalam makhluk yang masih hidup). Nekrosis sel intinya dapat mengalami kariopignotik, karioeksis, dan kariolisis. Ketika dimulai proses perubahan nekrobiosis herediter, maka proses tersebut sebagai primary aging, biological aging, atau senescence. Sedangkan perubahan yang terjadi akibat penyakit atau kecelakaan disebut secondary aging atau senility. Sebenarnya yang disebut aging adalah kemampuan adaptasi menurun akibat bertambahnya umur.





HIPOTESA AGING
1. Free Radikal Damage
Katabolisme di dalam mitokondria menghasilkan superoksid radical yang secara normal diubah menjadi hydrogen peroksida oleh enzim superokside dismutase. Hydrogen peroksida yang potensial berbahaya di deactivated dalam periksisome dalam sitoplasma sel oleh enzim katalase menjadi H2O dan O2.
Pada sel yang mengalami aging produksi OOD dan Oatalase tidak terjadi secara cepat sehingga terjadi akululasi superokside radikal dan hydrogen peroksida terakumulasi dan timbul aksi radikal yang berbahaya, menyerang fosfolipid unsaturated membrane organel yang menghasilkan lipofusin yang tersimpan dalam lisosom.
Lingkungan di dunia saat ini banyak mengandung radikal bebas yang menyebabkan percepatan proses aging. Dikenal 5 macam radikal bebas yaitu superokside, hidroksil, peroksinitrit, singlet oxygen, dan peroksil.
2. Mutasi DNA
Mutasi DNA dapat menimbulkan produksi enzim superokside dismutase dan katalase terganggu karena potensi repar DNA berkurang dengan bertambahnya individu.
3. Jumlah Ekstra DNA
4. Waktu Genetik
5. Pembatasan Pembelahan Sel
6. Beban Pada Sel
7. Autoimmunity
8. Penebalan Collagen
9. Glukosilasi
10. Ketidakseimbangan hormonal
11. Teori Kumulatif

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI BARU LAHIR

A. PENGERTIAN
Bayi adalah individu baru yang lahir di dunia. Dalam keadaannya yang terbatas, maka individu baru ini sangatlah membutuhkan perawatan dari orang lain. Bayi baru lahir normal merupakan janin yang lahir melalui proses persalinan dan telah mampu hidup di luar kandungan.

B. KARAKTERISTIK BAYI BARU LAHIR NORMAL
Adapun karakteristik pada bayi baru lahir normal adalah :
1. Usia 36-42 minggu.
2. Berat badan lahir mencapai 2500 gram sampai 4000 gram.
3. Dapat bernafas dengan teratur dan normal.
4. Organ fisik lengkap dan dapat berfungsi secara baik.

C. ADAPTASI FISIK BAYI BARU LAHIR NORMAL
Segera setelah bayi baru lahir, BBL harus diadaptasi dari keadaan yang sangat tergantung menjadi mandiri secara fisiologis. Banyak perubahan yang dialmi oleh bayi baru lahir yang semula berada dalam lingkungan interna ke lingkungan eksterna yang dingin dimana segala kebutuhannya memerlukan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya.
Periode adaptasi terhadap kehidupan diluar rahim disebut periode transisi. Periode ini berlangsung selama 1 buan atau lebih setelah kelahiran untuk beberapa system tubuh. Transisi yang paling cepat terjadi adalah pada system pernapasan dan sirkulasi, system termoregulasi, dan dalam kemampuan mengambil serta menggunakan glukosa.
1. Perubahan Sistem Pernapasan
Hipoksia pada akhir persalinan dan rangsangan fisik dari luar rahim yang merangsang pusat pernafasan di otak. Tekanan terhadap rongga dada yang terjadi karena kompresi paru selama persalinan yang merangsang masuknya udara ke paru-paru secara mekanis. Interaksi system pernafasan, kardiovaskuler, dn sisitem saraf pusat menghasilkan pernafasan yang teratur dan berkesinambungan serta denyut yang diperlukan untuk kehidupan.
Upaya pernafasan pertama seorang bayi berfungsi untuk mengeluarkan cairan dalam paru-paru, mengembangkan jaringan alveolus dalam paru-paru untuk pertama kali.
2. Perubahan Sistem Peredaran Darah
Setelah lahir, darah bayi harus melewati paru untuk mengambil oksigen untuk mengantarkannya ke jaringan. Untuk membuat sirkulasi yang baik guna mendukung kehidupan luar rahim harus terjadi 2 perubahan besar yaitu, penutupan foramen ovale pada atrium jantung dan penutupan duktus arteriosus antara arteri paru-paru dan aorta.
Oksigen menyebabkan pembuluh darah mengubah tekanan dengan cara mengurangi dan meningkatkan resistensinya hingga mengubah aliran darah.

3. Sistem Pengaturan Suhu
Suhu dingin dilingkungan luar menyebabkan air ketuban menguap melalui kulit sehingga mendinginkan darah bayi. Pebentukan suhu tanpa mengigil merupakan usaha seorang bayi yang kedinginan untuk mendapatkan kembali panas tubuhnya melalui penggunaan lemak coklat untuk produksi panas.
4. Metabolisme Glukosa
Untuk memfungsikan otak membutuhkan gkukosa dalam jumlah tertentu. Pada BBL, jumlah glukosa dalam darah akan turun dalam waktu cepat. BBL yang tidak dapat mencerna makanan dalam jumlah yang cukup akan membuat glukosa dari glikogen.
5. Gastrointestinal
Reflek gumoh dan batuk yang matang sudah terbentuk pada saat lahir. Kemampuan menelan dan mencerna makanan terbatas pada bayi. Hubungan antara esophagus bawahdengan lambung masih belum sempurna. Kapasitas lambung juga terbatas yaitu kurang dari 30 cc dan akan bertambah secara lambat sesuai dengan pertumbuhan.
6. Kekebalan Tubuh
System imunitas pada BBL belum matang sehingga rentan terhadap infeksi. Kekebalan yang dimiliki oleh bayi antara lain :
• Perlindungan kulit oleh membrane mukosa.
• Fungsi jaringan saluran nafas.
• Pembentukan koloni mikroba leh kulit dan usus.
• Perlindungan kimia oleh asam lambung.

D. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Fokus utama pengkajian pada bayi baru lahir adalah transisi dari kehidupan intrauterus ke ekstra uterus dengan mengenalkan kepada anggota keluarga sesuai kondisi neonatus.
1. Sirkulasi
Nadi apical dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 kali/menit. Tekanan darah 60 mmHg sampai 80 mmHg untuk systole dan 40 mmHg sampai 45 mmHg untuk diatole. Bunyi jantung seperti murmur biasa terjadi selama beberapa jam pertama kehidupan. Nadi perifer mungkin lemah, nadi brakhialis dan radialis lebih mudah dipalpasi daripada nadi femoralis.
2. Eliminasi
Pada bayi baru lahir tidak ada perbedaan. Bayi yang lahir cukup bulan tanpa ada kelainan dapat segera berkemih secara spontan. Abdomen lunak tanpa distensi, bising usus akan aktif dalam beberapa jam setelah kelahiran. Pengeluaran feses mekonium dalam 24 jam sampai 48 jam setelah kelahiran.
3. Makanan/Cairan
Berat badan pada bayi baru lahir mencapai 2500 gram sampai 4000 gram dengan panjang badan 44cm sampai 55cm.
4. Neurosensori
Tonus otot fleksi hipertonik dari semua ekstremitas. Sadar dan aktif mendemonstrasikan reflex menghisap selama 30 menit pertama setelah kelahiran. Kaput suksedaneum dan/molding mungkin ada selama 3 sampai 4 hari. Sutura cranial yang bertumpang tindih mungkin terlihat, sedikit obliterasi fontanel anterior. Mata dan kelopak mata mungkin udema, hemorargi subkonjungtiva atau hemorargi retina mungkin terlihat, konjungtivitis selama 1 sampai 2 hari ungkin terjadi setelah penetesan obat mata oftalmik terapeutik. Adanya reflex moro, plantar, genggaman palmar, dan babinski’s.
5. Pernapasan
Apgar skor optimal, harus mencapai 7 sampai 10. Rentang dari 30 samapai 60/menit dengan pola periodic yang dapat terlihat. Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels. Takipnea mungkin terlihat, diagfragmaik dan abdominal dengan gerakan sinkron dari dada dam abdomen. Pernapasan dangkal dan cuping hidung kadang terlihat. Krekels pernapasan dapat menetap selama beberapa jam pertama setelah kelahiran.
6. Keamanan
Suhu terntang dari 36,5⁰C sampai 37,5⁰C. kulit berwarna merah muda dan ada pengelupasan pada tangan dan kaki. Akrosianosis mungkin ada selama beberapa hari periode transisi. Sefalohematoma dapat tampak sehari setelah kelahiran, peningkatan ukuran pada usia 2 sampai 3 hari kemudian direabsorpsi perlahan selama 1 sampai 6 bulan.
7. Pemeriksaan Penunjang
• pH tali pusat, tingkat 7,20 sampai 7,24 menunjukkan status praasidosis, tingkat rendah menunjukkan gangguan asfiksia bermakna.
• Hemoglobin mencapai 15 sampai 20 g. hematokrit berkisar antara 43% sampai 61%.
• Tes Coombs langsung pada daerah tali pusat menentukan adanya kompleks antigen-antibodi pada membran sel darah merah yang menunjukkan kondisi hemolitik.
• Bilirubin Total sebanyak 6 mg/dl pada hari pertama kehidupan, 8 mg/dl 1 sampai 2 hari dan 12 mg/dl pada 3 sampai 5 hari.

E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada bayi baru lahir adalah :
1. Resiko tinggi terhadap gangguan pertukaran gas berhubungan dengan stressor prenatal atau intrapartum, produksi mucus yang berlebihan.
2. Resiko tinggi terhadap perubahan suhu tubuh berhubungan dengan jumlah lemak subkutan yang terbatas, sumber yang tidak dapa diperbaharui dari lemak cokelat, dan lapisan epidermis yang tipis.
3. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan transisi perkembangan atau penambahan anggota keluarga baru.
4. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan peningkatan laju metabolic, kebutuhan kalori tinggi, simpanan nutrisi minimal.
5. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan anomaly congenital yang tidak terdeteksi dan pemajanan tehadap agen-agen infeksius.


F. PERENCANAAN KEPERAWATAN
Diagnosa 1
Resiko tinggi terhadap gangguan pertukaran gas berhubungan dengan stressor prenatal atau intrapartum, produksi mucus yang berlebihan.
Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan resiko tinggi terhadap pertukaran gas teratasi dengan criteria hasil :
1. Mempertahankan jalan nafas yang paten
2. Frekuensi dan pernafasan dalam batas normal
3. Tidak ada sianosis
4. Bebas dari tanda distress pernapasan
Rencana Tindakan :
1. Ukur apgar skor pada menit pertama dan menit kelima.
2. Perhatikan komplikasi prenatal yang mempengaruhi status plasenta dan janin.
3. Tinjau ulang status janin intrapartum, termasuk denyut jantung janin.
4. Kaji frekuensi dan upaya pernafasan awal.
5. Perhatikan adanya pernafasan cuping hidung, pernafasan mendengkur, krekels, dan ronkhi.
6. Tempatkan bayi pada posisi trendelenburg yang dimodifikasi pada sudut 10⁰.
7. Perhatikan nadi apical.
8. Berikan rangsangan taktil dan sensori yang tepat.
9. Observasi adanya sianosis.

Diagnosa 2
Resiko tinggi terhadap perubahan suhu tubuh berhubungan dengan jumlah lemak subkutan yang terbatas, sumber yang tidak dapa diperbaharui dari lemak cokelat, dan lapisan epidermis yang tipis.
Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan resiko tinggi terhadap perubahan suhu tubuh teratasi dengan criteria hasil :
1. Tanda-tanda vital dalam batas normal.
2. Tidak ada tanda-tanda hipotermia.
Rencana Tindakan :
1. Tempatkan bayi baru lahir pada lingkungan yang hangat.
2. Pertahankan suhu lingkungan dalam zona termoneural.
3. Jangan mandikan bayi jika suhu tubuh belum stabil.
4. Perhatikan tanda-tanda sekunder distress dingin.

Diagnosa 3
Perubahan proses keluarga berhubungan dengan transisi perkembangan atau penambahan anggota keluarga baru.
Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan perubahan proses keluarga teratasi dengan criteria hasil :
1. Orang tua memulai proses kedekatan dengan cara bermakna.
2. Dapat dengan tepat mengidentifikasi bayi.
Rencana Tindakan :
1. Informasikan kepada orang tua tentang kebutuhan neonatus.
2. Anjurkan orang tua untuk mengelus atau berbicara kepada bayi.
3. Diskusikan kemampuan bayi untuk berinteraksi.
4. Gunakan system identifikasi yang dapat diterima oleh hukum.

Diagnosa 4
Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan peningkatan laju metabolic, kebutuhan metabolic tinggi, simpanan nutrisi yang minimal.
Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan resiko perubahan nutrisi teratasi dengan criteria hasil :
1. Bebas dari tanda-tanda hipoglikemia.
2. Glukosa darah dalam batas normal.
Rencana Tindakan :
1. Perhatikan nilai apgar skor.
2. Turunkan stressor fisik.
3. Timbang berat badan bayi.
4. Observasi bayi adanya tanda hipoglikemia.
5. Auskultasi bising usus.
6. Anjurkan keluarga memberikan makanan pada bayi sesuai jadwal.

Diagnosa 5
Resiko tinggi cedera/infeksi berhubungan dengan anomaly congenital yang tidak terdeteksi dan pemajanan tehadap agen-agen infeksius.
Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan resiko terjadinya cedera/infeksi teratasi dengan criteria hasil :
1. Bebas dari tanda-tanda infeksi.
2. Pemulihan tepat waktu pada punting tali pusat.
Rencana Tindakan :
1. Tinjau ulang factor ibu yang cenderung membuat bayi terkena infeksi.
2. Inspeksi kulit terhadap adanya ruam.kaji adanya tanda-tanda infeksi terutama pada tali pusat.perhatikan adanya letargi.
3. Berikan ASI sedini mungkin.
4. Pantau pemerikaan laboratorium darah.


G. PELAKSANAAN KEPERAWATAN
Tindakan keperawatan diberikan berdasarkan kewenangan dan tanggung jawab perawat secara profesional sebagaimana terdapat dalam standar praktek keperawatan yaitu sebagai berikut :
1. Independent
2. Dependent
3. Interdependent

H. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi respon klien terhadap asuhan yang diberikan dan pencapaian hasil yang diharapkan adalah tahap akhir dari proses keperawatan. Fase evaluasi perlu untuk menentukan seberapa baik rencana asuhan keperawatan tersebut berjalan, dan bagaimana secara proses yang terus menerus. Revisi rencana keperawatan adalah komponen penting dari fase evaluasi. (Maryllin E. Doengoes. 2001)



























DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E.2001. Rencana Perawatan Maternal/Bayi. Jakarta : EGC
http://bidanlia.blogspot.com.2008/12/adaptasi-bayi-baru-lahir-html.

PEDIATRIC ASESSMENT TRIANGLE (PAT)

ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN
A. Anamnesis
Dari kata Yunani artinya mengingat kembali. Anamnesis adalah : Cara pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara baik langsung pada pasien ( Auto anamnese ) atau pada orang tua atau sumber lain ( Allo anamnese ). 80% untuk menegakkan diagnosa didapatkan dari anamnese.
Tujuan Anamnesis
1. Untuk mendapatkan keterangan sebanyak-banyaknya mengenai penyakit pasien
2. Membantu menegakkan diagnosa sementara. Ada beberapa penyakit yang sudah dapat ditegaskan dengan anamnese saja
3. Menetapkan diagnosa banding
4. Membantu menentukan penatalaksanaan selanjutnya
Teknik Anamnesis
Dalam melakukan Anamnesis diusahakan agar pasien atau orang tua dapat menyampaikan keluhan dengan spontan, wajar, namun tidak berkepanjangan. Pada saat yang tepat pemeriksa perlu mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang lebih rinci & spesifik, sehingga dapat diperoleh gambaran keadaan pasien yang lebih jelas dan akurat. Pertanyaan yang diajukan oleh pemeriksa sebaiknya tidak sugestif, sedapat mungkin dihindari pertanyaan yang jawabannya hanya ‘ya’ atau ‘tidak’, berikan kesempatan untuk menentukan riwayat penyakit pasien sesuai dengan persepsinya
Langkah-langkah Dalam Pembuatan Anamnesis
Salah satu sistematika yang lazim dilakukan dalam membuat anamnesis adalah :
1. Mula-mula dipastikan identitas pasien dengan lengkap
2. Keluhan utama : yang menyebabkan penderita datang berobat kemudian ditanya keluhan tambahan
3. Riwayat perjalanan penyakit sekarang : Yakni sejak pasien menunjukkan gejala pertama sampai saat dilkuakan anamnesis
4. Riwayat penyakit terdahulu : Baik yang berkaitan langsung dengan penyakit sekarang maupun yang tidak ada kaitannya
5. Riwayat pasien ketika dalam kandungan ibu
6. Riwayat kelahiran
7. Riwayat makanan
8. Riwayat imunisasi
9. Riwayat tumbuh kembang dan riwayat keluarga
Dengan cara ini dapat diketahui gambaran penyakit pasien dan tumbuh kembangnya juga
Identitas Pasien
1. Merupakan bagian yang paling penting dalam anamnesis
2. Untuk memastikan bahwa yang diperiksa benar-benar anak yang dimaksud
3. Kesalahan identifikasi dapat berakibat fatal, baik secara medis, etika maupun hukum
Identitas pasien meliputi :
1. Nama, Harus jelas dan lengkap.
2. Umur
Umur diperlukan karena :
a. Perlu karena setiap periode usia anak (neonatus, bayi, pra sekolah, sekolah, akil balik)
b. Untuk menginterpretsikan apakah data pemeriksaan klinis anak tersebut sesuai dengan umurnya.
3. Jenis Kelamin, Untuk penilaian data pemeriksaan klinis. Misalnya : Nilai-nilai baku, insidens seks, penyakit-penyakit yang berhubungan dengan jenis kelamin.
4. Nama Orang tua, Harus jelas, agar tidak keliru dengan orang lain.
5. Alamat, harus jelas dan lengkap agar :
a. Sewaktu-waktu dapat dihubungi. Misal : Dalam keadaan gawat
b. Setelah pasien pulang mungkin perlu kunjungan nanti
c. Daerah tempat pasien juga mempunyai arti epidemiologis. Misal : penyakit malaria
6. Umur, Penduduk, & Pekerjaan Orang Tua, Dapat menggambarkan keakuratan data
7. Agama dan Suku Bangsa
a. Memperlihatkan perilaku seseorang tentang kesehatan penyakit
b. Kepercayaan dan tradisi dapat menunjang atau menghambat hidup sehat
c. Beberapa penyakit juga mempunyai prediksi rasial tertentu

B. Riwayat Penyakit
Keluhan utama yiatu : Keluhan yang menyebabkan pasien dibawa berobat. Keluhan utama ini tidak harus sejalan dengan diagnosa utama. Misal : Seseorang yang tidak bisa berjalan, ternyata dalam pemeriksaan selanjutnya menderita tumor ginjal
C. Riwayat Perjalanan Penyakit
1. Harus disusun secara kronologis, terinci dan jelas mengenai keadaan pasien sejak sebelum terdapat keluhan sampai dibawa berobat
2. Bila sudah berobat sebelumnya, ditanyakan kapan, dengan siapa, serta obat apa yang telah diberikan
3. Perkembangan penyakit kemungkinan terjadinya komplikasi, gejala sisa
4. Pada penyakit menular dikatakan apakah disekitar tempat tinggal anak ada yang menderita penyakit yang sama
5. Pada penyakit keturunsn perlu ditanyakan apakah saudara sedarah ada yang mempunyai penyakit alergi
6. Ditanyakan keadaan atau penyakit yang mungkin berkaitan dengan penyakit sekarang. Misal : Penyakit kulit yang mendahului penyakit ginjal atau infeksi tenggorokan yang mendahului penyakit jantung
7. Keluhan dan gejala tambahan ditanyakan secara teliti.
Perlu diketahui mengenai keluhan / gejala sbb :
a. Lamanya keluhan berlangsung
b. Bagaimana sifat-sifat terjadinya gejala, apakah mendadak, perlahan-lahan, atau terus menerus
c. Untuk keluhan lokal harus dirinci lokalisasi dan sifatnya. Menetap, menjalar, menyebar
d. Berat ringannya keluhan. Apakah menetap, bertambah berat atau berkurang
e. Apakah keluhan tersebut baru pertama kali / sudah pernah sebelumnya
f. Apakah terdapat saudara sedarah yang menderita keluhan yang sama

D. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Pemeriksaan fisik harus selalu dimulai dengan penilaian keadaan umum yang mencakup :
a. Kesan keadaan sakit, termasuk fasies & posisi pasien
b. Kesadaran
c. Kesan status gizi
Dengan penilaian keadaan umum ini dapat diperoleh kesan : Apakah pasien perlu tindakan cepat atau tindakan dilakukan setelah pemeriksaan fisik yang lengkap
2. Kesan Keadaan Sakit
Dinilai apakah sakit ringan, sedang atau berat.
3. Kesadaran
a. Komposmentis
Pasien sadar sepenuhnya dan memberi respon adekuat terhadap semua stimulus yang diberikan
b. Apatik
Pasien dalam keadaan sadar, tetapi acuh tak acuh terhadap keadaan sekitarnya. Ia akan memberikan respon yang adekuat bila diberikan stimulus
c. Somnolen
Yakni takut kesadaran dimana pasien tampak mengantuk. Selalu ingin tidur, ia tidak respon terhadap stimulus ringan, tetapi memberikan respon terhadap stimulus yang agak keras, kemudian tertidur lagi.
d. Sopor
Pasien tidak memberikan respon ringan ataupun sedang. Tetapi masih memberi sedikit respon terhadap stimulus yang kuat. Reflek pupil terhadap cahaya masih (+)
e. Koma
Pasien tidak dapat bereaksi terhadap stimulus apapun, refleks pupil terhadap cahaya (-). Ini adalah takut kesadaran yang paling rendah.
f. Delirium
Keadaan kesadaran yang menurun serta kacau, biasanya disertai disorientasi. Iritatif & halusinasi
4. Status Gizi
Penilaian satatus gizi dengan cara :
a. Secara klinis : Dengan inspeksi dan palpasi, inspeksi lihat proporsi tubhnya kurus/gemuk. Palpasi dengan cara cubit tebal jaringan lemak subcutan
b. Dengan pemeriksaan fisik & antropometris ( BB, TB, Lingkaran lengan atas, tebal lipatan kulit, lingkar kepala, dada & perut )
5. Tanda-tanda Vital
Terdiri dari :
Nadi, yang dinilai adalah ;
 Frekuensi nadi
 Irama
 Kualitas nadi
 Ekualitas nadi (pada keadaan normal nadi ke-4 extremitas sama, tapi koartasi aorta atas lebih kuat dari bawah.
Tekanan darah
Waktu mengukur hendaknya dicatat apakah waktu duduk, berbaring / tidur.
Pernapasan, yang dinilai adalah :
 Frekuensi pernapasan
 Irama / keteraturan
 Kedalaman
 Type / Pola pernafasan
Suhu tubuh
6. Status Generalis
Mukosa kulit / subkutis yang menyeluruh
a. Warna kulit
b. Eritema kulit
c. Sianosis
d. Kelembapan kulit
e. Ikterus
f. Turgor kkulit
g. Kepucatan
h. Perdarahan kulit : petikei, ekimosis
i. Ekzema
7. Kepala
a. Bentuk : Normal, hidrocephalus, mikrosephalus
b. Rambut ( warna, mudah dicabut / tidak )
c. UUB ( cekung, menonjol, menutup/belum )
8. Muka
a. Simetris
b. Mongoloid
c. Paralisis
9. Mata
a. Palpebrae ( edema )
b. Konjunctiva ( anemis )
c. Sclera ( ikterus )
d. Pupil : Reflex cahaya ( miosis, midriasis )
e. Cornea
10. Telinga
a. Bentuk
b. Liang telinga ( Membrane thympani )
c. Mastoid
11. Mulut
a. Bibir : Kering, sianosis, simetris
b. Gigi : Selaput lendir ( stomatitis )
c. Lidah : papil atrofi
d. Faring, tonsil, dan tenggorokan
12. Leher
a. Bentuk
b. Bendungan vena
c. Trachea ( simetris / tidak )
d. Tortikolis
e. Kelenjar gondok
f. KGB
g. Kaku kuduk
13. Thorax
a. Inspeksi, Dalam keadaan diam ;
 Bentuk : Normal, simetris, barrel chest ( cembung ), pigeon chest / dada burung )
 Retraksi : Suprasternal, intercostales, substernal
 Kulit : Emfisema subcutis
 Sela iga melebar / tidak
Dalam keadaan bergerak :
 Normal
 Cheyne – Stokes
Cepat dan dalam, diikuti oleh periode pernafasan yang lambat dan dangkal. Diakhiri apnoe beberapa saat. Normal terdapat bayi premature.
 Kussmaul : Cepat & dalam.
 Pada asidosis metabolic
 Biot, Sama sekali tidak teratur ( kadang lambat, kadang cepat, dalam, dangkal, kadang apnoe ). Pada penyakit SSP ( encephalitis )
14. Paru – paru
Palpasi
a. Telapak tangan diletakkan datar pada dada & meraba dengan telapak tangan dan ujung jari. Dinilai : fremitus suara ( waktu anak menangis / disuruh mengatakan “ tujuh-tujuh”
b. Normal akan teraba gerakan yang sama pada kedua telapak tangan
c. Meninggi bila ada konsolidasi ( pneumonia )
d. Berkurang bila ada obstruksi jalan napas ( atelektasis, pleuritis, tumor, efusi pleura )
e. Krepitasi subcutis : Menunjukkan adanya udara dibawah jaringan kulit.
Perkusi
a. Normal : Sonor
b. Redup : Tidak ada udara misal pada tunor yang luas pada paru
c. Hypersonor : Udara lebih banyak dapat padat misal pada emfisema, pnemothorax
d. Thympani : Pada hernia diphragmatika
Dapat Pula Menentukan
a. Bagian depan : - Batas paru jantung
b. Batas paru dg hati ( setinggi iga VI )
c. Bagian belakang : Batas diaphragma ( Setinggi iga VII – X )
Auskultasi
Pada paru – paru didengarkan suara : napas dasar dan napas tambahan
Suara Napas Dasar
a. Suara nafas vesikuler : Adalah suara nafas normal, dimana suara inspirasi lebih keras dan panjang dari ekspirasi
b. Suara nafas bronkhial : Inspirasi keras yang disusul oleh ekspirasi yang lenih keras. Hanya ada didaerah parasternal atas dada sepad dan interscapular belakang
Suara napas tambahan
a. Ronki Basah, Suara nafas tambahan berupa vibrasi terputus-putus akibat getaran yang terjadi karena cairan dalam jalan nafas dilalui oleh udara. Dapat berupa :
 Ronki basah halus : Dari duktus alveolus, bronkiolus dan bronchus halus
 Ronki basah sedang : Dari bronchus kecil dan sedang
 Ronki basah kasar : Dari bronchus diluar jaringan paru
b. Ronki Kering, Suara kontinu yang terjadi oleh karena udara melalui jalan nafas yang menyempit baik akibat faktor intraluminar ( Spasme bronchus, edema, lendir, benda asing ) maupun extraluminar ( desakan olleh tumor ) lebih jelas pada fase ekspirasi
c. Wheezing ( Mengi ), Jenis ronki kering yang terdengar lebih sonor. Wheezing pada fase inspirasi : Obstruksi saluran nafas bagian atas : Edema laryng atau benda asing. Wheezing pada fase ekspirasi : Obstruksi saluran nafas bagian bawah : asma bronkhiolitis
d. Krepitasi, Suara membukanya alveoli ( pnemonia Lobaris )
e. Pleural Friction Rub ( bunyi gesekan pleural : Pada pleuritis )
f. Sukusio Hippocrates, Kalau dada digerak-gerakkan terdengar suara kocokan : Pada seropneumothorax
15. Jantung
Inspeksi
a. Pericordial bulging ( ada pembesaran ventrikel kanan )
b. Iktuscordis ( Sela iga V garis midclavicula kiri )
Palpasi
a. Iktus cordis dapat diraba dengan palpasi, kuat angkat, luas serta frekuensi dan kualitas
b. Getaran ( Thrill ) : Terdapat kelainan katup
Perkusi
a. Menentukan besar dan batas jantung secara kasar
b. Normal :
 Batas atas : Intercostalis II parasternal kiri
 Batas Kanan : Intercostalis IV garis parasternal kanan
 Batas Kiri : Intercostalis IV garis midclavicula kiri
Auskultasi
Lokasi, Iktus cordis : pada sela iga V garis midclavicula kiri ( katup mitral )
P : Sela iga II kiri sternum
A : Sela iga II kanan sternum
T : Sela iga IV parasternal kiri bawah
M : Dari apeks
Menentukan bungi jantung : BJ I. BJ II
a. BJ I : Terjadi bersamaan dengan tertutupnya katup mitral dan trikuspid
b. BJ II : Terjadi bersamaan dengan tertutupnya katup aorta dan pulmonal
c. Intensitas pada kualitas BJ
d. BJ III dan BJ IV
Bila ada : Akan terdengar derap kuda ( Gaike Rytoe ) yang menunjukkan adanya kegagalan jantung
16. Abdomen
Inspeksi
a. Datar, cembung, tegang atau cekung
b. Simetris
c. Umbilikus ( hernia )
d. Gambaran vena
Palpasi
a. Dilakukan dengan seluruh jari tangan
b. Lokasi nyeri tidak selalu berhubungan dengan kelainan organ di daerah tersebut
c. Ketegangan otot perut ( Defence muskular ) terjadi pada peradangan alat dalam abdomen
17. Hati
a. Digunakan ujung jari
b. Digunakan patokan 2 garis, yaitu :
 Garis yang menghubungkan pusar dengan titik potong garis mid calvicula kanan dengan arcus aorta
 Garis yang menghubungkan pusar dengan processus kifoideus
Pembesaran hati diproyeksikan pada kedua garis ini dinyatakan dengan beberapa bagian dari kedua garis tersebut. ( 1/3 – ½ ). Harus pula dicatat : Konsistensi, tepi, permukaan dan terdapatnya nyeri tekan
18. Limpa
Pada neonatus : Normal masih teraba sampai 1 – 2 cm. Dibedakan dengan hati yaitu dengan :
a. Limpa seperti lidah menggantung ke bawah
b. Ikut bergeerak pada pernapasan
c. Mempunyai insura lienalis, serta dapat didorong kearah medial, lateral dan atas. Besarnya limpa diukur menurut SCHUFFNER, yaitu :
 Jarak maximal dari pusar ke garis singgung pada arcus costae kiri dibagi 4 bagian yang sama. Garis ini diteruskan kebawah sehingga memotong lipat paha. Garis dari pusat kelipat paha pun dibagi 4 bagian yang sama
 Limpa yang membesar samapai pusar dinyatakan sebagai S.IV sampai lipat paha S.VIII
19. Ginjal
Dalam keadaan normal ginjal tidak teraba, kecuali pasien neonatus. Dapat diraba dengan cara Ballotement. Yaitu dengan cara meletakkan tangan kiri pemeriksa dibagian posterior tubuh pasien sedemikian rupa, sehingga jari telunjuk berada di angulus costovertebralis. Kemudian jari telunjuk ini menekanorgan keatas. Sementara itu tangan kanan melakukan palpasi secara dalam dari anterior dan akan merasakan organ tersebut menyentuh
20. Genitalia Externa
Pada Pria
a. Ukuran, bentuk penis dan testis
b. Apaka ada : Hipospadia, epispodia, pseudohermaphrodit
Pada Wanita, Bayi kurang bulan labium minora & klitoris lebih menonjol
21. Anus
Pemeriksan Colok dubur terutama pada bayi baru lahir
21. Ekstremitas
a. Simetris
b. Kelainan kongenital
c. Edema.

askep emphiema

A. PENGERTIAN
Empiema adalah terkumpulnya pus di rongga tubuh. Oleh karena itu empiema toraks adalah terkumpulnya pus di dalam rongga toraks. (Kukuh Basuki Rahmat. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. 2002 : 210)
Empiema adalah penumpukan cairan terinfeksi atau pus pada cavitas pleura. (Diane C. Baughman. 2000)

B. PATOFISIOLOGI
1. ETIOLOGI
Hampir selalu dari penyebab empiema adalah infeksi paru, terkecuali empiema pasca trauma atau selulitis di dekat pleura. Kuman penyebab dari empiema adalah Stapilococcus, Pneumococcus, Streptococcus.
2. PROSES PENYAKIT
Oleh karena infeksi paru terjadi penyempitan atau tertutupnya bronkioli dan alveoli. Keadaan ini akan menyebabkan gangguan pada pengembangan paru dan respirasi.
Pada empiema akut sekat mediastinum masih dapat bergerak kekiri maupun kekanan. Bila ada tekanan positif dari salah satu rongga dada akan menyebabkan sekat mediastinum ini mudah bergeser ke sisi yang sehat. Bila karena empiema atau karena udara baik karena fistel atau karena iatrogenic akan menyebabkan gangguan yg lebih besar lagi.
Radang di pleura akan di rasakan oleh penderita sebagai rasa sakit. Bila keadaan berlanjut terjadi fibrosis di jaringan paru bawah pleura dan akan menyebabkan gangguan faal respirasi.
3. KOMPLIKASI
Perubahan fibrotic yang tidak dapat sembuh yang mengganggu ventilasi paru yang disebabkan oleh terjebaknya paru pada sisi yang terkena.
4. MANIFESTASI KLINIS
Demam, berkeringat malam, nyeri pleural, dispneu, anoreksia, dan penurunan berat badan. Tidak terdapatnya bunyi nafas, pendataran pada perkusi dada, penurunan premitus.

C. PENATALAKSANAAN
Ada 3 dasar dalam penatalaksanaan pengobatan penyakit paru terutama pada empiema, yaitu :
1. Pengeluaran pus seluruhnya.
2. Paru dapat mengembang sampai pada pleura parietalis menempel dengan pleura viseralis.
3. Memberantas infeksi dengan antibiotic.
Sasaran penatalaksanaan adalah mengalirkan cavitas pleura hingga mencapai ekspansi paru yang optimal. Dapat dicapai dengan drainase yang adekuat, antibiotic dalam dosis besar, atau sterptokinase

D. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Data dasar dari pengkajian klien dengan empiema adalah :
1. Aktivitas/istirahat, keleihan, kelelahan, malaise, ketidakmampuan melakukan ADL karena sulit bernafas, serta ketidakmampuan untuk tidur.
2. Sirkulasi, adanya pembengkakan pada ekstremitas bagian bawah.
3. Integritas ego, peningkatan factor resiko, dan perubahan pola hidup.
4. Higiene, penurunan kemampuan melakukan ADL.
5. Pernafasan, nafas pendek, batuk menetap dengan produksi sputum, adanya riwayat pneumoni berulang, episode batuk yang hilang timbul.
6. Keamanan, riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat atau factor lingkungan.
7. Seksualitas, penurunan libido.
8. Interaksi social, hubungan ketergantungan, kurang system pendukung, penyakit lama.

E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan spasme bronkus, peningkatan produksi secret, dan kelemahan.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen, kerusakan alveoli.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhn berhubungan dengan anoreksia.
4. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan masuknya mikroorganisme pathogen.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakitnya.

F. PERENCANAAN KEPERAWATAN
Diagnose 1
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan spasme bronkus, peningkatan produksi secret, dan kelemahan.
Tujuan : jalan nafas paten/efektif.
KH : mempertahankan jalan nafas yang paten dengan bunyi nafas yang bersih, menunjukkan prilaku batuk efektif dan pengeluaran secret.
Rencana Tindakan
1. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas dan pantau frekuensi pernafasan.
2. Catat adanya atau derajat dispneu, gelisah, ansietas, dab distress pernafasan.
3. Kaji posisi pasien dalam posisi yang nyaman.
4. Bantu latihan nafas abdomen atau bibir.
5. Observasi karakteristik batuk.
6. Tingkatkan masukan cairan hingga 3000 ml perhari sesuai dengan toleransi jantung.
7. Berikan obat-obatan sesuai dengan indikasi.
Diagnosa 2
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen, kerusakan alveoli.
Tujuan : kerusakan pertukaran gas teratasi.
KH : menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat, berpartisipasi dalam program pengobatan.
Rencana Tindakan
1. Kaji frekuensi dan kedalaman pernafasan.
2. Tinggikan kepala tempat tidur.
3. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya area penurunan aliran udara, dan bunyi tambahan.
4. Palpasi primitus.
5. Awasi tanda-tanda vital dan irama jantung.
Diagnosa 3
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan dispneu, kelemahan, anoreksia.
Tujuan : nutrisi terpenuhi
KH : menunjukkan peningkatan berat badan, dan mempertahankan berat badan.
Rencana Tindakan
1. Kaji kebiasaan diit, catat derajat kesulitan makan.
2. Auskultasi bunyi usus.
3. Hindari makanan yang mengandung gas dan karbonat.
4. Hindari makanan yang sangat panas dan dingin.
5. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemenuhan nutrisi.
Diagnosa 4
Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan masuknya mikroorganisme pathogen, penurunan system imun.
Tujuan : resiko infeksi teratasi
KH : mengidentifikasi intervensi untuk menurunkan resiko infeksi, menunjukkan tekhnik, pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman.
Rencana Tindakan
1. Awasi suhu.
2. Observasi sputum, warna dan bau.
3. Dorong keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.
4. Kolaborasi dalam pemeriksaan sputum.
Diagnosa 5
Kurang pengetahuan berhubungn dengan kurangnya informasi tentang penyakitnya.
Tujuan : kurang pengetahuan teratasi.
KH : klien tampak mengerti tentang penyakitnya.
Rencana Tindakan
1. Jelaskan proses penyakit yang terjadi pada diri klien.
2. Berikan latihan atau batuk efektif.
3. Kaji efek bahaya merokok dan nasehatkan untuk berhenti merokok.
4. Diskusikan pentingnya mengikuti perawatan medic.
5. Kaji dosis/kebutuhan oksigen untuk pasien.

askep artritis reumatoid

A. PENGERTIAN
Berbagai istilah berkembang terkait dengan lanjut usia yaitu gerontology, geriatric, dan keperawatan gerontik. Gerontology berasal dari kata geros dan logos yang artinya ilmu yang mempelajari secara khusus mengenai factor-faktor yang menyangkut usia lanjut.
Geriatric nursing adalah spesialisasi keperawatan lanjut usia yang dapat menjalankan perannya pada tiap tatanan pelayanan dengan menggunakan pengetahuan, keahlian, dan keterampilan merawat untuk meningkatn fungsi optimal lanjut usia secara komprehensif. (Wahyudi Nugroho. Keperawatan Gerontik Edisi 2)

B. TUJUAN GERIATRI
1. Mempertahankan derajat kesehatan para lanjut usia pada taraf setingi-tinginya sehingga terhindar dari segala penyakit dan gangguan.
2. Memelihara kondisi kesehatan dengan aktivitas fisik dan mental.
3. Merangsang para petugas kesehatan untuk dapat mengenal dan menegakkan diagnose yang tepat dan dini bila mereka menjimpai kelainan tertentu.
4. Mencari upaya semaksimal mungkin, agar para lanjut usia menderita suatu penyakit masih dapat mempertahankan kebebasan semaksimal mungkin tanpa perlu suatu pertolongan.
KONSEP DASAR PENYAKIT
A. PENGERTIAN
Arthritis rheumatoid adalah gangguan kronik yang menyerang beragai system organ. Penyakit ini adalah salah satu dari sekelompok penyakit jaringan ikat difus yang diperantarai oleh imunitas dan tidak diketahui penyebabnya. (Sylvia A. Price. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit.2005 : 1385)
Rheumatoid arthritis adalah salah satu jenis polioartritis inflamasi yang ditandai oleh perjalanan klinik yang bervariasi tetapi biasanya disertai eksaserbasi dan remisi dari rasa nyeri serta pembengkakan sendi yang sering menimbulkan deformitas yang progresif. (Paruhum U.T. Siregar. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. 2002 : 440)

B. PATOFISIOLOGI
1. ETIOLOGI
Penyebab arthritis rheumatoid masih belum diketahui walaupun banyak hal mengenai patogenesisnya telah terungkap. Penyakit ini tidak dapat ditunjukkan memiliki hubungan pasti dengan genetic. Terdapat kaitan dengan penanda genetic seperti HLA-Dw4 dan HLA-DR5 pada orang Kaukasia.
2. PROSES PENYAKIT
Destruksi jaringan sendi terjadi melalui dua cara. Pertama adalah destruksi pencernaan oleh produksi protease, kolagenase, dan enzim-enzim hidrolitik lainnya. Enzim-enzim ini memecah kartilago, ligament, tendon, dan tulang pada sendi serta dilepaskan bersama dengan radikal oksigen dan metabolic asam arakidonat oleh leukosit polimorfonuklear dalam cairan synovial. Proses ini disuga adalah bagian dari respon auto imun terhadap antigen yang diproduksi secara local.
Destruksi jaringan juga terjadi melalui kerja panus rheumatoid. Panus merupakan jaringan granulasi vascular yang terbentuk dari sinovium yang meradang kemudian meluas ke sendi. Disepanjang pinggir panus terjadi dstruksi kolagen dan proteoglikan melalui produksi enzim oleh sel di dalam panus tersebut.(Sylvia A. Price. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. 2005 : 1386)
3. KOMPLIKASI
Arthritis rheumatoid dapat menyababkan anemia normositik normokrom melalui pengaruhnya pada sumsum tulang. Anemia ini tidak berespon terhadap pengobatan anemia yang biasa dan dapat membuat seseorang cepat lelah. Seringkali juga terdapat anemia defesiensi besi sebagai akibat pemberian obat-obatan untuk peyakit ini.
4. MANIFESTASI KLINIS
Ada beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada seorang arthritis rheumatoid. Gambaran klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada saat yan bersamaan oleh karena penyakit ini mempunyai gambaran klinis yang sangat bervariasi.
a. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan menurun, dan demam. Terkadang kelelahan dapat terjadi dengan hebatnya.
b. Poliartritis simetris, terutama pada sendi perifer termasuk sendi-sendi ditangan.
c. Kekakuan di pagi hari, dapat bersifat generalisata tetapi terutama menyerang sendi-sendi.
d. Arthritis erosive, peradangan sendi yang kronis mengakibatkan erosi di tepi tulang.
e. Nodul-nodul rheumatoid, lokasi yang paling sering adalahbursa olekranon atau di sepanjang permukaan ekstensor dari lengan.
f. Manifestasi ekstra artikular

C. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan arthritis rheumatoid didasarkan pada pengetian patofisiologi penyakit ini. Tujuan utama dari program pengobatan adalah :
1. Untuk menghilangkan nyeri dan peradangan.
2. Untuk mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal pada pasien.
3. Untuk mencegah dan memperbaiki deformitas.
Langkah pertama dari program penatalaksanaan ini adalah memberikan pendidikan kesehatan yang cukup kepada pasien dan keluarganya. Istitahat menjadi begitu penting karena arthritis rheumatoid biasanya disertai rasa lelah yang hebat. Latihan-latihan yang spesifik mencakup gerakan aktif dan pasif pada semua sendi yang sakit serta kompres panas pada sndi yang sakit dan bengkak ddapat mengurangi nyeri.
Tidak dibutuhkan diit khusus pada penderita arthritis rheumatoid. Prinsip umumnya adalah peberian diit yang seimbang. Terapi pengobatan adalah bagian penting dari seluruh program penatalaksanaan penyakit ini. Pemberian obat yang utama pada arthritis rheumatoid adalah dengan obat-obatan AINS. Pemberian obat lain baru menjadi indikasi apabila AINS tidak dapat mengendalikan nyeri. Pada kelompok ini tercakup senyawa emas, antimalaria, penisilamin, azatioprin, dan metotreksat.

D. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Kaji citra diri pasien yang berhubungan dengan perubahan musculoskeletal dan tetapkan apakah pasien mengalami keletihan yang tidak lazim, kelemahan umum, nyeri kaku pada pagi hari, demam atau anoreksia, kaji system kardiovaskular, pulmonal, serta renal.
Kaji persendian dengan pengamatan, palpasi, penyelidikan adanya nyeri tekan, bengkak, dan kemerahan pada sendi yang terkena. Kaji mobilitas sendi, batasan gerak, dan kekuatan otot.
Fokuskan pada pengidentifikasian masalah dan factor-faktor pasien. Kaji kepatuhan terhadap pengobatan dan penatalksanaan diri. Kumpulan informasi mengenai pemahaman pasien, motivasi, pengetahuan, kemampuan koping, pengalaman masa lalu, persepsi, dan ketakutan yang tidak diketahui.

E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi, kerusakan jaringan, dan immobilitas sendi.
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterbatasan gerakan sendi.
3. Gangguan konsep diri berhubungan dengan ketergantungan fisik dan psikologis dari penyakit kronis dan kehilangan kebebasan.

F. PERENCANAAN KEPERAWATAN
Diagnose 1
Nyeri berhubungan dengan inflamasi, kerusakan jaringan, dan immobilitas sendi
Tujuan : nyeri hilang atau berkurang
KH : klien melaporkan nyeri hilang atau berkurang, skala nyeri 0-1, tampak ekspresi wajah relaks.
Rencana Tindakan
1. Kaji skala nyeri.
2. Anjurkan untuk melakukan teknik distraksi dan relaksasi.
3. Anjurkan mengompres panas pada daerah sendi yang nyeri.
4. Tetapkan regimen latihan untuk mempertahankan mobilitas sendi.
5. Berikan tindakan yang dapat memberikan rasa nyaman.

Diagnosa 2
Kerusakan mobilitas sendi berhubungan dengan keterbatasan gerakan sendi
Tujuan : kerusakan mobilitas sendi teratasi
KH : klien dapat beraktivitas secara mandiri
Rencana Tindakan
1. Hilangkan nyeri yang menetap dan kekakuan pada pagi hari.
2. Bantu dan ajarkan latihan rentang gerak aktif.
3. Kembangkan rencana latihan di pagi hari.
4. Dorong aktivitas perawatan diri.
5. Perhatikan periode istirahat terencana.
6. Pertahankan lingkungan yang aman.
Diagnosa 3
Gangguan konsep diri berhubungan dengan ketergantungan fisik dan psikologis dari penyakit kronis dan kehilangan kebebasan.
Tujuan : gangguan kosep diri teratasi
KH : klien dapat mengekspresikan perasaannya, dan mau menerima keadaannya.
Rencana Tindakan
1. Coba untuk memahami reaksi emosional pasien terhadap penyakit.
2. Beri semangat untuk melakukan komunikasi sehingga pasien dan keluarga dapat mengungkapkan perasaan, persepsi, dan ketakutannya yang berhubungan dengan penyakit.
3. Beri dorongan pada keluarga dan pasien agar patuh terhadap program penatalaksanaan.
4. Tingkatkan perawatan diri dan libatkan dalam perencanaan keperawatan.
5. Anjurkan untuk mengungkapkan rasa takut.
6. Dorong kemandirian pasien dan berikan reinforcement positif.
7. Diskusikan tentang pembatasan, dan perubahan gaya hidup, berikan empati, dan pemahaman.

askep endokarditis

A. PENGERTIAN
Endokarditis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme pada endokard atau katub jantung. Infeksi endokarditis biasanya terjadi pada jantung yang telah mengalami kerusakan. Penyakit ini di dahului oleh penyakit jantung bawaan, maupun penyakit jantung yang di dapat.

B. PATOFISIOLOGI
1. ETIOLOGI
Endokarditis paling banyak disebabkan oleh Streptococcus viridians yaitu mikroorganisme yang hidup dalam saluran nafas bagian atas. Penyebab lain dari infeksi endokarditis yang lebih pathogen yaitu Staphilococcus aureus yang menyebabkan infeksi endokarditis sub akut. Penyebab lainnya adalah Sreptococcus fekalis, Staphilococcus, bakteri gram negative aerob/anaerob, jamur, virus, ragi, dan kandida..
2. PROSES PENYAKIT
Kuman paling sering masuk melalui saluran pernafaan bagian atas. Selain itu juga melalui alat genital dan saluran pencernaan, serta pembuluh darah dan kulit. Endokard yang rusak dengan permukaannya tidak rata mudah sekali terinfeksi dan menimbulkan vegetasi yang terdiri dari thrombosis dan fibrin.
Vaskularisasi jaringan tersebut biasanya tidak baik, sehingga memudahkan mikroorganisme berkembang biak dan akibatnya akan menambah kerusakan katub dan endokard. Kuman yang sangat pathogen dapat menyebabkan robeknya katub sehingga terjadi kebocoran. Infeksi dengan mudah meluas ke jaringan di sekitarnya, menimbulkan abses miokard atau aneurisma nekrotik.
Bila infeksi mengenai korda tendinae maka dapat terjadi rupture yang mengakibatkan terjadinya kebocoran katub. Pembentukan trobus yang mengandung kuman kemudian lepas dari endokard merupakan gambaran yang khas pada endokarditis infeksi. Besarnya emboli bermacam-macam. Emboli yang disebabkan oleh jamur biasanya lebih besar, umumnya menyumbat pembuluh darah yang besar pula.
3. KOMPLIKASI
Tromboemboli yang terinfeksi dapat terangkut sampai di otak, limpa, ginjal, saluran cerna, jantung, anggota gerak, kulit, dan paru. Bila emboli nyangkut di ginjal akan menyebabkan infark pada ginjal, glomerulonefritis.
4. MANIFESTASI KLINIS
Sering penderita tidak mengetahui dengan jelas. Sejak kapan penyakitnya timbul, misalnya sesudah cabut gigi, mulai kapan demam, letih dan lesu, keringat malam banyak, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, sakit pada persendian, sakit dada, sakit perut, hematuria, buta mendadak, sakit pada ekstremitas dan kulit.

C. PENATALAKSANAAN
Pengobatan yang sesuai dengan uji resistensi di pakai oabt yang diperkirakan sensitive terhadap mikroorganisme yang diduga. Bila penyebabnya streptococcus viridians yang sensitive terhada Penicillin G, diberikan dosis 2,4-6 juta unit perhari selama 4 minggu, parenteral selama 2 minggu.
Infeksi yang terjadi pada katub prostetik tidak dapat diatasi oleh obat biasa, biasanya memerlukan tindakan bedah. Selain pengobatan dengan antibiotic penting sekali mengobati penyakit lain yang menyertai.

D. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian data dasar pasien
1. Aktivitas dan istirahat, keletihan, kelelahan, takikardia, tekanan darah menurun, dispnoe saat beraktivitas.
2. Sirkulasi, mempunyai riwayat demam rematik, keturunan penyakit jantung, pernah melakukan operasi jantung by-pass, jantung berdebar-debar, friction rub, murmur, iram gallop S3/S4.
3. Eliminasi, riwayat penyakit ginjal, frekuensi haluaran urin yang menurun.
4. Kenyamanan, nyeri dada di bagian anterior keras dan tajam sewaktu inspirasi, sakit akan berkurang pada saat duduk, nyeri dada berpindah ke belakang, tidak berkurang dengan pemberian gliserin.
5. Pernafasan, nafas pendek, memburuk pada malam hari, inspirasi wheezing, creckles dan ronkhi lemah, batuk.
6. Keamanan, riwayat infeksi, pernah mendapat immunosupressan, adanya demam.
7. Kebutuhan belajar, bantuan dalam pengolahan makanan, rekreasi, transportasi, kelangsungan kebutuhan rumah tangga.
8. Pemeriksaan diagnostic, EKG menunjukkan adan ischemia, blok konduksi, dan disritmia, Echokardigrafi, enzim jantung, rongent, kultur darah, titer ASO dan ANA.

E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan efek sistemik dari infeksi.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan kardiak output
3. Potensial penurunan kardiak output berhubungan dengan penumpukan cairan pada rongga pericardium.
4. Potensial gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan tromboemboli.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakitnya

F. PERENCANAAN KEPERAWATAN
Diagnose 1
Nyeri akut berhubungan dengan efek sistemik dari infeksi.
Tujuan : nyeri teratasi.
KH : klien dapat mengidentifikasi cara-cara untuk mencegah nyeri, klien dapat mengontrol dan melaporkan nyeri yang timbul, klien dapat mendemonstrasikan teknik relaksasi dan berbagai aktivitas yang diindikasikan.
Rencana Tindakan
1. Observasi adanya nyeri dada, catat waktu dan factor-faktor penyulit.
2. Observasi tanda-tanda vital.
3. Berikan posisi yang nyaman.
4. Ciptakan lingkungan yang tenang.
5. Berikan oksigen sesuai indikasi.
6. Beri obat-obatan sesuai indikasi
Diagnosa 2
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan kardiak output.
Tujuan : intoleransi aktivitas teratasi.
KH : peningkatan kemampuan aktivitas, pengurangan tanda-tanda fisiologis, mengungkapkan pentingnya aktivitas yang tebatas..
Rencana Tindakan
1. Kaji respon aktivitas pasien.
2. Monitor denyut dan irama nada jantung.
3. Pertahankan bedrest selama periode demam.
4. Rencanakan perawatan dengan pengaturan istirahat atau periode tidur.
5. Kaji tingkat kemampuan klien dengan latihan berkala.
6. Evaluasi respon emosional terhadap situasi dan pemberian support.
7. Berikan terapi oksigen sesuai indikasi.
Diagnosa 3
Potensial penurunan kardiak output berhubungan dengan penumpukan cairan pada rongga pericardium.
Tujuan : penurunan kardiak output teratasi
KH : berkurangnya keluhan sesak nafas, identifikasi aktivitas yang mengurangi kerja jantung.
Rencana Tindakan
1. Monitor jumlah dan irama jantung.
2. Auskultasi suara jantung.
3. Pertahankan posisi fowler dan bedrest.
4. Berikan tindakan yang memberikan rasa nyaman.
5. Mberikan tekhnik manajemen stress.
6. Observasi tanda-tanda vital.
7. Evaluasi adanya keluhan letih, dan sesak nafas.
Diagnosa 4
Potensial gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan tromboemboli atau kerusakan katub.
Tujuan : potensial gangguan perfusi jaringan teratasi
KH : mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat sesuai dengan kebiasaan makan, tanda-tanda vital dalam batas normal, keseimbangan intake dan output.
Rencana Tindakan
1. Evaluasi status mental.
2. Kaji adanya nyeri dad yang tiba-tiba.
3. Observasi adanya udema pada ekstremitas.
4. Observasi adanya hematuri dan keluhan sakit pinggang.
Diagnosa 5
Kurang pengetahuan berhubungn dengan kurangnya informasi tentang penyakitnya.
Tujuan : kurang pengetahuan teratasi.
KH : klien tampak mengerti tentang penyakitnya.
Rencana Tindakan
1. Jelaskan proses penyakit yang terjadi pada diri klien.
2. Identifikasi adanya factor resiko.
3. Kaji efek bahaya merokok dan nasehatkan untuk berhenti merokok.
4. Diskusikan pentingnya mengikuti perawatan medic.
5. Kaji dosis/kebutuhan oksigen untuk pasien.

G. PELAKSANAAN KEPERAWATAN
Tindakan keperawatan diberikan berdasarkan kewenangan dan tanggung jawab perawat secara profesional sebagaimana terdapat dalam standar praktek keperawatan yaitu sebagai berikut :
1. Independent
2. Dependent
3. Interdependent

H. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi respon klien terhadap asuhan yang diberikan dan pencapaian hasil yang diharapkan adalah tahap akhir dari proses keperawatan. Fase evaluasi perlu untuk menentukan seberapa baik rencana asuhan keperawatan tersebut berjalan, dan bagaimana secara proses yang terus menerus. Revisi rencana keperawatan adalah komponen penting dari fase evaluasi. (Maryllin E. Doengoes. 2001)

masalah-masalah khusus pada gerontik

MASALAH-MASALAH KHUSUS PADA GERONTIK
Bila seseorang bertambah tua, kemampuan fisik dan mental hidupnya pun akan perlahan-lahan tetapi pasti akan menurun. Sebagai akibatnya, aktivitas hidupnya akan ikut terpengaruh, yang pada akhirnya akan dapat mengurangi kesigapan seseorang
Secara umum menjadi tua atau menua ditandai oleh kemunduran-kemunduran biologis yang terlihat sebagai gejala-gejala kemunduran fisik, antara lain :
1. Kulit mulai mengendur dan wajah mulai timbul keriput serta garis-garis yang menetap
2. Rambut pada kepala mulai emutih atau beruban
3. Gigi mulai lepas
4. Penglihatan dan pendengaran mulai berkurang
5. Mudah lelah serta mudah jatuh
6. Gerakan menjadi lamban dan kurang lincah
Adapun masalah-masalah khusus yang terjadi pada gerontik selalu berkaitan dengan:
1. Nutrisi
Pada lansia, keluhan seperti perut kembung dan perasaan tidak enak diperut seringkali terjadi.hal ini disebabkan oleh makanan yang kurang bias dicernakaan akibat menurunnya fungsi kelenjar pencernaan. Selain itu juga disebabkan oleh berkurangnya toleransi terhadap makanan terutama yang mengandung lemak. Keluhan lain yang sering dijumpai adalah konstipasi dan kurangnya nafsu makan. Dengan proses menua bisa terjadi gangguan motilitas otot polos esophagus, juga bisa terjadi refluks disease. Insidensi ini mencapai puncaknya pada usia 60 tahun sampai dengan 70 tahun.
Penyebab gangguan nutrisi pada lanjut usia adalah :
a. Penurunan alat penciuman dan pengecap
b. Penguyahan yang kurang sempurna
c. Gigi yang tidak lengkap
d. Rasa penuh pada perut dan susah buang air besar
e. Melemah otot-otot lambung dan usus
Masalah-masalah gizi yang sering timbul pada lanjut usia adalah gizi berlebihan, gizi kurang, kurang vitamin, dan kelebihan vitamin. Maka dari itu, kebutuhan nutrisi pada lanjut usia (gerontik) sangat perlu untuk diperhatikan agar tidak terjadi masalah-masalah gizi tersebut diatas.
Kalori yang dibutuhkan oleh tiap individu berbeda. Tergantung dari keadaan lanjut usia, gemuk atau kurus, serta disertai dengan adanya demam atau tidak. Pada laki-laki dibutuhkan sebanyak 2100 kalori/hari dan perempuan adalah 1700 kalori/hari dengan ketentuan karbohidrat 60% dari jumlah kalori yang dibutuhkan. Pada lanjut usia, lemak tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan hambatan pencernaan dan terjadi penyakit. Namun, lemak juga tetap dibutuhkan hanya dalam jumlah 15% sampai dengan 20% dari total kebutuhan kalori. Protein digunakan oleh tubuh untuk mengganti sel-sel yang rusak dan diperlukan sebanyak 20% sampai dengan 25% dari total kalori yang dibutuhkan. Vitamin dan mineral sama dengan usia muda kebutuhannya. Air dibutuhkan sebanyak 6-8 gelas/hari.
Perencanaan makanan perlu dilakukan pada lansia guna mencegah terjadinya permasalah gizi atau penyakit pada lambung seperti gastritis, ulkus peptikum, dan diabetes mellitus. Adapun perencanaan makanan yang dapat dibuat adalah :
a. Perlu diperhatikan porsi makanan, jangan terlalu kenyang. Porsi makanan hendaknya diatur merata dalam satu hari.
b. Banyak minum dan hindari konsumsi garam. Dengan banyak minum dapat memperlancar pengeluaran sisa makanan, dan menghindari makanan yang terlalu asin akan memperingan kerja ginjal serta mencegah kemungkinan terjadinya tekanan darah tinggi.
c. Membatasi penggunaan kalori hingga berat dalam batas normal, terutama makanan yang manis-manis.
d. Bagi para klien lanjut usia yang proses penuaannya sudah lebih lanjut perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
 Makanlah makanan yang mudah dicerna
 Hindari makanan yang terlalu manis, asin, gurih, dan goreng-gorengan
 Bila kesulitan mengunyah karena gigi rusak atau gigi palsu kurang baik, makanan harus lunak dan lembek
 Makanan selingan atau snack, susu, buah, dan sari buah sebaiknya diberikan
e. Batasi minum teh dan kopi





Menu seimbang bagi lanjut usia
Menu adalah susunan hidangan yang dipersiapkan atau disajikan pada waktu makan. Menu seimbang untuk lanjut usia adalah susunan makanan yang mengandung cukup semua unsure gizi yang dibutuhkan oleh lanjut usia.
Syarat menu seimbang untuk lanjut usia sehat
a. Mengandung zat gizi dari beraneka ragam bahan makanan yang terdiri dari zat tenaga,, zat pembangun, dan zat pengatur
b. Jumlah kalori yang baik dikonsumsi oleh lanjut usia adalah hidrat arang kompleks seperti sayuran, kacang-kacangan, dan biji-bijian
c. Dianjurkan mengandung tinggi serat yang bersumber pada buah, dan sayur
d. Menggunakan bahan makanan yang tinggi kalsium dan zat besi
e. Membatasi penggunaan garam dan penggunaan alcohol
f. Bahan makanan sumber gizi sebaiknya dari bahan makanan yang segar dan mudah dicerna
Syarat menu untuk lanjut usia dengan berat badan yang kurang
a. Jika lanjut usia mengalami kekurangan berat badan, makanan yang diberikan adalah makanan yang mengandung tinggi kalori dan tinggi protein.
b. Diit TKTP terdiri dari TKTP I dan TKTP II
c. Bahan makanan yang baik diberikan adalah ayam, telur, hati, susu, keju, dan ikan. Sebagai sumber protein nabati maka baik diberikan kacang-kacangan, tahu, oncom, dan tempe.
d. Cara pemberian makanan lanjut usia dengan berat badan yang rendah adalah makanan biasa dengan diberi makanan tambahan.
Syarat menu lanjut usia dengan berat badan lebih
a. Jika berat badan lebih, maka harus mengurangi konsumsi energy sampai menapai berat badan normal.
b. Diit rendah kalori unuk lanjut usia harus memenuhi syarat sebagai berikut kalori dikurangi 500 sampai 100 kalori dari kebutuhan normalnya, pengurangan kalori sebaiknya dari pengurangan karbohidrat dan lemak.
c. Protein diberikan dalam jumlah yang normal dapat juga diatas kebutuhan normal yaitu 1-1.5 gram per kg berat badan.
d. Serat dan vitamin tetap diberikan dalam jumlah seperti biasa.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian makanan kepada lansia adalah :
a. Apakah makanan yang disajikan cukup memenuhi kebutuhan gizi
b. Sajikan makanan tersebut pada waktunya secara teratur serta dalam prsi yang kecil saja
c. Jangan menunjukkan rasa bosan dalam melayani klien lanjut usia, tetapi tunjukkanlah wajah yang cerah dan gembira
d. Berikan makan bertahap dan bervariasi terutama apbila nafsu makannya berkurang
e. Perhatikan makanan apa saja yang disukai ataupun yang tidak disukai
f. Jika mendapat diit tertentu perhatikan diit tersebut
g. Beri makanan yang lunak untuk menghindari konstipasi

2. Aktivitas istirahat dan keluarga
Pada lanjut usia, penyakit pada sendi adalah akibat degenerasi atau kerusakan pada permukaan sendi-sendi tulang yang banyak dijumpai pada lanjut usia, terutama yang gemuk. Hampir 8% orang-orang berusia 50 tahun keatas mepunyai keluhan pada sendi-sendinya, misalnya linu-linu, pegal, dan kadang terasa nyeri. Biasanya yang terkena adalah jari-jari, tulang punggung, sendi penahan berat tubuh. Nyeri pada sendi disebabkan oleh gout. Hal ini disebabkan gangguan metabolisme asam urat dalam tubuh.
Terjadinya osteoporosis ini menyebabkan tulang-tulang lanjut usia mudah patah sehingga akan sulit sembuhnya. Biasanya patah tulang terjadi karena lanjut usia jatuh.
Menurut Ruben, 1996 (Dalam Buku Ajar Geriatri, Prof. Dr. Boedhi Darmojo, 1999) jatuh adalah suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata yang melihat kejadian yang mengakibatkan sesorang mendadak terbarik, terduduk di lantai,atau tempat yang lebih rendah, dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka. Factor yang sangat berperan besar terjadinya jatuh pada lanjut usia adalah uskuloskeletal. Gangguan musculoskeletal menyebabkan gangguan gaya berjalan dan ini berhubungan dengan proses menua yang fisiologis, misalnya :
a. Kekakuan jaringan penghubung
b. Berkurangnya massa otot
c. Perlambatan konduksi saraf
d. Penurunan visus atau lapang pandang
Semua perubahan tersebut menyebabkan kelambanan bergerak, langkah yang pendek-pendek, penurunan irama, kaki yang tidak dapat menapak dengan kuat dan cenderung gampang goyah, susah terlambat mengantisipasi bila terjadi gangguan.
Selain terjadi penurunan aktivitas, pada lanjut usia juga mengalai gangguan tidur atau pola tidur yang memendek. Irwin Feinberg mengungkapkan bahwa sejak meninggalkan masa remaja kebutuhan tidur seseorang menjadi relative tetap. Factor usia merupakan factor terpenting yang berpengaruh terhadap kualitas tidur.
Pada kelompok lanjut usia hanya dijumpai 7% kasus yang mengeluh mengenai masalah tidur. Hal yang sama dijumpai pada 22% kasus pada kelompok usia tujuh puluhan. Gangguan tidur tidak hanya menunjukkan adanya indikasi kelainan jiwa dini tetapi merupakan keluhan dari hamper 30% penderita yang berobat ke dokter.

3. Rasa aman

Adanya penurunan dari system organ dan kekuatan otot yang menurun meyebabkan lansia mudah untuk jatuh. Jatuh sering kali dialami oleh lanjut usia dan penyebabnya bias multifactor. Banyak factor yang berperan di dalamnya, baik factor intrinsic maupun factor ekstrinsik.
Dalam penelitian (Kane et al, 1994) di Amerika Serikat, lanjut usia yang mengalami patah tulang pangkal paha dan 5% akan mengalami perlukaan jaingan lunak. Perlukaan jaringan lunak yang sering yaitu subdural hematoma, memar, keseleo otot. Dinyatakan pula 5% lanjut usia yang jatuh akan mengalami patah tulang iga, humerus, dan pelvis.
Sistem sensorik beperan didalammya adalah penglihatan atau visus dan pendengaran. Semua gangguan atau perubahan pada mata akan menimbulkan gangguan pengihatan. Begitu pula gangguan pada telinga akan menimbulkan gangguan pendengaran. Penyakit system saraf pusat seperti stroke dan Parkinson hidrosefalus tekanan normal sering diderita oleh lanjut usia dan menyebabkan gangguan fungsi system saraf pusat sehingga berespon tidak baik terhadap inut sensori. (Tinneti, 1992)
Factor yang benar-benar berperan besar terjadinya jatuh pada lanjut usia adalah musculoskeletal. Gangguan musculoskeletal menyebabkan gangguan gaya berjalan dan ini berhubungan dengan proses menua yang fisiologis.
Semua perubahan tersebut mengakibatkan kelambanan bergerak, lngkah yang pendek-pendek, penurunan irama, kaki tidak dapat menapak dengan kuat dan cenderung gampang goyah.
Penyebab jatuh ada 2 yaitu factor intrinsic dan factor ekstrinsik. Factor intrinsic antara lain :
a. Gangguan jantung dan sirkulasi darah
b. Gangguan system anggota gerak
c. Gangguan system susunan saraf
d. Gangguan penglihatan
e. Gangguan psikologis
f. Pengaruh obat-obatan yang dipakai
g. Vertigo
h. Infeksi telinga
i. Arthritis lutut
j. Sinkope atau pusing
k. Penyakit-penyakit sistemik
Selain factor-faktor yang diketahui, misalnya pengaruh makanan. Biasanya penyebab jatuh merupakan gabungan dari beberapa factor. Komplikasi yang sering terjadi pada lanjut usia yang jatuh adalah rusaknya jaringan lunak yang terasa sangat sakit, patah tulang, hematoma, kecacatan, dan meninggal.
Oleh karena itu, lanjut usia harus dicegah agar tidak jatuh dengan cara mengidentifiksi factor resiko, menilai, dan mengawasi keseimbangan dan gaya berjalan, mengatur serta mengawasi factor situasional. Pada prinsipnya mencegah terjadinya jatuh pada lanjut usia sangat penting dan lebih utama daripada mengobati akibatnya.









SEKSUALITAS PADA LANJUT USIA
Dengan semakin baiknya keadaan kesehatan masyarakat, maka penduduk usia lanjut semakin banyak di masyarakat. Mereka memerlukan perhatian khusus dalam mengatasi masalah yang mereka hadapi pada usia lanjut. Mereka memerlukan penanganan khusus untuk meningkatkan kualitas hidup mereka sebagai manusia.
Salah satu masalah yang dialami oleh banyak orang pada lanjut usia ialah masalah seksual. Disfungsi seksual merupakan masalah yang umum dialami oeh kelompok usia lanjut, baik pria maupun wanita. Banyak kelompok usia lanjut yang merasa terganggu dengan disfungsi seksual yang dialaminya.
Di pihak lain, mereka mengalami hambatan psikis untuk berupaya mengatasi masalah itu. Hambatan psikis antara lain muncul karena sikap masyarakat yang menganggap tidak layak lagi pada usia lanjut mempermasalahkan fungsi seksual. Padahal sebagai manusia seksual walaupun berusia lanjut, wajar saja jika mereka mempermasalahkan fungsi seksual yang mereka rasakan menganggu. Masalah seksual memang dapat dialami oleh siapa saja dari kelompok usia manapun, dan mereka sangat memerlukan penanganan.
Dalam buku “Seks yang Membanggakan”, Prof. Dr. dr Wimpie Pangkahila SpAnd FAACS menjelaskan, masalah seksual pada lanjut usia disebabkan oleh factor fisik dan factor psikis yng bergabung menjadi satu. Factor fisik berupa kemunduran fisik karena usia yang terjadi pada semua bagian tubuh, khususnya yang berkaitan dengan fungsi hormone seks, pembuluh darah, dan saraf. Factor fisik yang menghambat fungsi seksual kerap muncul pada usia lanjut, seperti perasaan jemu dengan situasi sehari-hari khususnya dalam hubungan dengan pasangan, perasaan kehilangan kemampuan seksual dan daya tarik, perasaan kesepian, dan perasaan takut dianggap tidak wajar bila masih aktif dalam melakukan hubungan seksual.
Ada tiga penyebab mengapa kehidupan seksuall para lansi tidak harmonis. Pertama, komunikasi seksual diantara pasangan yang tidak baik. Kedua, pengetahuan seksual yang tidak benar. Ketiga, karena gangguan fungsi seksual salah satu maupun kedua pihak dikarenakan terjadi perubahan fisiologis maupun patologis.
Agar kualitas hidup tidak terganggu karena masalah seksual, maka setiap masalah disfungsi seksual harus segera diatasi dengan cara yang benar dan ilmiah. Yang perlu diperhatikan dalam penanganan disfungsi seksual adalah harus menentukan jenis disfungsi seksual yang tepat, mencari penyebabnya, dan memberikan pengobatan sesuai penyebab dan memperbaiki fungsi seksual.
Pada wanita, usia lanjut pada umumnya diidentikan dengan terjadinya menopause. Pada masa ini, masalah seksual sering terjadi yang berhubungan dengan masalah hormone esterogen dan progesterone. Kemunduran fisik yang terjadi pada diriya membawa yang bersangkutan pada kesimpulan bahwa kecantikan ataupun ketampanannya yang mereka miliki mulai menghilang. Ini baginya berarti kehilangan daya tariknya. Wanita biasanya lebih risu dan merasa tertekan karena keadaan tersebut sebab biasaanya wanita banyak dipuja orang karena kecantikan dan keindahan fisiknya. Tetapi tidak berarti bahwa pria pada masa ini tidak mengalai atau merasakan hal-hal yang serupa. Pada pria yang sedng mengalami proses menua, tetap menginginkan dirinya menarik bagi lawan jenisnya.
Pada pria lanjut, tidak ada suatu proses yng berhenti seperti pada wanita yang mengalami menopause. Tetapi pada pria dengan usia lanjut juga mengalami penurunan fungsi seksual yang acapkali menimbulkan masalah seksual.
Penurunan hormone seks, khususnya testosterone baik pada pria maupun wanita tidak semata-mata hanya menimbulkan disfungsi seksual. Dalam kaitannya dengan kualitas hidup, menurunnya hormone testosterone seperti juga hormone yang lain dapat menurunkan kualitas hidup. Selanjutnya kualitas hidup yang menurun dapat menimbulkan akibat buruk dalam berbagai aspek kehidupan. Berkaitan dengan perasaan kehilangan daya tariknya ada gejala-gejala yang terlihat dalam bidang seks. Pria dan wanita pada masa akhir dewasa akan memasuki apa yang dinamakan klimakterium, perubahan-perubahan dalam keseimbangan hormonal yang menyebabkan berkurangnya dorongan seks.
Pada pria proses tersebut biasa terjadi secara lambat laun dan tidak disertai gejala-gejala psikologis yang luar biasa, kecuali sedikit kemurungan dan rasa lesu serta berkurangnya kemampuan seksualitasnya. Terdapat pula penurunan kadar horon testosterone. Pada waita terjadi menopause. Menopause terjadi pada keadaan yang kadang-kadang mengambil waktu dalam dua tahun. Hal ini disebabkan faal dari kandung telur lambat laun mulai berkurang, sampai dengan berhenti fungsi sama sekali.
Gejala-gejala yang sering timbul pada menopause meliputi :
1. Gangguan pada haid, haid menjadi tidak teratur, kadang-kadang terjadi perdarahan yang terlalu banyak atau terlalu sedikit.
2. Gelombang rasa panas, kadang-kadang timbul rasa panas pada muka, leher, dan dada bagian atas, disusul dengan keluarnya keringat yang banyak. Perasaan panas ini berlangsung beberapa detik saja, namun bias juga berlangsung hingga 1 jam.
3. Gejala-gejala psikologik berupa rasa takut, tegang, depresi, mudah sedih, cepat marah, mudah tersinggung, gugup, dan mental yang kurang mantap.
4. Fatigue, yaitu ras lelah yng diakibatkan berhenrinya fungsi ovarium. Tetapi tidak semua rasa lelah dapat diartikan sebagai tanda menopause.
5. Keadaan artrofi
6. Rasa gatal-gatal pada genitalia.
7. Sakit-sakit yang bias dirasakan seluruh badan.
8. Pusing atau sakit kepla.
9. Keluhan sulit tidur.
10. Perubahan pada gairah seksual, yang ini disebabkan oleh pengaruh hormonal dan pengaruh psikis. Adanya wanita yang mengalami menopause menafsirkan sebaai kehilangan fungsinya sebagai wanita karena ia tidak dapat lagi memberikan anak.
11. Berubahnya libido
Dengan demikian dapat dilihat bahwa kerisauan menghadapi masa tua sering kali juga menyangkut kehidupan seksualnya.

Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Post Herniotomy

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Tn. S DENGAN
POST HERNIOTOMY DI RUANG CENDANA II
RUMAH SAKIT PUSAT KEPOLISIAN
RADEN SAID SUKANTO
JAKARTA



DISUSUN OLEH
ALIF DISISKA SETYARINI
( 07003 )




AKADEMI KEPERAWATAN RUMKIT PUSPOL RS. SUKANTO JAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. Pada hernia abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari lapisan muskulo-aponeurotik dinding perut. Hernia terdiri atas cincin, kantong, dan isi hernia.

Hernia terlihat sebagai suatu tonjolan yang hilang timbul lateral terhadap tuberkulum pubikum. Tonjolan akan timbul apabila pasien menangis, mengejan, atau berdiri dan biasanya akan hilang secara spontan bila pasien dalam keadaan istirahat atau terlentang.

Hernia merupakan suatu kegawatan dalam system pencernaan yang apabila tidak diatasi secara tepat dan baik dapat menimbulkan suatu komplikasi atau kecacatan. Berdasarkan data yang diperoleh dari Berdasarkan data yang diperoleh dari medical record Rumah Sakit Kepolisian Pusat Raden Said Sukanto Jakarta tercatat angka insiden pasien Hernia Inguinalis yang dirawat inap selama bulan Januari 2009 sampai dengan Desember 2009 berjumlah 177 orang dengan presentasi 0,39% dibandingkan dengan jumlah pasien yang dirawat di Rumkit Puspol RS. Sukanto yang berjumlah 45.271 orang. Sementara yang dirawat di ruang Cendana II hanya 3 orang dan tidak ada yang meninggal.

Keterkaitan peranan keperawatan dalam penanganan pasien hernia inguinal di rumah sakit sangatlah penting dalam memberikan asuhan keperawatan yang bertujuan untuk menurunkan angka morbiditas pasien dengan hernia inguinalis dan meningkatkan kualitas hidup bagi para pasien dengan hernia inguinalis. Adapun kegiatan yang dilakukan adalah kegiatan preventif, promotif, kuratif, dan

Jika dilihat dari aspek promotif yaitu dengan cara menjelaskan kepada masyarakat tentang apa itu hernia? Upaya preventif atau pencegahan dapat dilakukan dengan cara jika ada anggota keluarga dengan riwayat hernia secara congenital sebaiknya untuk melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala ke tempat pelayanan kesehatan. Satu-satunya cara upaya kuratif yang dapat dilakukan pada penderita hernia adalah dengan pembedahan, disini perawat berperan serta dalam keperawatan operatif yang meliputi pre operatif, intra operatif, dan post operatif. Upaya rehabilitative seperti memberikan perawatan dan pendidikan kesehatan meliputi hal-hal yang harus dihindari seperti tidak mengedan saat BAB, tidak batuk secara berlebihan, dan tidak mengangkat beban berat dalam kurun waktu minimal 3 bulan. Hal ini dilakukan guna memulihan pasien hernia inguinalis dengan atau tanpa komplikasi dengan meminimalkan angka kecatatan.

Berdasarkan masalah tersebut diatas, maka penyusun mencoba untuk menyusun laporan kasus individu dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Tn. S dengan Post Op Hernia Inguinal Lateral, di ruang Cendana II Rumah Sakit Pusat Kepolisian Raden Said Sukanto Jakarta untuk menerapkan Asuhan Keperawatan pada klien Post Op Hernia Inguinal Lateral secara komprehensif.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan pada penulisan ini adalah memperoleh gambaran secara nyata tentang asuhan keperawatan pada klien dengan post herniotomy.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan post herniotomy.
b. Mampu menentukan masalah keperawatan pada klien dengan post herniotomy.
c. Mampu merencanakan asuhan keperawatan pada klien dengan post herniotomy.
d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan perencanaan asuhan keperawatan pada klien dengan post herniotomy dengan baik dan benar.
e. Mampu melaksanakan evaluasi keperawatan pada klien dengan post herniotomy.
f. Mampu mengidentifikasi kesenjangan antara teori dan praktik.
g. Mampu mengidentifikasi faktor pendukung, penghambat, serta mencari solusi atau alternatif pemecahan masalah.
h. Mampu mendokumentasikan semua kegiatan keperawatan dalam narasi.

C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari penulisan makalah ini membatasi masalah hanya pada asuhan keperawatan pada klien Tn. S dengan Post Herniotomy di ruang Cendana II Rumah Sakit Kepolisian Pusat Raden Said Sukanto Jakarta yang dilaksanakan pada tanggal 15 Juni 2010 sampai 17 Juni 2010.

D. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode deskriptif yaitu metode ilmiah yang bersifat mengumpulkan data, menganalisa, dan menarik kesimpulan yang kemudian disajikan dalam bentuk naratif. Adapun data untuk penulisan makalah ini diperoleh dari :
1. Studi kasus yaitu meliputi observasi atau pengamatan langsung pada klien.
2. Wawancara dengan melakukan tanya jawab dengan klien.
3. Mempelajari dokumentasi atau status baik catatan medik atau catatan keperawatan selama klien dirawat.

E. Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari lima bab yang disusun secara sistematis dengan urutan yaitu Bab I Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, ruang lingkup, dan sistematika penulisan. Bab II : Tinjauan teori yang terdiri dari konsep dasar yang meliputi pengertian, etiologi, patofisiologi (proses perjalanan penyakit, manifestasi klinis, komplikasi), penatalaksanaan medis, pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan, dan evaluasi keperawatan. Bab III : Tinjauan kasus yang terdiri dari pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi keperawatan. Bab IV : Pembahasan yang terdiri dari pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan, dan evaluasi keperawatan. Bab V : Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Hernia merupakan defek dalam dinding abdomen yang memungkinkan isi abdomen (misal peritoneum, usus, lemak, kandung kemih) memasuki defek tersebut sehingga timbul kantong berisikan materi abnormal. (dr. Jan Tambayong, 2000)

Hernia inguinalis adalah prolap sebagian usus kedalam annulus inguinalis di atas kantong skrotum, disebabkan oleh kelemahan atau kegagalan menutup yang bersifat congenital. (Keperawatan Pediatric, 2002)

Hernia adalah menonjolnya suatu alat tubuh atau jaringan – jaringan kepermukaan tubuh atau rongga lain melalui lubang atau saluran abnormal. (Kamus Kedokteran, 2003)

Hernia adalah masuknya lapisan perut (kadang-kadang disertai dengan isi perut seperti usus) ke dalam kantong kemaluan atau lipat paha. Hal tersebut karena ada gangguan dalam pembentukan alat genitalia eksterna. (http://rentalhikari.wordpress.com/2009/11/06/askep-hernia/)

Hernia adalah protusi atau penonjolan isi suatu ronga melalui defek atau bagian lemah dari lapisan muskukoskeletal dinding perut. (RR. Syamsuhidayat dan Win de Jong, 2002)

Hernia adalah keluarnya isi suatu rongga melalui suatu celah di mana terdapat daerah yang mempunyai tekanan yang paling rendah. (Mansjoer Arief, 2000)
Hernia adalah penonjolan suatu alat dalam (viskus) atau bagiannya, keluar dari pembungkusnya, hingga merupakan suatu keadaan abnormal. Hernia terutama terjadi melalui dinding abdomen atau diafragma. (Dr. Lyndon Saputra, 2009)

Herniotomi adalah pembesaran kantong hernia sampai ke lehernya, kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan, kemudian direposisi kantong hernia dijahit-ikat setinggi mungkin lalu dipotong. (Sjamsuhidayat, 2004 : 531)
B. Etiologi
1. Kongenital
a. Terjadi kegagalan dalam hal penutupan prosesus vaginalis (pintu/liang yang menonjol menuju vagina)
b. Terjadi sejak bayi lahir, seperti: hernia inguinalis, hernia , umbilikalis.
2. Didapat/akuisita
Terjadinya hernia setelah dewasa/manula, hal ini disebabkan adanya tekanan intra abdominal yang meningkat dan dalam waktu yang lama misalnya: pada batuk kronis, gangguan proses kencing (prostat hipertropi, strictura uretra) konstipasi kronis, asites, dan trauma kecelakaan.
3. Faktor predisposisi
Terjadi karena peningkatan intra abdominal, misal pada saat mengangkat benda berat, meniup terompet atau terlalu kuat mengedan.

C. Patofisiologi
1. Proses Perjalanan Penyakit
Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus selama masa pertumbuhan fetus testis akan turun dari dinding belakang abdomen menuju skrotum, melalui kanal tersebut selama penurunan peritoneum yang terdapat di depannya ikut terbawa serta sebagai suatu tube yang melalui kanalis inguinalis masuk kedalam skrotum. Penonjolan peritoneum dikenal sebagai proses vaginalis.

Akibat terbukanya kanal tersebut akan menyebabkan isi rongga perut dapat keluar dan akan timbul beberapa gejala. Benjolan timbul bila berdiri atau mengejan. Benjolan di daerah inguinalis yang dapat mencapai skrotum, pada wanita benjolan dapat mencapai labio mayora. Pada anak – anak maupun orang dewasa bila berbaring, benjolan akan hilang karena isi kantong hernia masuk kembali ke dalam kavum abdomen.

Keadaan umum penderita biasanya baik, pasien mengeluh adanya benjolan dilipatan paha atau perut bagian bawah. Benjolan tersebut dapat timbul bila mengejan, berdiri terus, menangis, batuk, dan mengangkat beben berat. Bila benjolan tersebut dapat masuk, maka diagnosis pasti hernia dapat ditegakkan. Benjolan akan menghilang bila penderita dalam posisi tidur yang disebut reversible. Ada kalanya benjolan tersebut kadang – kadang tidak kembali yang disebut ireversibel. (Brunner dan Suddarth, 2002)

Rusaknya integritas dinding otot dan meningkatnya tekanan intraabdomen, rusaknya integritas dinding abdomen dan melemahnya kolagen, melebarnya bagian - bagian ligamentum inguinale, melemahnya otot ligamentum bias disebabkan karena diwarisi atau sebagai proses aging. Sedangkan meningkatnya tekanan intraabdomen, bisa karena disebabkan kehamilan, batuk kronik, mengangkat beban berat.

Adapun tipe – tipe hernia adalah :
a. Hernia Inguinal
1) Indirek yaitu sebagian dinding usus keluar melalui duktus spermatikus yng terletak sebelah lateral dari arteri epigastrikus dan inferior mengikuti kanalis inguinalis dan benjolan miring dari lateral atas, medial bawah masuk kedalam skrotum dan biasanya disebabkan karena konenital hernia.
2) Direk yaitu hernia yang disebabkan oleh peningkatan tekanan intraabdomen kronik dan kelemahan otot dinding di trigonum hesselbach. Disebut hernia direk karena langsung menuju annulus inguinalis eksterna dan biasanya ditemukan gejala muntah kencing karena buli – buli ikut membentuk dinding medial hernia.
b. Hernia Umbilikal merupakan hernia kongenital pada umbilikus yang hanya ditutupi oleh peritoneum dan kulit. Gejala yang biasanya nampak adalah penonjolan yang mengandung isi rongga perut yang masuk melalui cincin umbilicus akibat dari peningkatan intraabdomen.
c. Hernia Femoralis merupakan benjolan lunak dilipat paha di bawah ligamentum inguinal dimedial v. femoralis dan lateral. Tuberkulosipibikum yang berasal dari kanalis femoralis melalui defek pada sisi medial femoralis. Kanalis femoralis berisi satu atau dua kelenjar limfe, yang terbesar disebut dengan cloquit. Nodus – nodus ini didesak keluar dari kanalis femoralis oleh suatu penonjolan peritoneal akibat dari peningkatan tekanan intraabdomen sehingga membentuk suatu masa dan akan masuk melalui annulus femoralis / lakuna vasorum kaudal.
d. Hernia skrotalis yaitu hernia inguinalis lateralis yang mencapai ke skrotum yaitu tampak benjolan pada skrotum yang masih dapat direposisi atau tidak dapat direposisi.
2. Manifestasi Klinis
Berupa benjolan dilipat paha yang timbul pada waktu mengejan, batuk atau mengangkat beban berat dan menghilang pada waktu istitahat berbaring. Pasien dapat mengalami nyeri ulu hati, reguitasi dan disfagia.

Hernia yang redusibel (isi dapat dikembalikan lagi ke dalam rongga peritoneal);massa pada suatu tempat yang dapat menghilang jika berbaring, penonjolan yang terjadi pada waktu batuk yang tampak pada pemeriksaan fisik.

Hernia iredusibel (isi tidak dapat dikembalikan lagi ke dalam rongga peritoneal akibat perlekatan pada dinding hernia atau sifat dari isinya, kadang-kadang sekunder dari feses) tidak ada nyeri, tidak terdapat penonjolan waktu batuk yang akan terlihat pada pemeriksaan fisik.

Hernia stranggulata (sirkulasi terhenti akibat kontriksi leher kantong hernia, mungkin mengakibatkan ganggren, timbul nyeri kolik abdomen yang mendadak, gejala dan tanda obstruksi intestinal. Hernia terasa sangat nyeri dan tegang, tonjolan waktu batuk menghilang, peristaltic usus meningkat.
3. Komplikasi
a. Terjadi perlengketan isi hernia dengan dinding kantong hernia sehingga isi kantong hernia tidak dapat dikembalikan lagi.
b. Terjadi tekanan terhadap cincin hernia, akibat makin banyaknya usus yang masuk cincin hernia relatif semakin sempit dan menimbulkan gangguan isi perut.
c. Bila hernia dibiarkan maka akan timbul edem dan terjadi penekanan pembuluh darah sehingga terjadi nekrosis

D. Penatalaksanaan
1. Konservatif
Pada pasien hernia penatalaksanaannya berupa pemberian makanan sedikit tapi sering, tirah baring selama 1 jam setelah makan untuk mencegah refluk atau gerakan hernia dan meninggikan kepala tempat tidur 4-8 inci (10-20 cm) untuk mencegah hernia menyelinap keatas. Reposisi tidak dilakukan pada hernia inguinalis stranggulata, kecuali pada pasien anak-anak. Reposisi dilakukan secara bimanual. Jika reposisi tidak berhasil dalam waktu 6 jam harus dilakukan operasi dengan segera.
2. Perioperatif
Pada hernia inguinalis lateralis reversible, maka akan dilakukan tindakan efektif karena ditakutkan terjadi komplikasi, maka akan diusahakan agar isi hernia dapat dimasukkan kembali, penderita istirahat dan dipuasakan atau mendapat diet lunak. Dilakukan tekanan yang kontinue pada benjolan missalnya dengan bantal pasir, baik juga dilakukan kompres dengan es untuk mengurangi pembengkakan. Lakukan usaha ini berulang - ulang, sehingga isi hernia masuk. Untuk kemudian dilakukan bedah efektif bila tidak dilaksanakan atau terjadi inkaserasi (diharuskan operasi karena lilitan usus pada abdomen).
3. Operatif
Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan rasional hernia inguinalis. Tindakan bedah pada hernia disebut herniatomy (memotong hernia) dan herniograph (menjahit kantong hernia). Pada herniotomy dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya, kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan jika ada perlengketan, kemudian direposisi. Kantong hernia dijahit setinggi mungkin lalu dipotong. Terapi definitive adalah pembedahan pada hernia inguinalis medialis. Kantong hernia tidak perlu dieksisi tetapi cukup dikembalikan ke dalam rongga perut, kemudian perlu dilakukan perbaikan terhadap kelemahan atau kerusakan pada dinding perut.

E. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data melalui wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan diagnostik serta review catatan sebelumnya.
Untuk mengkaji klien dengan post herniotomi meliputi :
1. Pengumpulan Data
a. Identitas
1) Identitas klien mencakup : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, nomor medik, status, diagnosa medis, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian dan alamat.
2) Identitas penanggung jawab meliputi : nama, umur, pekerjaan, agama, hubungan dengan klien dan alamat.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
1) Alasan Masuk Perawatan.
Disini menggambarkan tentang hal-hal yang menjadikan pasien di bawa ke rumah sakit dan dirawat.
2) Keluhan utama
Keluhan utama merupakan keluhan klien yang bersifat subyektif pada saat dikaji. Biasanya keluhan utama yang dirasakan klien post herniotomi adalah nyeri daerah luka operasi.
3) Riwayat Kesehatan sekarang
Bagian ini menguraikan keluhan pertama yang muncul secara kronologis meliputi faktor yang mencetuskan memperingan gejala, kualitas, lokasi / penyebaran, upaya yang dilakukan serta waktu dirasakannya keluhan, durasi dan frekuensi. Dengan menggunakan alat bantu yang mencakup PQRST :P : Provokative / palliative
Merupakan hal atau faktor yang pencetus terjadinya penyakit, hal yang memperberat atau memperingan, nyeri yang dirasakan biasanya bertambah bila klien berjalan, bersin, batuk atau napas dalam. Q : Quality / Quantity Qualitas dari suatu keluhan atau penyakit yang dirasakan. R : Region / Radition. Region adalah daerah atau tempat dimana keluhan dirasakan. S : SaveQuality / Quantity Region / Radition Scale. Severity scale adalah keganasan atau intensitas dari keluhan tersebut. T : Time. Time adalah waktu dimana keluhan dirasakan.
4) Riwayat kesehatan yang lalu
Pada tahap ini dikaji mengenai latar belakang kehidupan klien sebelum masuk rumah sakit yang menjadi faktor predisposisi seperti riwayat bekerja mengangkat benda-benda berat, tanyakan juga tentang riwayat penyakit menular dan atau penyakit keturunan.
5) Riwayat keluarga.
Pada tahap ini dikaji tentang riwayat kesehatan keluarga, adakah dalam keluarga yang mengalami penyakit sama dengan klien saat ini dan atau riwayat penyakit keturunan.
c. Data Biologis
1) Pola nutrisi. Pada aspek ini dikaji mengenai kebiasaan makan klien sebelum dan sesudah masuk rumah sakit. Dikaji mengenai riwayat diet klien. Bagaimana kebiasaan makan dalam sehari, jenis makan. Apakah dijumpai perubahan pada makan akibat penyakit, setelah itu dikaji tentang kebiasaan minum ( jenis, jumlah dalam sehari ) dan kebiasaan minum-minuman beralkohol.
2) Pola eleminasi. Dikaji mengenai frekuensi, konsistensi, warna dan kelainan eleminasi, kesulitan-kesulitan eliminasi dan keluhan-keluhan yang dirasakan klien pada saat bab dan bak.
3) Istirahat dan tidur. Dikaji mengenai kebutuhan istirahat dan tidur, apakah ada gangguan sebelum dan pada saat tidur, lama tidur dan kebutuhan istirahat tidur.
4) Personal hygiene. Dikaji mengenai kebiasaan mandi, gosok gigi, mencuci rambut dan dikaji apakah memerlukan bantuan orang lain atau secara mandiri.
5) Aktivitas dan latihan. Dikaji apakah aktivitas yang dilakukan klien dirumah dan dirumah sakit dibantu atau secara mandiri.
d. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Pemeriksaan fisik dilakukan head to toe tetapi hasilnya dituliskan persistem tubuh.
1) Keadaan umum. Keadaan klien dengan hernia biasanya mengalami kelemahan, dan periksa status gizinya serta tingkat kesadaran compos mentis.
2) Tanda-tanda vital. Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital biasanya pada pasien post herniotomi terjadi penurunan tekanan darah, peningkatan suhu dan demam, pernapasan cepat dan dangkal.
3) Tinjauan system
(a) Sistem respirasi. Dikaji dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi.Dalam sistem ini perlu dikaji mengenai bentuk hidung, kebersihannya, adanya sekret, adanya pernafasan cuping hidung, bentuk dada, pergerakan dada apakah simetris atau tidak, bunyi nafas, adanya ronchi atau tidak, frekuensi dan irama nafas teratur.
(b) Sistem cardiovaskuler. Dikaji mulai dari warna konjungtiva, warna bibir, tidak ada peningkatan JVP, peningkatan frekuensi dan irama denyut nadi, bunyi jantung tidak disertai suara tambahan, penurunan tekanan darah.
(c) Sistem pencernaan. Sistem pencernaan dikaji mulai dari mulut sampai anus, dalam sistem ini perlu dikaji adanya stomatitis, jumlah gigi, caries, bau mulut, mukosa mulut, ada tidaknya pembesaran tonsil, bentuk abdomen datar, turgor kulit kembali lagi, fokus pada pemeriksaan dengan kasus hernia apakah ada distensi abdomen, nyeri tekan dan nyeri lepas. Adakah lesi pada daerah abdomen adanya massa, pada auskultasi dapat diperiksa peristaltik usus.
(d) Sistem perkemihan. Dikaji ada tidaknya pembengkakan dan nyeri pada daerah pinggang, observasi dan palpasi pada daerah abdomen untuk mengkaji adanya retensio urine, ada tidaknya nyeri tekan dan benjolan serta pengeluaran urine apakah ada nyeri pada waktu miksi atau tidak.
(e) Sistem neurologis. Secara umum pada kasus hernia inguinalis lateral tidak mengalami gangguan, namun gangguan terjadi dengan adanya nyeri sehigga perlu dikaji tingkat skala ( 0-5) serta perlu dikaji nilai GCS dan pemeriksaan fungsi syaraf kranial untuk mengidentifikasi kelainan atau komplikasi.
(f) Sistem integument. Dalam sistem ini perlu dikaji keadaan kulit (turgor, kebersihan, pigmentasi, tekstur dan lesi), serta perlu dikaji kuku dan keadaan rambut, sekitar kulit atau ekstremitas adakah oedema atau tidak. Pada klien dengan post herniotomi akan didapatkan kelainan integumen karena adanya luka insisi pada daerah abdomen, sehingga perlu dikaji ada atau tidaknya tanda radang didaerah terkena adalah ada tidaknya tanda lesi dan kemerahan, pengukuran suhu untuk mengetahui adanya infeksi.
(g) Sistem penglihatan. Pada post herniotomi sistem ini tidak mengalami gangguan. Untuk mengetahui keadaan kesehatan maka harus diperiksa tentang fungsi penglihatan, kesimetrisan mata kiri dan kanan, oedema atau tidak.
(h) Sistem Endokrin. Dalam sistem ini perlu dikaji adanya pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar getah bening.
(i) Sistem Muskuloskeletal. Pada hernia inguinalis lateral biasanya post operasi secara umum tidak mengalami gangguan,tapi perlu dikaji kekuatan otot ekstremitas atas dan bawah, dengan nilai kekuatan otot (0-5). Diperiksa juga adanya kekuatan pergerakan, atau keterbatasan gerak.
4) Data psikologis
Data psikologis yang perlu dikaji adalah status emosional, konsep diri, mekanisme koping klien dan harapan serta pemahaman klien tentang kondisi kesehatan sekarang.
(a) Status emosional
Kemungkinan ditemukan emosi klien jadi gelisah dan labil, karena proses penyakit yang tidak di ketahui/ tidak pernah diderita sebelumnya.


(b) Konsep diri
Konsep diri didefinisikan sebagai semua pikiran, keyakinan dan kepercayaan yang membuat orang mengetahui tentang dirinya dan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain.
(c) Stressor
Stressor adalah faktor-faktor yang menambah beban klien baik dari pelayanan kesehatan ataupun pribadi dan keluarga.
Seseorang yang mempunyai stressor akan mempersulit dalam proses suatu penyembuhan penyakit.
(d) Koping Mekanisme
Koping mekanisme ini merupakan suatu cara bagaimana seseorang untuk mengurangi atau menghilangkan stress yang dihadapi
(e) Harapan dan pemahaman klien tentang kondisi kesehatan yang dihadapi. Hal ini perlu dikaji agar tim kesehatan dapat memberikan bantuan dengan efisien.
e. Pengkajian psikososial post herniotomi meliputi bagaimana status emosi klien, harapan klien tentang penyakit yang dideritanya, gaya komunikasi, sosialisasi klien dengan keluarga atau masyarakat, interaksi klien dirumah sakit, gaya hidup klien sehari-hari, serta kepuasan pelayanan keperawatan yang klien rasakan dirumah sakit.
f. Aspek Sosial dan Budaya. Pengkajian ini menyakit pada pola komunikasi dan interaksi interpersonal, gaya hidup, faktor sosial serta support sistem yang ada pada klien.
g. Data Spiritual. Data spiritual menyangkut keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, harapan terhadap kesembuhan serta kegiatan spiritual yang dilakukan saat ini.
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Sinar X abdomen menunjukkan abnormalnya kadar gas dalam usus/obstruksi usus.
b. Hitung darah lengkap dan serum elektrolit dapat menunjukkan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit), peningkatan sel darah putih dan ketidakseimbangan elektrolit.

F. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menguraikan respon actual atau potensial klien terhadap masalah kesehatan yang perawat mempunyai izin dan berkompeten untuk mengatasinya. Respon actual dan potensial klien didapatkan dari data dasar pengkajian, tinjauan literature yang berkaitan, catatan medis klien masa lalu, dan konsultasi dengan professional lain.
Adapun diagnosa keperawatan yang timbul pada klien dengan post herniotomy menurut Doengoes E Marilynn 2000, adalah :
1. Nyeri (akut) berhubungan dengan insisi bedah.
2. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan hemorargi.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer.
4. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan.
5. Ansietas/ketakutan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.

G. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan keperawatan pada klien dengan post herniotomy yang sesuai dengan diagnosa keperawatan secara teoritis menurut Doenges, E Marilynn, 2000 adalah sebagai berikut :
1. Nyeri (akut) berhubungan dengan insisi bedah
Tujuan : Nyeri berkurang, hilang atau teratasi
Kriteria hasil : Klien melaporkan nyeri hilang atau dapat diatasi, klien dapat mengidentifikasi aktivitas yang dapat meningkatkan atau mengurangi nyeri dan tidak gelisah, skala nyeri 0-1.

Rencana tindakan
a. Kaji skala nyeri
Rasional : Nyeri merupakan respon subjektif yang dapat dikaji dengan menggunakan skala nyeri.
b. Observasi tanda-tanda vital
Rasional : Respon autonemik meliputi perubahan pada tekanan darah, nadi, dan pernapasan yang berhubungan dengan keluhan/penghilang nyeri. Abnormalitas tanda vital terus menerus memerlukan evaluasi lanjut.
c. Bantu klien dalam mengidentifikasi factor pencetus
Rasional : Nyeri dipengaruhi oleh kecemasan, ketegangan, suhu, distensi kandung kemih dan berbaring lama.
d. Ajarkan teknik relaksasi yang dapat mengurangi intensitas nyeri.
Rasional : Relaksasi dapat melancarkan peredaran darah sehingga kebutuhan O2 pada jaringan terpenuhi dan mengurangi nyeri.
e. Berikan posisi yang nyaman
Rasional : Istirahat merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan.
f. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik.
Rasional : Analgesik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang.
2. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan hemorargi.
Tujuan : Resiko kekurangan cairan teratasi.
Kriteria hasil : Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, turgor kulit elastic, mukosa bibir kering,BB ideal, tanda-tanda vital dalam batas normal.
Rencana Tindakan
a. Observasi tanda-tanda vital.
Rasional : Tanda-tanda awal hemorargie usus dan pembentukan hematoma dapat menyebabkan syok hipovolemik.
b. Palpasi nadi perifer.
Rasional : Memberikan informasi tentang volume sirkulasi umum dan tingkat dehidrasi.
c. Perhatikan adanya edema.
Rasional : Edema dapat terjadi karena pemindahan cairan berkenaan dengan penurunan kadar albumin serum/protein.
d. Pantau intake output.
Rasional : Indicator langsung dari hidrasi/perfusi organ dan fungsi. Memberikan pedoman untuk penggantian cairan.
e. Berikan terapi cairan, darah, albumin, elektrolit sesuai indikasi.
Rasional : Mempertahankan volume sirkulasi dan keseimbangan elektrolit.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer.
Tujuan : Resiko infeksi teratasi
Kriteria Hasil : Tidak ada tanda-tanda infeksi, tanda-tanda vital dalam batas normal, hasil laboraturium dalam batas normal.
Rencana Tindakan
a. Observasi tanda-tanda vital, perhatikan peningkatan suhu.
Rasional : Suhu malam hari memuncak yang kembali normal pada pagi hari adalah karakteristik infeksi.
b. Observasi penyatuan luka, karakter drainase, adanya inflamasi.
Rasional : Perkembangan infeksi dapat memperlambat penyembuhan.
c. Observasi terhadap tanda dan gejala peritonitis.
Rasional : Peritonitis dapat terjadi jika usus terganggu.
d. Pertahankan perawatan luka aseptic, pertahankan balutan kering.
Rasional : Melindungi klien dari kontaminasi silang selama penggantian balutan. Balutan basah sebagai sumbu retrogard, menyerap kontaminasi eksternal.
e. Berikan obat-obatan sesuai indikasi.
Rasional : Diberikan secara profilaktik dan untuk mengatasi infeksi.
4. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mencerna makanan.
Tujuan : Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi.
Kriteria Hasil : Tidak ada penurunan berat badan secara significant, makan sesuai diit yang diberikan, tidak ada mual, nafsu makan baik.
Rencana Tindakan
a. Tinjau factor-faktor individual yang mempengaruhi kemampuan untuk mencerna makanan.
Rasional : Mempengaruhi pilihan intervensi.
b. Auskultasi bising usus, palpasi abdomen.
Rasional : Menentukan kembalinya peristaltic.
c. Identifikasi kesukaan/ketidaksukaan diit dari pasien.
Rasional : Meningkatkan kerjasama dengan pasien dengan aturan diit.
d. Berikan cairan IU, misalnya albumin, lipid, elektrolit.
Rasional : Memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit.
5. Ansietas/ketakutan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Tujuan : Ansietas teratasi.
Kriteria Hasil : Klien tidak menampakan kecemasan, ekspresi wajah rileks.
Rencana Tindakan
a. Awasi respon fisiologis.
Rasional : Dapat menjadi indikasi derajat takut yang dialami pasien.
b. Dorong pernyataan takut dan kecemasan.
Rasional : Membuat hubungan terapeutik, membantu pasien menerima kenyataan.
c. Berikan informasi yang akurat tentang tindakan apa yang akan dilakukan.
Rasional : Melibatkan pasien dalam rencana asuhan keperawatan dan menurunkan ansietas.
d. Dorong orang terdekat dengan klien untuk menemani klien.
Rasional : Membantu menurunkan takut melalui pengalaman menakutkan menjadi seorang diri.
e. Tunjukkan teknik relaksasi.
Rasional : Belajar cara untuk rileks dapat menurunkan ketakutan dan ansietas.
f. Berikan terapi sesuai indikasi.
Rasional : Obat sedative dapat digunakan untuk menurunkan ansietas.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
Tujuan : Intoleransi teratasi
Kriteria Hasil : Klien dapat beraktivitas secara mandiri, menunjukkan peningkatan otot.
Rencana Tindakan
a. Tingkatkan tirah baring/duduk.
Rasional : Meningkatkan istirahat dan ketegangan.
b. Ubah posisi dengan sering.
Rasional : Meningkatkan tinggi pernapasan dan meminimalkan tekanan pada area tertentu.
c. Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi.
Rasional : Tirah baring lama dapat menyebabkan menurunnya kemampuan.
d. Dorong penggunaan teknik manajemen stress.
Rasional : Meningkatkan relaksasi dan penghematan energi
e. Berikan obat sesuai indikasi.
Rasional : Membantu dalam manajemen kebutuhan tidur.

H. Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan keperawatan merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan, dimana rencana perawatan dilaksanakan pada tahap ini perawat siap untuk menjelaskan dan melaksanakan intervensi dan aktifitas yang telah dicatat dalam rencana keperawatan klien, agar implementasi perencanaan ini tepat waktu dan efektif terhadap biaya, perlu mengidentifikasi prioritas perawatan klien. Kemudian bila telah dilaksanakan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi dan mendokumentasikannya informasi ini kepada penyediaan perawatan kesehatan keluarga. ( Doengoes, 2002; hal. 105 )

Pelaksanaan keperawatan merupakan tindakan keperawatan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan pada rencana tindakan keperawatan yang telah disusun. Prinsip dalam memberikan tindakan kepeerawatan menggunakan komunikasi terapeutik serta penjelasan setiap tindakan yang diberikan pada pasien. Pendekatan yang digunakan adalah independent, dependen dan interdependen.
1. Secara mandiri (independen)
Adalah tindakan yang diprakarsai sendiri oleh perawat untuk membantu pasien dalam mengatasi masalahnya atau menanggapi rekasi karena adanya stressor (penyakit), misalnya :
a. Membantu klien dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
b. Melakukan perawatan kulit untuk mencegah dekubitus.
c. Memberikan dorongan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya secara wajar.
d. Menciptakan lingkungan terapeutik.
2. Saling ketergantungan /kolaborasi (interdependen)
Adalah tindakan keperawatan atas dasar kerjasama sesame tim perawatan atau kesehatan lainnya seperti dokter, fisioterapi, analisis kesehatan, dll.
3. Rujukan / ketergantungan
Adalah tindakan keperawatan atas dasar rujukan dari profesi lain diantaranya dokter, psikologis, psikiater, ahli gizi, fisioterapi, dsb. Pada penatalaksanaannya tindakan keperawatan dilakukan secara :
a. Langsung : ditangani sendiri oleh perawat
b. Delegasi : diserahkan kepada orang lain/perawat lain yang dapat dipercaya.
Apabila tujuan, hasil dan intervensi telah diidentifikasi, perawat siap untuk melakukan aktivitas pencatatan pada rencana perawatan klien. Dalam mengaplikasikan rencana kedalam tindakan dan penggunaan biaya secara efektif serta pemberian perawatan tersebut. Dalam menentukan prioritas saat ini, perawat meninjau ulang sumber – sumber sambil berkonsultasi dan mempertimbangkan keinginan klien. ( Doengoes E. Marillyn, “Rencana Askep”, hal. 21 )

I. Evaluasi Keperawatan
Meskipun proses keperawatan mempunyai tahap-tahap, namun evaluasi berlangsung terus menerus sepanjang pelaksanaan proses keperawatan (Alfaro-LeFevre, 1998). Tahap evaluasi merupakan perbandingan yang sistematik dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.

Menurut Craven dan Hirnle (2000) evaluasi didefenisikan sebagai keputusan dari efektifitas asuhan keperawatan antara dasar tujuan keperawatan klien yang telah ditetapkan dengan respon prilaku klien yang tampil.

Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Langkah dari evaluasi proses keperawatan adalah mengukur respon klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien kearah pencapaian tujuan. Perawat mengevaluasi apakah perilaku atau respon klien mencerminkan suatu kemunduran atau kemajuan dalam diagnosa keperawatan atau pemeliharaan status yang sehat. Selama evaluasi, perawat memutuskan apakah langkah proses keperawatan sebelumnya telah efektif dengan menelaah respon klien dan membandingkannya dengan perilaku yang disebutkan dalam hasil yang diharapkan.

Sejalan dengan yang telah dievaluasi pada tujuan, penyesuaian terhadap rencana asuhan dibuat sesuai dengan keperluan. Jika tujuan terpenuhi dengan baik, perawat menghentikan rencana asuhan tersebut dan mendokumentasikan analisa masalah teratasi. Tujuan yang tidak terpenuhi dan tujuan yang sebagian terpenuhi mengharuskan perawat untuk melanjutkan rencana atau memodifikasi rencana asuhan keperawatan.

Tujuan dari evaluasi antara lain:
1. Untuk menentukan perkembangan kesehatan klien.
2. Untuk menilai efektifitas, efisiensi, dan produktifitas dari tindakan keperawatan yang telah diberikan.
3. Untuk menilai pelaksanaan asuhan keperawatan.
4. Mendapatkan umpan balik.
5. Sebagai tanggungjawab dan tanggunggugat dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan.
Perawat menggunakan berbagai kemampuan dalam memutuskan efektif atau tidaknya pelayanan keperawatan yang diberikan. Untuk memutuskan hal tersebut dalam melakukan evaluasi seorang perawat harus mempunyai pengetahuan tentang standar pelayanan, respon klien yang normal, dan konsep model teori keperawatan.
Dalam melakukan proses evaluasi, ada beberapa kegiatan yang harus diikuti oleh perawat, antara lain: mengkaji ulang tujuan klien dan kriteria hasil yang telah ditetapkan, mengumpulkan data yang berhubungan dengan hasil yang diharapkan, mengukur pencapaian tujuan, mencatat keputusan atau hasil pengukuran pencapaian tujuan, dan melakukan revisi atau modifikasi terhadap rencana keperawatan bila perlu.
Menurut Ziegler, Voughan – Wrobel, & Erlen (1986, dalam Craven & Hirnle, 2000), evaluasi terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Evaluasi struktur. Evaluasi struktur difokuskan pada kelengkapan tata cara atau keadaan sekeliling tempat pelayanan keperawatan diberikan. Aspek lingkungan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi dalam pemberian pelayanan. Persediaan perlengkapan, fasilitas fisik, ratio perawat-klien, dukungan administrasi, pemeliharaan dan pengembangan kompetensi staf keperawatan dalam area yang diinginkan.
2. Evaluasi proses. Evaluasi proses berfokus pada penampilan kerja perawat dan apakah perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan merasa cocok, tanpa tekanan, dan sesuai wewenang. Area yang menjadi perhatian pada evaluasi proses mencakup jenis informasi yang didapat pada saat wawancara dan pemeriksaan fisik, validasi dari perumusan diagnosa keperawatan, dan kemampuan tehnikal perawat.
3. Evaluasi hasil. Evaluasi hasil berfokus pada respons dan fungsi klien. Respons prilaku klien merupakan pengaruh dari intervensi keperawatan dan akan terlihat pada pencapaian tujuan dan kriteria hasil.
Adapun ukuran pencapaian tujuan pada tahap evaluasi meliputi:
1. Masalah teratasi; jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.
2. Masalah sebagian teratasi;jika klien menunjukkan perubahan sebahagian dari kriteria hasil yang telah ditetapkan.
3. Masalah tidak teratasi; jika klien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan sama sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan dan atau bahkan timbul masalah/ diagnosa keperawatan baru.
Untuk penentuan masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak teratasi adalah dengan cara membandingkan antara SOAP dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan. Subjective adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah tindakan diberikan. Objective adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan. Analisis adalah membandingkan antara informasi subjective dan objective dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak teratasi. Planning adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan hasil analisa.


BAB III
TINJAUAN KASUS

Di dalam bab ini penulis akan menguraikan tentang laporan kasus asuhan keperawatan pada klien Tn. S dengan diagnosa medis Post herniotomy di ruang Cendana 2 Rumkit Polpus R.S Sukanto Jakarta. Asuhan keperawatan tersebut dilaksanakan selama 3 hari mulai dari tanggal 15 Juni 2010 sampai dengan 17 Juni 2010 melalui perdekatan proses keperawatan yaitu meliputi tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencaaan keperawatan, implementasi, dan evaluasi keperawatan.
A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan data klien. Dalam pengkajian penulis mendapatkan data dari klien, perawat ruangan, catatan medis, dan tim medis lainnya dengan melakukan wawancara dan observasi kesehatan. Adapun hal dari pengkajian adalah sebagai berikut :
1. Identitas Klien
Klien adalah seorang laki-laki berinisial Tn. S berusia 53 tahun, status perkawinan adalah menikah, berasal dari suku Jawa dengan alamat Ciracas Rt 005 Rw 04 Jakarta Timur. Klien beragama islam. Klien bekerja sebagai salah satu staff di sebuah perusahaan swasta. Klien di rawat di Rumah Sakit Kepolisian Pusat Raden Said Sukanto Jakarta di Ruang Cendana 2 pada tanggal 15 Juni 2010 dengan nomor register 49 62 28 dan diagnose medis Hernia Inguinalis Lateral Sinistra.

2. Resume
Klien tiba di ruang Cendana 2 Rumah Sakit Kepolisisan Pusat Raden Said Sukanto Jakarta pada tanggal 15 Juni 2010 pukul 05.38 WIB. Klien merupakan seorang laki-laki berinisial Tn. S berusia 53 tahun dengan diagnose medis pre herniotomy.
Klien mengatakan terdapat benjolan pada selangkangan kiri. Benjolan ini sudah ada sejak 3 tahun yang lalu dan makin lama makin membesar. Tidak terdapat nyeri pada benjolan. Keadaan umum baik, kesadaran composmentis. Observasi tanda-tanda vital tekanan darah 130/90 mmHg nadi 74 x/menit pernafasan 20 x/menit suhu 36⁰C.

Persiapan yang dilakukan sebelum operasi adalah : melakukan pemeriksaan laboratorium hematologi dan pemeriksaan rongent foto thorax, mencukur bulu kemaluan/pubis, inform concent, mengajarkan teknik distraksi dan relaksasi, serta puasa sampai selesai dilakukan tindakan operasi dan bising usus positif.

Pada tanggal 15 Juni 2010 pukul 10.30 WIB klien di bawa ke ruangan operasi.

Masalah keperawatan yang timbul pada saat pre herniotomy adalah cemas dan kurang pengetahuan. Tindakan keperawatan yang telah dilakukan adalah melakukan observasi tanda-tanda vital, mengajarka teknik distraksi dan relaksasi, melakukan pemeriksaan laboratorium, dan melakukan kolaborasi dalam pemberian obat-obatan dan penatalaksanaan tindakan operatif. Evaluasi secara umum dilakukan adalah masalah keperawatan pada pre herniotomy telah teratasi. Rencana selanjutnya adalah tindakan keperawatan post herniotomy di lanjutkan di ruangan Cendana 2.

3. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan utama : Klien mengeluh nyeri pada luka post herniotomy, kualitas nyeri seperti berdenyut, intensitas terus menerus, karakteristik nyeri setempat, nyeri timbul pada saat klien melakukan pergerakan atau perubahan posisi dan akan berkurang jika klien beristirahat atau diberikan obat analgetik, klien mengeluh kakinya tidak dapat digerakkan, klien mengatakan belum makan dan minum.


b. Riwayat kesehatan masa lalu
Klien mengatakan sebelumnya tidak pernah di rawat di rumah sakit, klien mengatakan tidak mempunyai riwayat alergi obat, makanan, binatang,maupun lingkungan. Klien tidak mempunyai riwayat pemakaian obat-obatan.
c. Riwayat kesehatan keluarga




Tahun 2005, DM


Tahun 1973, kecelakaan
Keterangan :
= meninggal
= perempuan
= laki-laki
= klien
= hubungan pernikahan
= hubungan persaudaraan
Dari genogram dan riwayat kesehatan keluarga dapat disimpulkan bahwa klien mempunyai riwayat penyakit Diabetes Mellitus (carier). Hal ini dapat dilihat dari riwayat kesehatan keluarga yaitu ibu klien meninggal pada tahun 2005 karena penyakit Diabetes Mellitus.
d. Riwayat psikososial dan spiritual
Klien mengatakan orang paling dekat dengan dirinya selama di rumah sakit adalah istrinya, interaksi dalam keluarga baik, pola komunikasi klien dalam keluarga baik, pembuat keputusan adalah saudaranya, kegiatan kemasyarakatan yang diikuti adalah mengaji.

Dampak penyakit klien terhadap keluarga adalah keluarga menjadi khawatir terhadap kondisi klien, masalah yang mempengaruhi klien saat ini adalah aktivitas klien terbatas. Hal yang sangat dipikirkan saat ini adalah klien ingin cepat sembuh dari sakitnya. Harapan setelah menjalani perawatan adalah klien dapat melakukan aktivitas seperti semula. Perubahan yang dirasakan setelah jatuh sakit adalah klien mengalami keterbatasan dalam beraktivitas. Klien tidak mempunyai nilai-nilai yang bertentangan dengan kesehatan, saat ini aktivitas keagamaan yang dilakukan adalah berdoa. Kondisi lingkungan rumah baik dan tidak mempengaruhi kesehatan saat ini.
e. Pola kebiasaan sehari-hari sebelum sakit
1) Pola nutrisi
Klien tidak ada masalah dengan pola makan. Frekunsi makan 3x/hari, nafsu makan baik, jumlah yang dihabiskan adalah 1 porsi, tidak ada makanan yang membuat alergi atau makanan yang tidak di sukai serta tidak ada makanan pantangan, diit makan di rumah yaitu makan biasa. Klien jarang mengkonsumsi makanan yang berserat seperti sayuran dan buah-buahan. Tidak ada penggunaan obat-obatan sebelum makan, dan tidak ada penggunaan alat bantu NGT.
2) Pola eliminasi
Klien buang air kecil (BAK) sebanyak 6-7 x/hari, warna kuning jernih, tidak ada keluhan saat BAK, tidak ada penggunaan alat bantu kateter. Klien buang air besar (BAB) 1 x/hari dengan waktu yg tidak tentu, berwarna kuning kecokelatan, bau khas feces, konsistensi padat, klien mengatakan jika BAB harus dipaksakan dengan cara mengedan, dan klien tidak pernah menggunaan obat-obatan laksatif.
3) Pola personal hygiene
Klien mandi 2 x/hari dengan menggunakan sabun mandi pada waktu pagi dan sore hari, oral hygiene (sikat gigi) 2x/hari dengan menggunakan pasta gigi pada waktu pagi dan sore hari, mencuci rambut 3x/minggu dengan menggunakan shampoo.
4) Pola istirahat dan tidur
Klien tidur + 7 jam / hari, klien tidak pernah tidur siang karena klien bekerja, tidur malam + 7 jam / hari, klien biasa berdoa sebelum tidur.
5) Pola aktivitas dan latihan
Klien bekerja dari pagi sampai sore, klien tidak pernah berolahraga dan tidak ada keluhan dalam beraktivitas.
6) Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan
Klien mengatakan tidak mempunyai kebiasaan merokok dan minum - minuman keras / NAPZA.
f. Pola kebiasaan di rumah sakit
1) Pola nutrisi
Klien belum makan sampai bising usus positif. Diit makan yang diberikan adalah bertahap sampai bising usus positif. Tidak ada keluhan mual ataupun muntah, tidak ada penggunaan obat-obatan sebelum makan dan tidak ada penggunaan NGT.
2) Pola eliminasi
Klien buang air kecil (BAK) sebanyak 6-7 x/hari, warna kuning jernih, tidak ada keluhan saat BAK, tidak ada penggunaan alat bantu kateter. Klien mengatakan belum BAB +1 hari setelah operasi.
3) Pola personal hygiene
Klien belum melakukan personal hygiene karena masih dalam pengaruh anestesi.
4) Pola istirahat dan tidur
Klien tidur + 10 jam /hari, tidur siang 3 jam /hari, tidur malam 7 jam /hari, klien mempunyai kebiasaan berdoa sebelum tidur.
5) Pola aktivitas dan latihan
Klien tidak dapat beraktivitas secar mandiri, aktivitas klien di bantu oleh keluarga. Klien mengatakan kakinya tidak dapat digerakkan.

4. Pengkajian Fisik
a. Pemeriksaan fisik umum
Berat badan sebelum sakit 91 kg, berat badan setelah sakit 91 kg, tinggi badan 178 cm, tekanan darah 120/90 mmHg, nadi 70x /menit, frekuensi nafas 20x /menit, suhu tubuh 36,8 0C
b. System penglihatan
Sisi mata tampak simetris baik kiri maupun kanan, kelopak mata normal, pergerakan bola mata normal, konjungtiva merah muda, kornea normal tidak keruh/berkabut dan tidak terdapat perdarahan, sklera anikterik, pupil isokor, otot-otot mata tidak ada kelainan, fungsi penglihatan baik, tidak terdapat tanda-tanda radang, klien tidak menggunakan kacamata, tidak memakai lensa kontak, reaksi terhadap cahaya baik.
c. Sistem pendengaran
Daun telinga normal, kondisi telinga tengah normal, tidak terlihat adanya cairan yang keluar dari telinga dan tidak ada perasaan penuh pada telinga, klien tidak mengalami tinnitus, fungsi pendengaran baik, klien tidak menggunakan alat bantu pendengaran.
d. Sistem Wicara
Klien tidak mengalami gangguan wicara, klien dapat mengucapkan kata-kata dengan jelas.
e. Sistem Pernapasan
Pada jalan napas bersih, tidak ada sesak dan klien tidak menggunakan alat bantu pernapasan, frekuensi nafas 20x /menit, irama nafas teratur, jenis pernafasan spontan, klien tidak batuk dan tidak terdapat sputum, suara nafas normal/vesikuler, dan tidak ada nyeri saat bernafas.
f. Sistem Kardiovaskuler
Nadi 70x /menit, irama teratur dengan denyut kuat, tekanan darah 120/90 mmHg, tidak terjadi distensi vena jugularis baik kanan maupun kiri, temperatur kulit hangat, warna kulit kemerahan, pengisian kapiler 2 detik, tidak terdapat edema, kecepatan denyut apical 74 x/menit, irama teratur, tidak terdengar adanya kelainan pada bunyi jantung dan tidak sakit dada.
g. Sistem Hematologi
Klien tidak terlihat pucat dan tidak ada perdarahan.
h. Sistem Saraf Pusat
Klien mengatakan tidak pusing, tingkat kesadaran composmentis, GCS E4 M6 V5, tidak terjadi tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial (seperti muntah proyektil, nyeri kepala hebat, papil edema), klien tidak mengalami gangguan sistem persarafan.

i. Sistem Pencernaan
Klien tidak menggunakan gigi palsu, tidak terdapat carries, tidak tampak stomatitis, lidah tidak kotor, salifa normal, klien mengatakan tidak nyeri perut, bising usus 2x /menit, klien tidak megalami diare, tidak teraba pembesaran hepar, dan abdomen tidak kembung.
j. Sistem Endokrin
Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid, nafas tidak berbau keton, tidak terdapat luka ganggren.
k. Sistem Urogenital
Intake 1285 cc, output 1105 cc dan balance cairan 180 cc, tidak ada perubahan pola kemih, BAK warna kuning jernih, tidak terdapat distensi kandung kemih, dan tidak ada keluhan sakit pinggang.
l. Sistem Integument
Turgor kulit baik, temperatur kulit hangat, warna kulit kemerahan, keadaan kulit baik, terdapat insisi operasi lokasi di daerah selangkangan kiri sepanjang 7 cm. kondisi luka tertutup kassa steril. Tidak ada perdarahan pada luka dan tidak ada pembengkakan. Tidak ada kelainan kulit, klien terpasang infuse IVFD RL 20 tetes/menit kondisi baik, tetesan lancar, tidak ada tanda-tanda infeksi, keadaan rambut : tekstur rambut baik dan bersih.
m. Sistem Musculoskeletal
Klien mengalami kesulitan dalam pergerakan karena jika melakukan pergerakan akan terasa nyeri pada luka post herniotomy, tidak terdapat fraktur, tidak ada kelainan struktur tulang belakang. Kekuatan otot tidak di kaji dikarenakan untuk menghindari terjadinya injury (klien post herniotomy hari ke 1).

5. Data tambahan (pemahaman tentang penyakit)
Klien ketika ditanya mengatakan sudah mengerti tentang penyakitnya.

6. Data penunjang
Data penunjang yang terdapat pada klien yaitu hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 10 Juni 2010 :
Hemoglobin 14,6 gr/dl (L : 13-16 gr/dl, P : 12-14 gr/dl), Leukosit 7.500/ul (5000-10.000/ul), Hematokrit 45 % (L : 40-48 %, P : 37-43 %), Trombosit 265.000/ul (150.000-450.000/ul), Masa perdarahan 1’30” (1-6 menit), Masa pembekuan 10’ (10-15’), SGOT/AST 39,8 u/l (<37 u/l), SGPT/ALT 28,8 u/l (<40u/l), Ureum 26 mg/dl (10-50 mg/dl), Creatinine 1,0 mg/dl (0,5-1,5 mg/dl), GDS 118 mg/dl (<200 mg/dl)

7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang terdapat pada klien yaitu : injeksi xevolac 3 x 1 amp/IV, injeksi Ceftriaxone 2x1 gr/IV, diit makan bertahap sampai bising usus positif dan normal.

8. Data Fokus
Data fokus terdiri dari data subyektif dan data obyektif. Data fokus yang terdapat pada klien adalah sebagai berikut :
a. Data Subyektif
Klien mengeluh nyeri pada luka post herniotomy, kualitas nyeri seperti berdenyut, intensitas terus menerus, karakteristik nyeri setempat, nyeri timbul pada saat klien melakukan pergerakan atau perubahan posisi dan akan berkurang jika klien beristirahat atau diberikan obat analgetik, klien mengeluh kakinya tidak dapat digerakkan, klien mengatakan belum makan dan minum.
b. Data Obyektif
Keadaan umum sakit sedang, kesadaran composmentis, hasil observasi tanda-tanda vital Td : 120/90 mmHg, Nd : 70 x/menit, Rr : 20 x/menit, Sh : 36,8 0C. Terlihat luka post op dengan panjang + 7 cm, luka bersih tertutup perban, tidak ada perdarahan, tidak ada pembengkakan. Skala nyeri 4. Intake 1285 cc, output 1105 cc, balance 180 cc. mukosa bibir kering, turgor kulit baik. Bising usus 2 x/menit. Mobilisasi bedrest dalam 24 jam. Klien terpasang infuse IVFD RL 20 tetes/menit di tangan sebelah kiri, tidak ada tanda-tanda infeksi seperti kalor, rubor, dolor, tumor, fungsiolesa. Makan atau minum bertahap sampai bising usus positif, rangsangan sensori (+), rangsangan motorik (-).

9. Analisa Data
Berdasarkan data yang terkumpul pada tanggal 15 Juni 2010 maka penulis mengelompokkan analisa data sebagai berikut :
No Data Masalah Etiologi
1. Data Subyektif
Klien mengeluh nyeri pada luka post herniotomy, kualitas nyeri seperti berdenyut, intensitas terus menerus, karakteristik nyeri setempat, nyeri timbul pada saat klien melakukan pergerakan atau perubahan posisi dan akan berkurang jika klien beristirahat atau diberikan obat analgetik
Data Obyektif
a. keadaan umum sakit sedang
b. kes composmentis
c. observasi tanda-tanda vital Td : 120/90 mmHg, Nd : 70 x/menit, Rr : 20 x/menit, Sh : 36,8 0C
d. terlihat luka post op dengan panjang + 7 cm
e. skala nyeri 4 Gangguan rasa nyaman nyeri Terputusnya kontinuitas jaringan
2. Data Subyektif : --
Data Obyektif
a. Observasi tanda-tanda vital Td : 120/90 mmHg, Nd : 70 x/menit, Rr : 20 x/menit, Sh : 36,8 0C
b. Intake 1285 cc, output 1105 cc, balance 180 cc
c. Mukosa bibir kering
d. Turgor kulit elastis
e. Tampak adanya luka post herniotomy di selangkangan kiri sepanjang ±7cm.
f. Tampak luka tertutup kassa steril.
g. Kondisi luka bersih, tidak ada perdarahan dan pembengkakan Resiko kekurangan volume cairan Hemorargi
3. Data Subyektif
Klien mengatakan kakinya tidak dapat digerakan
Data Obyektif
a. Mobilisasi bedrest dalam 24 jam
b. Tampak aktivitas di bantu oleh keluarga
c. Rangsangan sensori (+), rangsangan motorik (-)
d. Klien post herniotomy hari ke 1. Intoleransi aktivitas Efek anestesi

B. Diagnosa Keperawatan
Setelah data terkumpul dan di analisa, maka dapat dirumuskan beberapa diagnose keperawatan, adapun diagnosa keperawatan tersebut disusun berdasarkan hirarki maslows adalah sebagai berikut :
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputisnya kontinuitas jaringan.
2. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan hemorargi.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan efek anestesi.

C. Perencanaan, Pelaksanaan, dan Evaluasi Keperawatan
Diagnosa 1
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan ditandai dengan
Data Subyektif : Klien mengeluh nyeri pada luka post herniotomy, kualitas nyeri seperti berdenyut, intensitas terus menerus, karakteristik nyeri setempat, nyeri timbul pada saat klien melakukan pergerakan atau perubahan posisi dan akan berkurang jika klien beristirahat atau diberikan obat analgetik
Data Obyektif : Keadaan umum sakit sedang, kesadaran composmentis, hasil observasi tanda-tanda vital Td : 120/90 mmHg, Nd : 70 x/menit, Rr : 20 x/menit, Sh : 36,8 0C. Terlihat luka post op dengan panjang + 7 cm. Skala nyeri 4
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan gangguan rasa nyaman nyeri teratasi/berkurang
Kriteria hasil : Klien melaporkan rasa nyeri yang berkurang, tanda-tanda vital dalam batas normal, tampak ekspresi wajah rileks, skala nyeri 0-1.
Rencana tindakan
1. Observasi tanda-tanda vital.
2. Kaji skala nyeri.
3. Kaji lokasi, durasi, kualitas, intensitas, dan karakteristik nyeri.
4. Anjurkan untuk melakukan teknik relaksasi tarik nafas dalam.
5. Anjurkan untuk mengalihkan perhatian nyeri dengan cara melakukan hal-hal yang menyenangkan (menonton tv, mendengarkan radio, membaca).
6. Beri terapi sesuai program (Injeksi Xevolac 1 amp/IV).
Pelaksanaan Keperawatan
Tanggal 15 Juni 2010
Pukul 15.30 WIB melakukan observasi tanda-tanda vital, hasil : tekanan darah 120/90 mmHg, nadi 70 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36,8⁰C. pukul 16.00 WIB melakukan pengkajian nyeri, hasil : klien mengeluh nyeri pada luka post herniotomy, kualitas nyeri seperti berdenyut, intensitas terus menerus, karakteristik nyeri setempat, nyeri timbul pada saat klien melakukan pergerakan atau perubahan posisi dan akan berkurang jika klien beristirahat atau diberikan obat analgetik. Pukul 16.30 WIB menganjurkan teknik relaksasi untuk mengurangi nyeri, hasil : klien mengerti dan akan melakukannya. Pukul 17.00 WIB memberikan terapi parenteral Injeksi Xevolac 1amp/IV, hasil : obat masuk sesuai program.



Evaluasi Keperawatan
Tanggal 15 Juni 2010
Subyektif : Klien mengatakan nyeri pada daerah post operasi, intensitas nyeri terus menerus, kualitas nyeri sedang, karakteristik nyeri berdenyut, klien mengatakan nyeri baru hilang jika klien beristirahat dan jika diberi obat analgetik.
Obyektif : Observasi tanda-tanda vital tekanan darah 120/90 mmHg, nadi 70 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36,8⁰C. Skala nyeri 4. Tampak luka post herniotomy di selangkangan kiri, kondisi luka tertutup kassa steril.
Analisa : Masalah keperawatan belum teratasi, tujuan keperawatan belum tercapai.
Planning : Tindakan keperawatan dilanjutkan.
Rencana Tindakan
1. Observasi tanda-tanda vital.
2. Kaji skala nyeri.
3. Kaji lokasi, durasi, intensitas, kualitas, dan karakteristik nyeri.
4. Anjurkan teknik relaksasi nafas dalam.
5. Beri obat sesuai program (Injeksi Xevolac 1 amp/IV)

Tanggal 16 Juni 2010
Pukul 07.00 WIB melakukan observasi tanda-tanda vital, hasil : tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36⁰C. Pukul 09.00 WIB memberikan terapi parenteral Injeksi Xevolac 1 amp/IV, hasil : obat masuk sesuai program, klien mengatakan nyeri sedikit berkurang setelah diberikan obat.
Evaluasi Keperawatan
Tanggal 16 Juni 2010
Subyektif : Klien mengatakan nyeri pada daerah post operasi, intensitas nyeri terus menerus, kualitas nyeri sedang, karakteristik nyeri berdenyut, klien mengatakan nyeri baru hilang jika klien beristirahat dan jika diberi obat analgetik.
Obyektif : Observasi tanda-tanda vital tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36⁰C Skala nyeri 4. Tampak luka post herniotomy di selangkangan kiri, kondisi luka tertutup kassa steril.
Analisa : Masalah keperawatan belum teratasi, tujuan keperawatan belum tercapai.
Planning : Tindakan keperawatan dilanjutkan.
Rencana Tindakan
1. Observasi tanda-tanda vital.
2. Kaji skala nyeri.
3. Kaji lokasi, durasi, intensitas, kualitas, dan karakteristik nyeri.
4. Beri obat sesuai program (Injeksi Xevolac 1 amp/IV)

Tanggal 17 Juni 2010
Pukul 11.00 melakukan observasi tanda-tanda vital, hasil tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 74 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36⁰C. Pukul 13.00 WIB melakukan pengkajian nyeri, hasil : klien mengatakan nyeri pada luka post op sudah berkurang, skala nyeri 1.
Evaluasi Keperawatan
Tanggal 17 Juni 2010 Pukul 15.00 WIB
Subyektif : Klien mengatakan nyeri pada luka post op sudah berkurang.
Obyektif : Observasi tanda-tanda vital, hasil tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 74 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36⁰C, skala nyeri 1.
Analisa : Masalah keperawatan teratasi, tujuan telah tercapai.
Planning : Tindakan keperawatan dihentikan, klien pulang pada pukul 15.00 WIB

Diagnosa 2
Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan hemorargi ditandai dengan
Data Subyektif : ---
Data Obyektif : Keadaan umum sakit sedang, kesadaran composmentis, hasil observasi tanda-tanda vital Td : 120/90 mmHg, Nd : 70 x/menit, Rr : 20 x/menit, Sh : 36,8 0C. Intake 1285 cc, output 1105 cc, balance 180 cc. membrane mukosa bibir kering, turgor kulit elastis. Terlihat luka post op dengan panjang + 7, kondisi luka bersih tertutup kassa steril, tidak ada perdarahan, tidak ada pembengkakan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan resiko kekurangan volume cairan teratasi.
Kriteria hasil : Tidak ada tanda-tanda perdarahan, tidak ada pembengkakan, luka tampak bersih dan menunjukkan waktu penyembuhan yang tepat waktu, tidak ada tanda-tanda dehidrasi.
Rencana tindakan
1. Observasi tanda-tanda vital.
2. Palpasi nadi perifer.
3. Perhatikan adanya edema.
4. Pantau intake output.
5. Berikan terapi cairan, darah, albumin, elektrolit sesuai indikasi.
6. Kaji luka terhadap adanya perdarahan dan pembengkakan.
7. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptic dan antiseptic.
8. Pertahankan luka agar tetap bersih,
9. Pertahankan kesterilan alat saat melakukan perawatan luka.
10. Kaji kondisi kulit disekitar luka post op.
Pelaksanaan Keperawatan
Tanggal 15 Juni 2010
Pukul 15.30 WIB melakukan observasi tanda-tanda vital, hasil : tekanan darah 120/90 mmHg, nadi 70 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36,8⁰C. Pukul 16.00 WIB mengkaji keadaan luka, hasil : luka bersih, tertutup kassa steril, tidak ada perdarahan, tidak ada pembengkakan.
Evaluasi Keperawatan
Tangal 15 Juni 2010
Subyektif : -----
Obyektif : Observasi tanda-tanda vital, tekanan darah 120/90 mmHg, nadi 70 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36,8⁰C. Luka tampak bersih, tertutup kassa steril, tidak ada perdarahan, tidak ada pembengkakan, daerah di sekitar luka tidak tampak kemerahan/infeksi
Analisa : Masalah keperawatan belum teratasi, tujuan belum tercapai.
Planning : Tindakan keperawatan dilanjutkan.
Rencana tindakan
1. Observasi tanda-tanda vital.
2. Monitor intake dan output dalam 24 jam.
3. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptic dan antiseptic.
4. Kaji kondisi luka dari perdarahan.
5. Kaji adanya pembengkakan.

Tanggal 16 Juni 2010
Pukul 07.00 WIB melakukan observasi tanda-tanda vital, hasil : tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36⁰C. Pukul 10.00 WIB mengkaji keadaan luka, hasil : luka bersih, tertutup kassa steril, tidak ada perdarahan, tidak ada pembengkakan. Pukul 14.00 WIB mengukur intake dan output dalam 24 jam, hasil : intake 1285 cc, output 1105 cc, balance 180 cc.
Evaluasi Keperawatan
Tangal 16 Juni 2010 Pukul 15.00 WIB
Subyektif : -----
Obyektif : Observasi tanda-tanda vital, hasil tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36⁰C, luka tampak bersih, tertutup kassa steril, tidak ada perdarahan, tidak ada pembengkakan, daerah di sekitar luka tidak tampak kemerahan/infeksi
Analisa : Masalah keperawatan belum teratasi, tujuan belum tercapai.
Plannning : Tindakan keperawatan dilanjutkan.
Rencana tindakan
1. Observasi tanda-tanda vital.
2. Kaji kondisi luka dari perdarahan.
3. Kaji adanya pembengkakan.
4. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptic dan antiseptic.

Tanggal 17 Juni 2010
Pukul 11.00 melakukan observasi tanda-tanda vital, hasil tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 74 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36⁰C. Pukul 10.00 WIB melakukan perawatan luka dengan teknik aseptic dan antiseptic, hasil : luka tampak bersih, tertutup kassa steril, tidak ada perdarahan, tidak ada pembengkakan, daerah di sekitar luka tidak tampak kemerahan/infeksi.
Evaluasi Keperawatan
Tanggal 17 Juni 2010 Pukul 15.00 WIB
Subyektif : -----
Obyektif : Observasi tanda-tanda vital, hasil tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 74 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36⁰C, luka tampak bersih, tertutup kassa steril, tidak ada perdarahan, tidak ada pembengkakan, daerah di sekitar luka tidak tampak kemerahan/infeksi.
Analisa : Masalah keperawatan teratasi, tujuan telah tercapai.
Planning : Tindakan keperawatan dihentikan, klien pulang pada pukul 15.00 WIB

Diagnosa 3
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan efek anestesi ditandai dengan
Data Subyektif : Klien mengeluh kedua kakinya tidak dapat digerakkan.
Data Obyektif : Keadaan umum sakit sedang, kesadaran composmentis, tampak aktivitas dibantu oleh keluarga, mobilisasi bedrest dalam 24 jam, respon sensori (+), respon motorik (-), klien hari ke 1 post herniotomy.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan intoleransi aktivitas teratasi.
Kriteria hasil : Respon sensori (+), respon motorik (+), klien dapat beraktivitas dengan bantuan minimal/mandiri, mobilisasi pasca operasi baik.
Rencana tindakan
1. Observasi tanda-tanda vital.
2. Kaji keadaan umum dan tingkat kesadaran.
3. Kaji respon motorik dan sensorik pasca operasi.
4. Bantu klien dalam beraktivitas.
5. Ajarkan mobilisasi bertahap pasca operasi.
6. Dekatkan alat-alat yang dibutuhkan oleh klien.
7. Kaji tingkat kekuatan otot.
Pelaksanaan Keperawatan
Tanggal 15 Juni 2010
Pukul 15.30 WIB melakukan observasi tanda-tanda vital, hasil : tekanan darah 120/90 mmHg, nadi 70 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36,8⁰C. Pukul 16.40 WIB mengkaji respon motorik dan respon sensorik, hasil respon motorik (-), respon sensori (+).
Evaluasi Keperawatan
Tanggal 15 Juni 2010
Subyektif : Klien mengatakan kakinya tidak dapat digerakkan.
Obyektif : Observasi tanda-tanda vital tekanan darah 120/90 mmHg, nadi 70 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36,8⁰C tampak aktivitas dibantu oleh keluarga, respon sensori (+) respon motorik (-)
Analisa : Masalah keperawatan belum teratasi.
Planning : Tindakan keperawatan lanjutkan.
Rencana tindakan
1. Observasi tanda-tanda vital.
2. Kaji tingkat kekuatan otot.
3. Bantu klien dalam melakukan mbilisasi bertahap pasca operasi.

Tanggal 16 Juni 2010
Pukul 07.00 WIB melakukan observasi tanda-tanda vital, hasil : tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36⁰C. Pukul 11.00 WIB, mengajarkan mobilisasi bertahap pasca operasi, hasil : klien dan keluarga mengerti dan mau melakukannya. Pukul 16.00 WIB mengkaji respon motorik dan respon sensorik, hasil : respon motorik (+), respon sensori (+). Pukul 16.10 WIB mengkaji tingkat kekuatan otot, hasil : tingkat kekuatan otot baik.
Evaluasi Keperawatan
Tanggal 16 Juni 2010 Pukul 14.00 WIB
Subyektif : Klien mengatakan kakinya sudah dapat digerakkan. Klien sudah dapat bangun dari tempat tidur.
Obyektif : Observasi tanda-tanda vital, hasil : tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36⁰C. tampak aktivitas dibantu oleh keluarga, respon sensori (+) respon motorik (+)
Analisa : Masalah keperawatan teratasi.
Planning : Tindakan keperawatan dihentikan.

BAB IV
PEMBAHASAN

Setelah melaksanakan asuhan keperawatan pada klien Tn. S dengan post herniotomy di ruang Cendana 2 Rumah Sakit Kepolisian Pusat Raden Said Sukanto Jakarta yang dilaksanakan pada tanggal 15 Juni 2010 sampai dengan 17 Juni 2010. Maka pada bab ini penulis akan menguraikan kesenjangan atau perbedaan antara teori dan kasus yang dimulai dari pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan, dan evaluasi keperawatan.
A. Pengkajian Keperawatan
Dari hasil pengkajian, yang dilakukan pada tanggal 15 Juni 2010 pada tahap ini penulis berusaha mengkaji secara menyeluruh, sehingga data yang di dapat dari keluhan klien. Klien mengeluh nyeri pada luka post herniotomy, kualitas nyeri seperti berdenyut, intensitas terus menerus, karakteristik nyeri setempat, nyeri timbul pada saat klien melakukan pergerakan atau perubahan posisi dan akan berkurang jika klien beristirahat atau diberikan obat analgetik, klien mengeluh kakinya tidak dapat digerakkan.

Pada pemeriksaan fisik klien dengan post herniotomy didapatkan kesenjangan antara teori dan kasus. Pada teori ditemukan data pada tanda-tanda vital adanya peningkatan tekanan darah, peningkatan suhu tubuh/demam, dan adanya pernapasan yang cepat dan dangkal, sedangkan pada kasus tidak ditemukan adanya perubahan tanda-tanda vital seperti yang disebutkan pada teori.

Faktor pendukung yang dialami selama pengkajian adalah keluarga dan klien mampu untuk diajak bekerjasama sedangkan faktor penghambatnya adalah pendokumentasian catatan keperawatan klien kurang lengkap dan alternatif pemecahan masalahnya adalah bertanya langsung kepada klien, keluarga dan perawat yang bertugas di ruangan tersebut.

B. Diagnosa Keperawatan
Pada diagnosa keperawatan pada klien dengan post herniotomy di dalam teori terdapat 6 diagnosa keperawatan. Sedangkan pada kasus Tn. S dengan post op
herniotomy terdapat 3 diagnosa keperawatan. Adapun diagnose yang muncul pada teori tetapi tidak muncul pada kasus adalah :
1. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer. Diagnosa ini tidak muncul karena pada dasarnya diagnosa keperawatan infeksi baru akan muncul setelah klien menjalani hari ke 3 atau 4 pasca operasi. Penulis melakukan pengkajian pada hari ke 1 pasca operasi.
2. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh behubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan. Diagnosa ini tidak muncul karena tidak di temukan data yang mendukung untuk menegakkan diagnose ini. Tidak ada penurunan berat badan yang significant, tidak ada keluhan mual, muntah, maupun nafsu makan yang menurun.
3. Ansietas/ketakutan berhubungan dengan perubahan status kesehatan. Diagnosa ini tidak muncul karena pada saat pengkajian klien tampak kooperatif, dan ekspresi wajah tidak menampakkan ketakutan akan perubahan status kesehatannya.

Faktor pendukung yang penulis dapatkan pada penyusunan diagnose keperawatan adalah ditemukannya data yang menunjang yaitu dari keluhan klien berupa nyeri pada luka post herniotomy, kualitas nyeri seperti berdenyut, intensitas terus menerus, karakteristik nyeri setempat, nyeri timbul pada saat klien melakukan pergerakan atau perubahan posisi dan akan berkurang jika klien beristirahat atau diberikan obat analgetik, klien mengeluh kakinya tidak dapat digerakkan.

Faktor penghambat yang penulis temukan saat penyusunan diagnose adalah kurangnya pengetahuan penulis dalam merumuskan etiologi pada diagnose keperawatan. Alternative pemecahan masalah yang penulis temukan lakukan adalah dengan mencari referensi atau sumber-sumber melalui media buku maupun internet tentang asuhan keperawatan klien dengan post herniotomy.


C. Perencanaan Keperawatan
Pada tahap perencanaan ini penulis membuatnya disesuaikan dengan tujuan, kriteria hasil dan rencana tindakan. Rencana tindakan pada kasus ini didasarkan oleh teori yang ada di laporan kasus. Disini penulis memprioritaskan diagnosa sesuai dengan kebutuhan. Diagnosa keperawatan gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan menjadi diagnose prioritas karena nyeri yang dirasakan klien dapat mengganggu kenyamanan dan aktivitas klien. Selain itu, nyeri merupakan sensori subyektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan bagi pasien berkaitan dengan kerusakan jaringan. Sehingga nyeri dapat merupakan faktor utama yang menghambat kemampuan dan keinginan individu untuk pulih dari suatu penyakit.

Diagnosa resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan hemorargi menjadi diagnosa prioritas kedua setelah diagnosa gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan karena jika hal ini dibiarkan maka akan terjadi gangguan yang dapat menimbulkan komplikasi berupa syok hipovolemik karena kekurangan cairan.

Diagnosa intoleransi aktivitas berhubungan dengan efek anestesi menjadi diagnosa ketiga setelah diagnosa resiko kekurangan volume cairan berhubungn dengan hemorargi, hal ini karena klien masih dapat beraktivitas walaupun terbatas. Tirah baring selama 24 jam merupakan suatu intervensi dimana klien dibatasi untuk tetap berada di tempat tidur guna mencapai tujuan terapeutik yaitu untuk mengurangi nyeri pasca operasi dan mengembalikan kekuatan otot dari efek anestesi.

Dalam perencanaan keperawatan pada teori dan kasus terdapat kesenjangan yaitu pada perumusan tujuan. Dalam teori tujuan tidak disertai waktu yang pasti, tetapi pada kasus penulis menetapkan waktu yang pasti. Hal ini penulis lakukan karena dalam melakukan evaluasi diperlukan rentang waktu yang jelas.

Faktor pendukung yang penulis dapatkan pada penyusunan perencanaan adalah adanya bantuan dari perawat senior dan kawan-kawan mahasiswa dalam membuat rencana keperawatan. Faktor penghambat yang ditemukan adalah penulis tidak mengalami kesulitan dalam menyusun rencana keperawatan.

D. Pelaksanaan Keperawatan
Dalam tahap pelaksanaan, tindakan keperawatan dilakukan sesuai dengan rencana yang telah dibuat dan semua tindakan yang dilakukan pada klien didokumentasikan ke dalam catatan keperawatan.

Dalam diagnosa pertama yaitu gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan, penulis dapat melaksanakan atau merealisasikan rencana tindakan yang telah disusun pada perencanaan keperawatan sebelumnya.

Pada diagnose kedua yaitu resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan hemorargi, semua rencana tindakan dapat dilaksanakan dengan baik oleh penulis, namun pada diagnosa ketiga ada beberapa pelaksanaan tindakan keperawatan tidak dilakukan sesuai rencana tindakan yang telah di buat, penulis tidak membantu klien dalam beraktivitas dikarenakan ada keluarga klien selalu mendampingi klien selama 24 jam. Penulis juga tidak mengkaji tingkat kekuatan otot. Hal ini dikarenakan untuk mencegah terjadinya injury pada klien post herniotomy.

Faktor pendukung yang penulis dapatkan adalah keluarga yang sangat kooperatif dan mau bekerja sama saat dilakukan tindakan keperawatan. Factor penghambat yang penulis temukan adalah penulis merasa ragu jika melakukan tindakan keperawatan kepada klien terutama saat memberikan terapi parenteral. Alternative pemecahan masalah yang penulis lakukan adalah dengan meminta perawat senior untuk mendampingi penulis saat melakukan tindakan.

E. Evaluasi Keperawatan
Dari tiga masalah yang muncul pada kasus Tn. S, ketiganya telah teratasi semua. Adapun tiga masalah tersebut adalah :
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan, diagnosa ini telah teratasi karena klien mengatakan nyeri berkurang pada luka insisi pembedahan.
2. Resiko kekurangan cairan berhubungan dengan hemorargi, diagnose ini telah teratasi karena pada saat dilakukan perawatan luka tampak luka bersih, tidak terdapat perdarahan dan pembengkakan, serta daerah di sekitar luka operasi tidak terjadi kemerahan/infeksi, tanda-tanda vital dalam batas normal, dan tidak ada tanda-tanda kekurangan cairan.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan efek anestesi, diagnosa ini telah teratasi karena pada hari kedua asuhan keperawatan klien mengatakan sudah dapat menggerakkan kedua kakinya dan sudah mulai duduk. Pada hari ketiga pelaksanaan asuhan keperawatan klien sudah dapat berjalan dan diizinkan untuk pulang.

Faktor pendukung yang penulis temukan saat melakukan evaluasi keperawatan adalah adanya bantuan dari perawat ruangan dan rekan mahasiswa dalam memberikan askep pada klien, serta dengan adanya informasi dari tenaga medis lainnya, juga adanya criteria hasil yang sudah penulis buat sebelumnya sehingga dapat di jadikan pedoman dalam menentukan apakah tujuan tercapai atau belum.

Alternative pemecahan masalah yang penulis lakukan adalah dengan mengkonfirmasikan/mendelegasikan perencanaan keperawatan yang belum dapat dilakukan oleh penulis kepada perawat di ruangan untuk melanjutkan sehingga evaluasi dapat dilakukan secara tuntas.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengkajian pada Tn. S dengan diagnosa post herniotomy, diperoleh data bahwa Klien mengeluh nyeri pada luka post herniotomy, kualitas nyeri seperti berdenyut, intensitas terus menerus, karakteristik nyeri setempat, nyeri timbul pada saat klien melakukan pergerakan atau perubahan posisi dan akan berkurang jika klien beristirahat atau diberikan obat analgetik, klien mengeluh kakinya tidak dapat digerakkan.

Pada diagnosa keperawatan yang muncul pada teori dengan klien post herniotomy adalah enam diagnosa, tiga diagnosa keperawatan tidak terdapat dalam kasus. Hal ini dikarenakan tidak ada data yang menunjang untuk menegakkan diagnose keperawatan tersebut.

Pada tahap perencanaan, rencana keperawatan disusun sesuai dengan masalah keperawatan. Dalam memprioritaskan masalah keperawatan dilihat dari kebutuhan dan kondisi klien pada saat pengkajian.

Pada tahap pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana keperawatan yang telah dibuat dan didokumentasikan pada catatan keperawatan. Namun ada beberapa pelaksanaan tindakan keperawatan yang tidak dilakukan sesuai dengan teori yang telah dibuat.

Pada tahap evaluasi, ketiga diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus Tn. S telah teratasi semua.

B. Saran
1. Untuk klien dan keluarga
Saran yang perlu disampaikan kepada klien dan keluarga dapat mentaati larangan-larangan atau pantangan-pantangan agar tidak terjadi hernia berulang. Untuk klien khususnya hendaknya mengkonsumsi makanan yang banyak serat seperti sayuran dan buah-buahan serta berolahraga minimal satu minggu sekali.
2. Untuk rekan-rekan mahasiswa
Diharapkan agar lebih memahami dan mempelajari lebih dalam ilmu keperawatan medical bedah khususnya tentang asuhan keperawatan pada klien dengan post herniotomy dan juga untuk meningkatkan kepercayaan diri.

DAFTAR PUSTAKA


Brunner and Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 volume 2. Jakarta : EGC.

Doenges, Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. Jakarta : EGC

Price, Sylvia A. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit edisi 6 volume 2. Jakarta : EGC

Syamsuhidayat, et.al.(2002).Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : EGC

Tambayong, dr. Jan. (2000). Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC